Pagi itu seperti biasa, aku bangun pagi dan mengerjakan segala pekerjaan rumah guna membantu ibuku. Ya aku tinggal bersama ayah , ibuku serta adik lelakiku yang masih duduk di bangku SD. Setelah semua pekerjaan rumah selesai , bertepatan dengan selesai juga ibuku menyiapkan sarapan pagi buat kita semua.
Di meja makan itulah kita berempat sarapan bersama sebelum memulai kegiatan masing-masing.
Namaku Kumala, seperti biasa setiap pagi aku selalu berangkat bekerja di sebuah pabrik tekstil didaerah tempat tinggal ku. Disanalah semua bermula , tentang dia yang hanya bisa kulihat dari jauh saja. Ingin rasa mendekati dirinya, namun diri ini sadar siapakah aku , sehingga bernyali untuk mendekati dirinya.
Dia bernama Gilang lelaki yang menurut pengamatanku adalah sosok yang sangat sempurna, jadi bukan salah diri ini jika mempunyai angan bisa bersanding dan memilikinya.
Singkat kata dari pabrik lah hubungan ku dengan Gilang bermula, tak pernah kuduga jika sebenarnya dia pun ada rasa padaku. Jadi kita memutuskan menjalin hubungan. Banyak teman kerja pabrik yang tau soal hubungan kami, bahkan bisa membuat siapapun yang melihat kami akan sedikit iri (hahaha). Tak terasa bulan demi bulan hubungan kami berjalan , hingga tanpa terasa lebih dari 1tahun kita berhubungan. Maka dari itu Gilang mempunyai niat untuk melamar diri ini , siapa yang tidak bahagia mendengar kabar ini terkecuali aku.
Tapi terkadang aku lupa , jika tak semua keinginan, harapan itu sesuai apa yang dibayangkan. Seperti kisah cintaku yang terjalin hingga 1tahun lebih. Kukira hubungan kami baik baik saja , dan diterima baik oleh keluarga ku maupun keluarganya. Tapi siapa bisa menyangka jika dibalik itu ternyata orang tua Gilang tidak setuju jika hubungan ini dibawa ke jenjang serius , hanya karena perbedaan status sosial kita.
Kukira Gilang bakalan berusaha agar orang tua nya merestui kami. Tapi harapanku tak sesuai kenyataan. Sore itu kami berdua jalan dan makan di sebuah warung langganan kami. Disanalah kata yang tak pernah kuduga akan keluar dari mulut Gilang terucap begitu saja. Yah benar dia memutuskan hubungan kami , dia memilih mengikuti permintaan ibunya, sore itu jadi senja terakhir kebersamaan ku dengannya. Hubungan kami yang berjalan lama akhirnya kandas karena terhalang restu.
Setelah hari itu , aku mendengar kabar pertunangan dia dengan wanita pilihan orang tua nya. Hanya air mata yang jadi saksi betapa hancurnya hatiku saat itu. Tapi kehidupan tetaplah harus berjalan. Aku bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan ditempat lain dan berharap bisa melupakan dia .
Pernah suatu hari aku bertanya, pada hatiku apakah rasa untuknya masih ada sehingga setelah tahun tahun terlewatkan aku masih sendiri , atau sebenarnya move on itu gagal kulakukan.
Entah lah tapi satu hal yang pasti , aku mengucapkan terimakasih untukmu atas segala rasa dimasa lalu , yang entah kapan akan aku temukan penggantinya.