Judul: Misteri Pembunuhan di Baker Street
London, 1895. Kabut tebal menyelimuti kota saat Sherlock Holmes dan Dr. John Watson duduk di ruang tamu apartemen 221B Baker Street. Malam itu, seorang tamu misterius mengetuk pintu. Inspektur Lestrade dari Scotland Yard masuk dengan ekspresi serius.
"Holmes, kami memiliki kasus yang tak bisa kami pecahkan. Seorang pria ditemukan tewas di dekat Sungai Thames dengan simbol aneh terukir di kulitnya."
Holmes mengangkat alis. "Simbol seperti apa?"
Lestrade menyerahkan sketsa: sebuah lambang yang menyerupai mata dengan garis melingkar di sekitarnya. Holmes tersenyum tipis. "Menarik. Simbol ini berasal dari perkumpulan rahasia Freemasons."
Watson menatap Holmes dengan takjub. "Kau pernah melihatnya sebelumnya?"
"Tentu saja, Watson. Perkumpulan ini memiliki aturan ketat, dan seseorang yang melanggarnya bisa dihukum mati. Kita harus mengunjungi tempat kejadian."
Mereka tiba di tepi sungai, di mana mayat seorang pria berusia 40-an tergeletak. Pakaiannya mahal, tetapi kantongnya kosong. "Pencurian bukan motifnya," gumam Holmes. "Lihat luka di pergelangan tangannya—tanda seseorang diikat sebelum dibunuh. Ini eksekusi."
Watson memeriksa tubuh korban. "Dari kondisinya, dia sudah mati sekitar enam jam."
Holmes mengendus udara. "Ada aroma cerutu Kuba. Sangat mahal, hanya sedikit orang di London yang mampu membelinya. Kita perlu ke Whitehall Club."
Di Whitehall Club, mereka bertemu Lord Cavendish, seorang bangsawan terkenal. Cavendish pucat ketika Holmes menunjukkan simbol itu. "Tuan Holmes, Anda tidak seharusnya menggali lebih dalam. Ini bukan sekadar pembunuhan biasa."
Holmes tersenyum. "Saya sudah tahu bahwa korban adalah Sir Reginald Blake, seorang anggota Freemasons yang baru saja mencoba membocorkan rahasia perkumpulan. Dan saya juga tahu bahwa Anda adalah orang terakhir yang bertemu dengannya."
Cavendish berkeringat. "Saya hanya memperingatkannya. Saya tak berniat membunuhnya!"
"Tapi seseorang dari perkumpulan Anda melakukannya," sahut Holmes. "Dan saya tahu siapa."
Lestrade bertanya, "Siapa?"
Holmes menatap seorang pria di sudut ruangan. "Profesor Moriarty. Ini bukan hanya pembunuhan, tapi juga bagian dari permainan kekuasaan di London. Moriarty tak ingin rahasia tertentu bocor."
Tiba-tiba, pria itu tersenyum licik dan berjalan keluar. "Tunggu!" Lestrade bergegas mengejarnya, tetapi Moriarty sudah menghilang dalam kabut.
Holmes menghela napas. "Permainan ini belum selesai, Watson. Moriarty selalu satu langkah di depan. Tapi kita akan menang pada akhirnya."
Watson mengangguk. "Seperti biasa, Holmes."
Dan dengan itu, mereka kembali ke Baker Street, siap menghadapi tantangan berikutnya.