"Hai namaku Rara, salam kenal." Sapaku pada semua murid di kelas X1.
Anak-anak X1 nampak senang dengan kehadiranku. Begitupun aku, karena aku merasakan kalau kelas ini tentram, tidak ada mahluk gaib sama sekali yang menghuni kelas ini.
Ya, aku adalah seorang indigo. Aku pindah pindah sekolah sudah 3x dalam 3 bulan ini karena aku tidak nyaman dengan kondisi sekolah yang begitu banyak mahluk gaib yang menggangguku. Dan sepertinya pindah ke sekolah ini adalah keputusan yang bagus karena kelas ini tak nampak ada mahluk gaib-nya.
Aku langsung dipersilahkan duduk dikursi paling belakang. Karena hanya kursi ini yang tersisa.
*****
Jam istirahat aku langsung pergi ke toilet karena aku sangat kebelet sekali. Aku sedikit berlari kecil karena sudah tidak tahan lagi.
Diperjalanan menuju toilet beberapa murid memperhatikanku. Mungkin mereka masih asing dengan kehadiranku. Tapi aku tidak memperdulikannya.
Sampai ditoilet aku memasuki satu bilik. Setelah selesai aku mencuci tangan diwastafel kemudian mengeluarkan lipbalm dari kantung rok abu-abuku.
Betapa kagetnya aku saat aku melihat pantulan wajahku di kaca. Kacanya tiba-tiba memunculkan tulisan aneh yang sulit terbaca. Dan...tulisannya berwarna merah seperti ditulis dengan bercak da*ah.
Aku berusaha memahami tulisan itu dan terbaca seperti. "Help me!"
Aku memejamkan mataku. Ini pasti ulah hantu disekolah ini yang ingin meminta bantuanku. Aku sudah pernah mengalami ini beberapa kali, dan kali ini aku akan mengabaikannya.
*****
Aku berbaring di kasur saat mataku mulai merasa ngantuk. Hari ini aku banyak sekali mempelajari mata pelajaran sebab aku ketinggalan banyak materi dan aku harus mengejarnya. Aku tidak mau mendapatkan nilai jelek dan tidak naik kelas.
Tanganku meraba-raba sisi kananku untuk mencari handphone. Aku berdecak ketika aku tidak menemukannya. Akhirnya aku bangun dan mencarinya. Tapi yang kudapati malah sebuah surat, lagi-lagi ditulis dengan tinta merah seperti da*ah.
Dan tulisannya sama seperti di kaca toilet tadi. "Help me!"
Aku melempar surat itu ke tong sampah dan mematikan lampu kemudian menarik selimut dan langsung memejamkan mataku.
"Hai, lo gak mau bantuin gue?" Tanya seorang cowok seumuranku.
Aku mengernyit sambil melihat sekeliling. Kenapa aku tiba-tiba berada di rooftop sekolah? Bukannya tadi aku sedang tertidur?
"Siapa lo?" Tanyaku pada cowok ganteng itu.
"Gue Gibran." Jawabnya.
"Lo hantu? Yang udah 2x ngirim pesan gaib ke gue?"
"so true.."
"Gue, gak bakal bantuin lo! Jangan ganggu gue." Ucapku lantang.
Hantu ganteng bernama gibran itu tersenyum.
Astaga kok ganteng ya? Yakali gue demen sama hantu. Batinku.
"Terserah lo, gue gak maksa. Gue cuman pengen ngasih tau lo kalau gue udah 1 tahun terjebak. Hak lo mau bantu gue atau engga. Kalau lo gak merasa kasihan artinya lo manusia tapi lo gak punya rasa kemanusiaan sama sekali."
Jlebb
Tiba-tiba hatiku bak tertusuk belati tajam. Perkataan Gibran membuatku malu.
Kemudian sosok itu menghilang entah kemana. Dan aku dibuat gelisah sekarang.
*****
Sinar matahari membuat mataku silau. Aku terbangun dari tidurku. Ternyata semalam aku bermimpi. Dan mimpi itu membuatku berpikir. Apakah aku harus membantu hantu bernama Gibran itu?
"Eh malah ngelamun. Bukannya siap-siap sekolah!"
Aku menyengir polos pada bunda yang tengah membereskan kamarku. "Iya bun."
*****
Aku terduduk lesu mendengarkan guru matematika menjelaskan materi. Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang guru itu jelaskan.
Aku meremas rambutku frustasi. Ternyata aku sebodoh ini.
"Lo harus masukin rumusnya dulu, baru lo bisa hitung sesuai rumusnya."
Aku melotot syok melihat seseorang disampingku. Lebih tepatnya sesosok hantu.
"Gibran?" Bisikku pelan.
"Makanya sekolah itu jangan pindah-pindah terus. Kan ilmunya jadi gak masuk-masuk." Katanya.
Aku cemberut. "Terserah gue." Bisikku.
Gibran malah terkekeh. Ia menopang kepalanya dengan satu tangan dan wajahnya mengadap padaku. Jantungku terasa berpacu lebih cepat. Kok nih hantu ganteng amat ya?
"Nih gue ajarin!" Ia mengajarkan cara menghitung cepat yang lebih simpel dibandingkan cara yang di ajarkan oleh guru di depan.
Hanya 1 menit, aku selesai mengerjakan tugas dan mengumpulkannya duluan.
"Saya sudah pak!"
Guru itu mengoreksi jawabanku, namun setelah mengoreksi, wajahnya melirikku.
"Kamu..tau cara ini dari mana?" Tanya guru itu.
Aku berpikir sejenak. "Eum..dari sekolah lamaku." Gak mungkin aku bilang kalau ini dapet ngajarin hantu.
Guru itu mengangguk anggukan kepalanya. "Dulu, ada murid kesayangan saya yang ngerjain soal dari saya dengan cara yang simpel. Dan caranya persis seperti ini. Saya jadi kangen." Guru itu nampak sedih.
Aku melirik kearah kursiku, tepatnya kearah gibran yang sedang memainkan buku-bukuku.
"Kalo boleh tau, nama murid kesayangan bapak itu siapa pak?" Tanyaku.
"Namanya Gibran. Kamu kenal dia? Dia menghilang 1 tahun yang lalu, polisi sudah mencarinya namun sampai sekarang belum ditemukan."
Aku menggeleng. "Saya gak kenal pak."
"Yasudah, kamu belajar lagi."
Aku mengambil bukuku dan kembali ketempat dudukku. Ditempat dudukku aku melamun, sebenarnya apa yang terjadi dengan Gibran sampai jasadnya tidak ditemukan? Apa aku harus membantunya?
"Lo, menghilang kemana?" Tanyaku pelan.
Gibran menoleh kearahku dan tersenyum. "Lo mau bantuin gue?"
Aku menggaruk kepalaku, aku ragu sih, tapi aku penasaran. "Iya, gue mau bantu lo."
Gibran mengambil bukuku dan menuliskan sesuatu disana. Cukup lama aku menunggunya bahkan hingga jam istirahat tiba aku masih menunggunya.
Setelah cowok itu selesai menulis aku membaca tulisannya.
-isi tulisannya-
Satu tahun lalu, gue sore-sore ke sekolah buat ngambil bola gue yang ketinggalan di rooftop.
Tapi setelah gue kesana, bolanya gak ada. Akhirnya gue nyari disekitar sana dan nemuin bola itu nyangkut diatas toren.
Saat gue ngambil bola itu, gue kepeleset dan gue pasrah karena gue gak bisa naik lagi. Gue tenggelam dan gak ada yang tau kalau gue mat* disana.
Sekolah ini gak punya CCTV, dan orang tua gue ngira gue bukan menghilang disekolah, karena gue pun saat itu gak izin mau ke sekolah.
-tulisan selesai-
Aku menengok kearahnya, namun sosok hantu ganteng itu sudah menghilang.
Bagaimana caraku memberi tahu orang-orang kalau dia terjebak di dalam toren?
Aku akhirnya bergegas ke kamar mandi dan mencium bau air dari keran. Bukannya jika ada bangkai di toren airnya akan terasa bau?
Tapi nihil. Airnya tidak bau. Alhasil aku mencari cara lain.
*****
Keesokan harinya, aku membawa sebotol air didalam kantong plastik hitam yang sudah aku siapkan dari rumah. Ini adalah air rendaman bangkai tikus. Agak ekstrem emang, tapi ini adalah cara satu-satunya yang muncul dikepalaku.
Lihatlah Gibran, gue bakal bantu lo keluar dari toren itu.
Tapi ngomong-ngomong hantu itu belum muncul kembali sejak kemarin siang setelah hantu itu menuliskan kisah tragisnya.
Aku berlarian keruang kepsek setelah menaruh ransel di kelas.
"Pak permisi!" Ujarku langsung masuk ke ruangan.
"Kamu anak baru itu ya? Ada apa?" Tanya kepsek itu.
"Air dari keran bau banget pak." Laporku.
Kepsek langsung menghampiriku. "Masa sih?"
"Iya nih saya bawa airnya."
Kepsek itu mengambil airnya dan menciumnya.
Setelah mencium air itu kepsek langsung mual mual.
"Bau bangkai, kayaknya ada bangkai yang kejebak di toren. Bapak panggilkan petugas kebersihan dulu. Makasih ya atas laporannya." Kepsek langsung berlalu dari ruangan.
"Iya pak."
Aku tersenyum lega. Rasanya ingin sekali aku memeluk hantu itu dan mengatakan "lo bakal ditemukan."
*****
Ramai sekali orang-orang diatas rooftop tepatnya dekat toren air. Sepertinya jasad Gibran sudah ditemukan. Aku tidak berani kesana karena aku tidak berani melihat jasad yang sudah terendam air selama 1 tahun itu. Apakah jasad itu masih utuh? Entahlah aku tidak tahu. Yang penting pihak berwajib sudah menemukannya.
Aku memperhatikan dari taman. Bagaimana petugas berwajib membawa tandu berwarna oranye.
"Lo yang tenang ya disana!" Ujarku pada angin yang semoga dapat menyampaikannya pada Gibran.
"Thanks ya!"
Aku tersenyum manis pada hantu yang sedari tadi kutunggu kehadirannya.
"Sama-sama."
"Lo jangan liat jasad gue, tar lo jijik lagi." Katanya.
"Gue gak ada niatan buat ngeliat kok."
"Bagus deh. Gue pamit ya? Sekali lagi thanks."
Aku lagi-lagi tersenyum manis. "Iya bawel, sana ketempat lo. Dunia lo udah bukan disini lagi."
Gibran menepuk pundakku. "Rasa kemanusiaan lo tinggi juga. Jangan kangen!"
Setelah mengatakan itu, Gibran menghilang dari pandanganku.
Aku tersenyum."Kayaknya kemampuan gue harus gue manfaatkan. Gue gak boleh pindah-pindak sekolah lagi. Gue harus hadapin semuanya." Gumamku kemudian menenggak minuman kopi ditanganku.
****
TAMAT..