"Budi, pulang lagi hari sudah petang!" teriakan seorang ibu mamanggil anaknya.
Matahari sudah berada di ufuk barat, sunset pun bisa terlihat dari pantai ini. Anak-anak yang sedari siang bermain bola di tepian pantai tersebut, mulai satu per satu pulang ke rumahnya masing-masing.
Adapun para ibu sudah mulai menyiapkan masing-masing tangannya rotan untuk anaknya yang tidak segera pulang, karena sudah petang yang sebentar lagi azan Maghrib berkumandang.
Ctaass....
Ctaass....
Suara rotan pun mulai berbunyi. Anak-anak nakal itu mulai berlari meninggalkan lokasi tersebut.
"Bubar kalian sekarang! Nggak tau hari sudah mau malam, masih aja main! Pulang!" terdengar suara yang menggelegar dari seorang ibu yang memang di pemukiman itu, ibu itulah yang paling bar-bar dan ditakuti oleh semua orang.
Ibu itu pemarah, dan tak segan memukul dengan rotan atau sendal melayang, jika ada yang tidak mendengar nasehatnya. Terutama itu semua pada anaknya Budi.
Namanya bu Sinta, seorang ibu janda berusia 30 tahun dengan seorang anak laki-laki semata wayang bernama Budi berusia 10 tahun.
Meskipun seorang Janda, tidak ada seorang lelakipun yang berani mendekat dan bahkan sekedar kenalan. Janda bukan sembarang janda, Bu Sinta seorang juragan di Desa nelayan ini. Suaminya meninggal, dengan memberikan warisan tersebut untuk anak mereka Budi.
"Budi... Pulang! Hati-hati emak lo datang, kami cabut dulu yaa, besok main lagi!" teriak seorang teman Budi yang sudah duluan lari terbirit-birit, menghindari amukan Bu Sinta.
"Aah, ad-duh sakit Mak" Budi meringis karena Bu Sinta sudah didekatnya, sembari menjewer telinga Budi.
"Sudah berapa kali Mak bilang, kalo sudah Maghrib itu pulang, ini malah nggak balik-balik!" bentak Bu Sinta yang masih belum menjewer telinga Budi, panjang sudah telinga itu.
"Aduuh Mak, lepasin dulu sakit tau, nanti copot telinga aku, emang Mak rela" ucap Budi meringis dan Bu Sinta pun melepaskan capitannya di telinga Budi itu.
"Kamu itu, dibilangin malah ngeyel, Mak bilang sebelum Maghrib kenapa nggak pulang, hmm? Nanti kenapa-kenapa gimana? pamali kata orang kalo masih diluar rumah, kamu mau?" cerewet Bu Sinta panjang lebar.
"Nggak Mak, Nggak lagi, janji hehe" jawab Budi sembari cengengesan dengan jari membentuk peace✌️.
-----
Singkat cerita, seluruh warga tidak ada lagi diluar saat maghrib tiba. Termasuk Bu Sinta dan Budi sudah berada dirumah mereka. Sebenarnya sebelum sampai di rumah, Budi merasa tubuhnya tidak baik-baik saja. Badannya limbung, tapi masih tetap bisa pulang ke rumahnya seperti orang linglung.
"Mak, Budi mandi dulu ya..." Budi bersuara lambat dan menuju ke dalam rumah mereka, Budi berjalan lurus kedepan layaknya robot. Ekpresi datardan wajah pucat.
"Iya, pergi sana giih..." jawab Bu Sinta yang tak menyadari perubahan Budi tadi, tapi ada rasa aneh ketika anaknya mulai bicara lemah lembut. Biasanya anaknya bar-bar kalo ada apa-apa.
"Eh tumben tu anak lembut gitu?" Bu Sinta bingung dan lanjut melakukan kegiatannya.
-----
Malam tiba pun tiba, seperti biasa Budi nurut dan makan di meja makan berdua dengan sang Ibu. Bu Sinta masih belum menyadari perubahan diri Budi. Tapi masih bingung bahwa Budi tumben tidak banyak omong.
"Eh Udi, tumben lo diam-diam bae biasanya cerewet minta ampun, sampe pusing kepala Emak mikirin lo" dengan akrab seperti biasa Bu Sinta membuka pembicaraan mereka. Lagi-lagi Budi masih fokus melanjutkan makannya tanpa ekspresi.
Bu Sinta penasaran pun kembali bertanya. "Udi... Napa lo ndak nyaut, sakit lo?" Bu Sinta yang sedari tadi tidak memandang Budi, kembali menoleh ke arah Budi. Detik itu juga Bu Sinta syok melihat apa yang terjadi pada anaknya.
"Dii... Kenapa kamu nak?" Bu Sinta menghentikan makannya dan khawatir segera menyentuh kening Budi. Belum sampai tangannya menyentuh, tangan tersebut ditepis duluan oleh Budi.
"Budi nggak ada apa-apa Mak, Budi sehat kok." jawab Budi ekspresi masih datar dan menyudahi makannya.
"Mak, Budi ke kamar dulu ya Mak." ucap Budi kembali dan beranjak memasuki kamarnya, meninggalkan Bu Sinta yang masih penasaran.
'Aneh banget tuh anak, semoga aja ngga terjadi apa-apa'gumam Bu Sinta yang meamndangi sang putra sedari tadi, kemudian membereskan sisa makanan mereka.
-----
Hari-hari dilalui dengan seperti biasa, akan tetapi kesehatan Budi mulai memburuk, sejak kejadian 1 bulan yang lalu. Kini tubuh Budi terbujur kaku di tempat tidurnya. Diperiksa ke medis pun Budi di nyatakan baik-baik saja tidak ada penyakit serius, sebenarnya Ada apa yang terjadi pada Budi saat ini?. Mengapa berubah aneh seperti ini?.
Seluruh kampung sudah gempar kejadian tersebut, sehingga tidak ada lagi anak-anak mereka bermain di pantai hingga menjelang petang.
Bu Sinta yang biasanya ceria dan banyak omong kini berubah menjadi lemah, lesu dan tak ada gairah hidup, sejak putranya menjadi seperti ini. "Kamu kenapa nak? Mak kangen sama lu? Ayo temanin Mak lagi, Mak nggak sanggup melihat kamu seperti ini..." ucap Bu Sinta yang duduk di tepi ranjang sang putra sambil menggenggam erat tangan anaknya.
Segala cara dan upaya yang di lakukan oleh Sinta, ia rela menggelontorkan uang ya demi anaknya kembali seperti semula. Berbagai pelayanan kesehatan yang bergengsi dan termahal sekali pun dilakukannya, tapi tidak satupun yang bisa mengembalikan putranya seperti sedia kala. Bu Sinta masih tidak putus asa, kini mulai mengikuti saran dari sahabat karibnya untuk bertanya kepada orang yang paham dengan dunia gaib.
Sebenarnya Bu Sinta adalah orang yang tidak percaya dengan hal-hal itu, karena masih menganggap semua itu tahayul. Akhirnya ia mulai percaya sedikit, setelah apa yang menimpa putra semata wayangnya itu.
"Gimana? Kamu bersedia saran aku kan?" tanya Marni sahabat Sinta meyakinkan.
"Kamu tenang aja, semua baik-baik aja kita doakan yang terbaik ya? Kita langsung ke tempat orangnya nanti, dan membawa Budi langsung kesana" lanjut Marni, kemudian diangguki Sinta namun masih belum yakin apa anaknya bisa kembali sedia kala.
-----
Singkat cerita Sinta dan Marni juga dua orang yang menbantu menggendong Budi pun sampai di rumah kayu yang ada di hutan tak jauh dari pantai dan perkampungan mereka. Walaupun tidak jauh letaknya, akan tetapi mereka baru tau jika ada seseorang yang tinggal di rumah tersebut.
"Assalamualaikum Inyiak?" ujar Marni sedikit berteriak memanggil orang yang di panggil Inyiak itu. Tak berselang lama keluarlah seorang laki-laki tua bersorban putih dari rumah tersebut.
"Hmm, wa'alaikumsalam ada apa kalian kemari?" ujar Inyiak tersebut pada mereka semua, tapi tatapannya terpaku pada bocah kaku yang digendong itu. Ya dialah Budi.
Dengan tatapan marah Inyiak ini berkata lagi. "Kenapa kalian membawanya kesini? Kalian tunggu saja sampai harinya tiba!" setelah mengatakan hal tersebut Inyiak berbalik dan Sinta melihat hal itu heran, akhirnya bersuara dengan ratapan seperti permohonan sang Ibu untuk kesembuahan putranya itu. "Inyiak tolong bantu saya, saya tak sanggup lagi anak saya seperti inii, hiks... hiks..." ujar Sinta dengan terisak-isak.
Mendengar hal itu, Inyiak yang tadinya mau masuk ke rumahnya menghentikan langkahnya kemudian berkata. "Kamu yakin, anakmu itu akan selamat? Kamu sanggup memenuhi persyaratannya?" ucap Inyiak tersebut dengan nada mengintimidasi, masih membelakangi mereka semua.
"Saya siap, Apapun itu Saya sanggup melakukan, asalkan putraku sehat sedia kala!" jawab Sinta lantang dan penuh keyakinan, hatinya sudah cukup terluka melihat keadaan putanya, bukan saatnya Ia terlihat lemah, apapun itu akan Ia lakukan, apapun itu tanpa kecuali.
"Baiklah, kalian masuk dulu. Ada beberapa yang ingin Saya sampaikan!" perintah Inyiak mempersilahkan mereka masuk. Sesampainya di dalam alangkah terkejutnya mereka melihat pemandangan dalam rumah tersebut. Sangat indah dan megah, walaupun tampilan luarnya seperti tidak terurus, tapi mereka seolah tak percaya apa yang mereka lihat, sangat megah, indah dan nyaman sekali.
"Duduklah!" Inyiak mempersilahkan mereka duduk.
"Baiklah, dengarkan Saya baik-baik dan jangan pernah membantah apapun yang Saya ucapkan. Bukan hanya dia.. tapi kalian semua" ucap Inyiak sembali menunjuk ke arah Sinta lalu arah Marni dan 2 orang bapak-bapak membantu menggangkat Budi. Budi sudah di letak di tempat yang nyaman, di atas karpet beludru tempat mereka duduk saat ini.
"Baik" jawab Sinta dan di angguki yang lainnya.
"Sejak kalian memasuki rumah saya berarti kalian semua tidak boleh keluar dari sini sebelum Budi kembali. Tidak ada bantahan, ada pantangan untuk kalian selama disini, jangan pernah sesekali berpikiran jahat. Saya tidak akan mengawasi kalian, tapi Allah maha tahu apa yang kalain perbuat. Kemudian selama proses pengobatan Budi, kalian semua selalu berzikir tanpa henti disini. Kalian tidak usah kawatir untuk makan kalian aman, saya jamin itu. Terakhir, untuk Ibu Sinta sebagai ibunya Budi saya ingin bertanya dan jawab dengan sejujurnya, tanpa harus ditutupi, kamu siap?" ucap Inyiak panjang lebar dan bertanya pada Bu Sinta langsung di anggukinya.
"Sebelumnya selama ini, kamu tidak sadar apa yang tengah terjadi dikeluargamu itu?" Tanya Inyiak.
"Hmm, saya nggak tau Inyiak." jawab Sinta sedikit ragu.
"Jangan ada keraguan, jawab saja dengan jujur!" bentak Inyiak keras, memabg Inyiak orang yang temperamental.
"Sebenarnya Saya tidak tahu pasti Inyiak sungguh. Tapi Saya sedikit menceritakannya apa yang tengah terjadi yang Saya ketahui saja." jawab Sinta akhirnya.
"Ya apa itu?" Inyiak bertanya kembali dan mengangkat satu alisnya menatpa Sinta.
"Dulu sebelum Saya menjadi seperti saat ini, Saya berasal dari keluarga miskin, tapi sejak perjodohan Saya dengan Almarhum suami Saya, akhirnya Saya hidup kami mulai menunjukkan kesejahteraan. Saya sendiri tidak tau yang terjadi, saya pikir kehidupan kami saat ini ada peruntungan saat Saya sudah menikah, mungkin ini rezeki saat kita setelah menikah. Tapi hari-hari Saya jalani, Saya melihat ada yang aneh dengan suami Saya, ekspresi dia sama seperti yang di alami oleh Budi saat ini. Namun suami Saya itu, masih bisa menjalani hidup dengan normal, walaupun bertahan 6 tahun saja, tepatnya anak saya berusia 5 tahun. Saat itu saya cukup terpukul, tapi saya mulai mengikhlaskan kepergiannya, dan menjalani hari-hari dengan membesarkan Budi seorang diri. Tapi sebelumnya saya pernah di ajak oleh suami saya ke kampung halamannya, ya sedikit aneh masyarakat di kampung suami saya itu, tapi saya juga menyesuaikan diri. Begitulah kira-kira kejanggalan yang saya lihat selama ini" akhirnya Sinta menjelaskannya.
"Inyiak saya mohon selamatkan anak saya, saya tidak sanggup ia pergi... hiks... hiks..." Sinta kembali memohon.
Semua terdiam apa yang di utarakan oleh Sinta. Inyiak sedari tadi diam akhirnya membuka suarany kembali "kamu yakin hanya itu saja?" Sinta menggangukkan kepalanya kembali. "Baiklah sebenarnya yang terjadi itu adalah ilusi dalam kehidupanmu, kamu sadar bahwa selama ini kehidupan apa yang kamu jalani?" Inyiak itu berkata dan Sinta mengelengkan kepalanya dengan ketidak tahuannya.
"Ti-tidak Inyiak..." ujarnya lirih dan menunduk. Sebenarnya tempat kamu itu bukan disini, kamu terjebak oleh orang-orang seperti mereka itu. Memang terlihat baik, tapi itu adalah ilusi yang mereka buat seolah-olah semuanya nyata. Nyatanya kamu itu arwah yang terjebak.
Degh... (Serasa sesuatu yang menghujam dadanya secara keras.)
"Ti-tidak mungkin kan?" Sinta kembali menggeleng tidak percaya. Ia mulai berzikir merapalkan doa, tanpa sadar Sinta mengikuti aturan Inyiak lakukan tadi. Perlahan-lahan tapi pasti Sinta mulai limbung dan mulai kehilangan kesadarannya. "Mulai saat ini, kamu harus hidup lebih baik, jangan pernah berbuat hal yang merugikan bergunalah bagi semua orang" ucap Inyiak merapalkan doa, kemudian menutupkan mata Sinta.
-----
"Aaaa.... Bang Maliik, Marnii... Budi ... Hiks... Hiks" Sinta yang baru bangun pun berteriak histeris memanggil beberapa orang, dan benar saja Malik beserta kedua orang tua Sinta menghampirinya dan berucap syukur.
"Alhamdulillah kamu selamat sayang..."lirih Malik yang seperti kucel tak terurus beda dengan kehidupan sebelumnya, meski seperti orang kehilangan gairah hidup tapi penampilannya masih ok.
"Alhamdulillah naak... Kamu sadaarr..." ucap Wina ibu Marni haru. Sinta melihat sekeliling tempat ia tidur seperti rumah sakit, kemudian Sinta menggerakkan seluruh badannya, tapi kaku dan tak berdaya.
"Aku dimana Bu? Yah? Kenapa semua badan ku tidak bisa digerakkan, Ya Allah" jerit lirih hampir tak terdengar.
Orang tua Sinta pun iba melihat anaknya seperti ini, mereka cukup terpukul. Tapi yang lebih terpukul lagi suami Sinta yaitu Malik. Acara bulan madu mereka yang sudah mereka tunda 2 bulan sejak pernikahan mereka, dengan bercita-cita mendaki gunung bersama menjadi malapetaka. Dan sangat disayangkan sekali Marni adik Malik sekaligus sahabat Sinta meninggal saat peristiwa erupsi gunung tersebut dan bersyukur Sinta hanya koma. Tapi ntah apa yang akan Malik sampaikan pada Sinta nantinya, jika Sinta bertanya.
"Bang Malik... Hiks... Hiks... Kamu kah itu?" ucapnya lirih dan mulai menggapai Malik untuk menyentuh wajah Malik. "Bang... Aku merindukanmu..." lanjut Sinta dengan lirih. Segera Malik menyentuh tangan kurus Sinta dan menggenggamnya dengan erat sambil menciuminya. "Terimakasih, kamu sudah kembali sayang..." ucap Malik dengan meneteskan air mata. Orang tua Sinta yang sedari tadi sudah pergi dan memberikan moment haru pasutri tersebut ruang.
"Bang..." panggil Sinta lembut sambil mengusap rambut lebat Malik yang sudah tidak terurus itu.
"Ya sayang... Kamu butuh sesuatu?" Malik bertanya dengan lembut. Sintapun mengangguk "Aku haus..." dengan sigap Malik mengambilkan air minum di nakas dekat ranjang itu.
Setelah lama nelepaskan rindu, akhirnya Sinta tertidur kembali setelah meminum obat untuk pemulihannya.
"Buk, Yah... Apa yang harus Malik sampaikan pada Sinta tentang Marni nanti, dan bagaiman jika tau dirinya mengandung kala itu..." tanya Malik pada kedua orang tua Sinta yang turut serta menjaga Sinta. "Kamu jawab saja dengan jujur, mungkin kali ini kita bisa sembunyikan itu dari Sinta. Tapi suatu saat kita harus jujur pada Sinta apa yang sebenarnya terjadi." ujar Syahril ayah Sinta dengan bijak, diangguki Wina. "Kami selalu mendukungmu nak, terimakasih sudah menunggu putri kami sesabar itu..." kali ini Wina terharu semua yang dilakukan oleh menantunya itu. "Ibu dan Ayah tidak perlu khawati, ini adalah janji Saya bahwa akn menjaga anak kalian dan semua yang terjadi saya tidak akan pernah meninggalkan dia, itu janji saya pada kalian" jawab malik tegas dan menatap Sinta yang tertidur dengan damai.
-----
Semenjak insiden tersebut, Sinta lebih banyak diam dan terlihat lebih kalem. Dirinya tak mau bicara dan bayang-bayang kehidupan sebelumnya, sebelum ia sadar dari koma terus bersemayam dibenaknya tak bisa ia lupakan. Kalian tau itu kehidupan orang bunian. Jika ingin tau akan ada bahasan lainnya(tulis di kolom komentar ya, jika tertarik🤗🤗)
Terpukul? tentu saja Sinta terpukul. Tapi Sinta bukanlah orang lemah dan larut dalam kesedihan. Diamnya Sinta karena sejak kejadian itu, dan sadar dari komanya Sinta bisa melihat yang gaib-gaib. Awalnya Sinta takut tapi lama kelamaan terbiasa. Terlebih Sinta bisa melihat Marni sahabatnya, yang juga menjadi teman ceritanya. Sekarang Sinta bisa hidup bahagia dengan Malik walaupun ini versi Sinta yang baru tak mengurangi rasa cinta Malik sedikitpun. Mereka sudah dikaruniai seorang anak perempuan.
Bagaimana dengan Budi? Budi apakah nyata? kehidupan sebelumnya adalah ilusi, berbeda dengan Marni yang bisa dirasakannya, Budi hanyalah khayalan yang mungkin kelak terjadi, tapi itu tidak akan terjadi. Jika takdir bisa berubah. Mengapa begitu? Ya karna Budi duluan kembali ke pangkuan ilahi sebelum dilahirkan.
Lalu bagaimana dengan sosok Inyiak? Sebenarnya yang perlu diketahui Inyiak itu adalah legenda berasal dari Sumatera Barat tepatnya masyarakat Minangkabau. Inyiak makhluk gaib yang terkadang keberadaannya nyata. Untuk sosok Inyiak sendiri bisa seperti harimau atau seorang kakek tua, tergantung masing-masing individu yang bisa melihat. Sebenarnya Inyiak bisa dibilang khodamnya seseorang yang diberikan nenek moyang untuk anak dan cucu mereka, sebagai pekindung mereka.
Mohon maaf jika cerpen ini kurang berkesan. Ada informasi keliru mohon dimaafkan. Perlu Author ingatkan, bahwa didunia ini memang ada yang gaib dan yang nyata. Maka jangan sesekali menyepelekan yang gaib tersebut. Kita tidak akan tau kedepannya seperti apa. Sekian, salam manis dari Author Nysa.🤗🤗