Sebulan ini cukup berat untuk bisa terus menulis dan mencurahkan isi ide di kepala untuk menyambung cerita pada novel yang sedang ku buat (yang tak pernah ada pembacanya). Pikiran hanya terfokus pada persoalan yang mungkin orang lain anggap sepele, perihal kucing yang sudah menemani keluargaku selama 7 tahun lamanya sejak adopt dari masih baby kitten.
Berawal dari awal bulan Februari kucing kesayangan kami sakit. Setiap harinya dia harus menggunakan collar agar kucingku yang bernama Night tidak menjilati bagian luka di tubuhnya. Meski terlihat tidak nyaman, tapi Night seperti merelakan dirinya mengenakan collar demi cepat sembuh.
Sepuluh hari lamanya dia menggunakan collar berbentuk corong yang cukup membuatnya kurang nyaman. Sehari-hari dihabiskan dengan tidur, makan dan sedikit bermain-main di dalam rumah. Walau kadang sesekali dibawa keluar teras untuk menikmati terik matahari dan semilir angin dikala hujan yang terus berderai dari hari ke hari.
Syukur Alhamdulillah selama perawatan itu dia tetap bisa makan makanan yang bergizi dan menunaikan hajat hariannya di litter box yang khusus diberi pasir beraroma kopi. Senang bukan main melihat tingkahnya mulai tengil karena lukanya telah sembuh dan kami putuskan untuk membuka collar yang terpasang dilehernya.
Tanpa butuh waktu lama, sikap biasanya kembali muncul, tengil, usil dan berenergi. Berlarian kesana kemari di jalan depan rumah dan jika sudah lelah dia berteger di jendela menikmati kicauan burung gereja yang selalu terlihat bergerombol di atap-atap rumah. Baginya itu hal yang sangat menyenangkan melihat makhluk kecil imut-imut berkicau dan terbang hilir-mudik di sekitaran.
Sebenarnya, kami memiliki dua kucing kembar. Night dan Bruno, keusilan mereka tidak pernah ada habisnya. Berlarian di rumah, menendang-nendang bola, naik ke atas meja komputer, tidur di laptop atau iseng ke kamar mandi untuk icip-icip air keran sampai badannya lepek terkena tetesan air. Benar-benar nakal! Tapi itu pula lah yang membuatku dan yang lain terhibur dengan kelakuan random dari sang majikan, yakni Night & Bruno.
Kembar, itulah mereka dengan segala kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Bruno memiliki kepribadian yang galak kurang menyukai orang asing sedangkan Night adalah sosok yang mudah akrab dengan siapapun. Terkadang anak-anak kecil di lingkungan rumah sering menanyakan Night.
"Enait udah sembuh kak?" tanya seorang anak kecil yang mengetahui kalau Night waktu itu sakit dan belum di perbolehkan bebas berkeliaran di luar rumah.
Tapi sejak kesembuhannya, Night bisa bebas lagi untuk menjelajah sekitar dan itu pun dibawah pengawasanku karena takut sistem imun tubuhnya masih rentan karena baru saja sembuh. Night pun mengerti dengan tidak berkeliaran terlalu lama di luar dan tidak akan keluar kalau tidak di ajak olehku atau anggota keluarga yang lain. Mungkin itu kelebihan lainnya dari Night yang bisa lebih memahami tindakan dan ucapan kami.
sejak kesembuhannya ada satu hal yang kami rindukan, yaitu ocehannya. Night selalu lebih vocal dalam segala hal. Semisal protes pasir yang sudah kotor dan perlu segera di ganti, atau air minumnya yang sudah habis. Dengan penuh semangat dia akan memberitahukan kepada kami dengan mengeong sekeras mungkin. Tapi semenjak sakit suaranya seperti tak lagi terdengar lantang seperti biasa.
"Night, suara kamu kenapa.. Kangen loh omelan kamu" ujarku.
"uwa.." jawabnya singkat.
Ya tuhan.. Apa sebenarnya dia masih sakit?
Pikirku kala itu, mungkin dia masih belum cukup fit atau memang hanya malas saja untuk mengeong. Hari demi hari semua berjalan seperti sedia kala, minus suaranya saja yang lebih pelan dan singkat tak seperti dulu yang mudah sekali mengoceh tanda ia sedang protes atau tengah menunjukan sesuatu.
Seminggu berikutnya pun kami lewati dengan kondisinya yang nyaris tak bersuara kencang, tapi dia masih semangat untuk berlari-lari ke luar rumah untuk mencari rerumputan hijau, atau mengikuti gerak langkahku. Kami tetap bermain dengan riang gembira bersama Night dan Bruno.
Tepat seusai shalat Jum'at aku pulang ke rumah dan disana tak ada siapapun selain diriku, Bruno yang sedang tertidur pulas. Ku layangkan padanganku mengitari seisi rumah mencari sosok kucing kesayangan. Night berada di kamar di bawah samping kasur tengah mengerang kesakitan dengan lidah yang menjulur keluar dan lendir kental berwarna bening keluar dari mulutnya.
Nafasnya terengah-engah, juga degup jantung yang sangat cepat tidak normal membuatku semakin panik. Ku usap ledir yang keluar dari mulutnya dengan sapu tangan bersih dan mencoba memberikannya air minum yang ku teteskan secara perlahan, namun percuma!.
Cairan kental bening itu kembali keluar dari mulutnya. Tanpa pikir panjang, ku usap kembali dan membersihkan cairan-cairan yang menempel di wajah dan mulutnya sembari tangan kiri ku memegangi ponsel untuk merekam video beberapa detik yang ku kirimkan ke anggota keluarga yang lain dan lanjut memesan ojek online yang tak butuh waktu lama segera sampai dan mengantarkan kami ke Vets Clinic terdekat.
"Auwkkk" begitu suaranya terdengar kencang dan jelas ditengah ramainya perjalanan menuju klinik hewan.
Dua kali ia bersuara kencang. Entah apa maksudnya, mungkin dia kesakitan atau memintaku untuk cepat membawanya pulang ke rumah. Jelas aku semakin bingung dibuatnya, tapi dengan berat hati, aku putuskan untuk mengambil pilihan melanjutkan perjalanan yang tak lama lagi sampai di klinik.
Setelah mengisi form pendaftaran, kami dipanggil masuk ke ruang pengobatan dengan petugas medis seorang perempuan manis dan ramah dokter spesialis hewan.
"Hai.. Kamu kenapa sayang..." ucapnya kepada Night dengan penuh perhatian.
"Namanya Night, Dok". Ucapku mengenalkan sosok kebanggaan keluarga kami.
"Night, mari di periksa dulu ya" ucapnya sembari mengeluarkan kucingku dari Pets Cargo.
Dokter muda ini memperlakukan Night dengan sangat lembut dan begitu pun Night menurut tanpa protes. Aku juga menjelaskan asal muasal kejadian sepengetahuanku tanpa ada yang di tutup-tutupi. Tak lupa juga aku merekam audio percakapanku dengan sang dokter agar bisa diketahui oleh keluarga.
Bisa dikatakan upaya sang dokter hanya pada penanganan awal saja dengan menberikan suntik vitamin dan menyerahkan obat berbentuk pil untuk gejala keracunan dan juga obat sirup untuk booster imun. Meski baru berobat sekali, tetapi kelihatannya Night sudah lebih baik dan nafasnya pun tidak ngos-ngosan.
Lega dengan perubahan singkatnya, aku pun membawanya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku menghidupkan penghangat ruangan agar suhu tubuhnya normal kembali sesuai anjuran dokter dan terlihat Night pun nyaman.
Dua hari berlalu namun tak nampak perubahan apapun, bahkan untuk makanan harus disuapi dengan makanan khusus untuk penanganan urgent pada kucing yang tak memiliki nafsu makan tapi dia masih bisa untuk minum sendiri di wadah minumnya. Pikirku, mungkin saja besok dia sudah normal kembali dan sembuh seperti sedia kala.
Karena setelah berobat tak ada kemajuan apapun. Kami putuskan membawanya ke dokter yang lebih ahli yang sudah lumayan terkenal di Jakarta Timur meski sedikit jauh dari rumah kami di wilayah Pasar Rebo. Keputusan itu diambil oleh semua anggota keluarga, mengingat reputasi sang dokter yang disarankan sangat kredible dan memang sudah dokter senior berumur 60an tahun.
Hari-hari terus berjalan dengan kondisi Night yang kondisinya tidak lagi bisa dikatakan baik-baik saja bahkan langkah kakinya terlihat gontai untuk berjalan ke bak pasir atau minum di mangkuknya. Tak henti-hentinya kami berdoa di sela-sela ibadah demi kesembuhan anggota keluarga yang sudah 7 tahun sejak kelahirannya dan menghiasi keseharian kami semua.
semua mulai khawatir, begitupun kebarannya yang bernama Bruno, biasanya dia lebih bangak menghabiskan waktu untuk bermain-main dan tidur, kali ini ia sangat inisiatif untuk ikut serta menjaga saudara kandungnya yang kondisinya semakin memburuk.
Bruno akan datang mengecek kondisi Night di waktu-waktu tertentu. Mencurahkan kasih sayang sebagai saudara yang telah hidup lama berdua. Mungkin dia merasa kesepian karena tak ada teman bermain untuk menghabiskan waktu. Kadang kala ia melihat dari kejauhan atau duduk disamping Night yang selalu tidur dengan posisi menyamping, setidaknya itu gambaran yang aku lihat, jika ia pun sangat khawatir akan kesehatan saudaranya sendiri.
Tentu melihat pemandangan itu membuat kami terenyuh sedih bercampur khawatir yang semakin berlebih pasalnya Night sudah seminggu tidak buang air besar meskipun asupan nutrisi makanan tetap kami berikan dari makanan cair yang khusus untuk kucing yang sedang sakit dengan cara di suapi.
Seminggu terlewati dengan kondisi yang semakin memprihatinkan. Kami putuskan jika pada hari Jum'at tak kunjung membaik, kita berencana akan menitipkan ke klinik untuk penanganan yang lebih intensif untuk diawasi secara profesional. Meski harus merogoh kocek lebih, mengingat kami pun bukan dari kalongan berada tapi kami yakin untuk mencoba yang terbaik bagi kesembuhan Night.
Usai shalat Jum'at aku bergegas pulang karena tak ada seorang pun di rumah. terlihat Night masih seperti kondisi sebelumnya, aku merawat dan menghangatkan tubuh dengan pemanas karena suhu tubuhnya terasa dingin dan terlihat ia nyaman dan kembali tidur dengan posisi menyamping andalannya.
Tak ada kecurigaan apapun dan ingat jika tidak boleh terlihat khawatir karena takut mempengaruhi si kucing. Aku bersikap biasa, dengan mengajaknya ngobrol ngalor-ngidul yang entah apa poin pembicaraanya itu, yang penting aku tak akan membiarkan dirinya merasa sendirian. Meski tak bersuara tapi ia merespon dengan gerak pipil mata dan kupingnya yang kadang bergerak-gerak lembut seiring pembicaraan.
Ah.. Dia ganteng dan lucu.. Tuhan selamatkan nyawanya.
Di dalam hati merintih terus berdoa semoga ada keajaiban yang tercipta dan menyembuhkan sosok kesayangan kami. Namun nasib berkata sebaliknya.
Badannya mengejang. Ia mengerang sejadi-jadinya yang membuatku semakin panik. Aku gapai tubuhnya dan mendekapkan ke pelukan mengusap punggungnya sembari menahan tangis yang hendak tertumpah. Ku tahan sebisa mungkin, aku yakin dia masih bisa bertahan!.
"Night... Sehat ya sayang... Night..." ucapku menahan pilu.
Ia terus mengerang seperti sangat kesakitan dan tubuhnya menegang tak tergambarkan kondisinya benar-benar diluar batas pengetahuanku. Ku coba teknik CPR juga memberikan nafas buatan langsung mulut ke mulut namun nafasnya semakin melemah, ku lakukan sekali lagi dan Night kembali mengerang.
Ku buka layar ponsel dan melakukan panggilan video dengan salah satu anggota keluarga demi memperlihatkan kondisi kucing kesayangan kami. Ku terus mengelus-elus dadanya. Sejenak nafasnya mulai lancar tak lagi terengah-engah.
"Night.. Tungguin kakak ya.. Kakak pulang sekarang ya sayang" ucap seseorang di panggilan video.
"Cepat pesan ojek dan langsung ke klinik" lanjut, ucapnya memerintahku untuk segera berangkat ke klinik yang ia maksud.
Tak sampai satu menit Night kembali mengerang lagi. akhirnya tangisku pun tak tertahankan, persetan dengan semuanya, aku tak lagi menghiraukan panggilan video. Ku peluk erat tubuhnya yang mengerang dengan nafas yang tak beraturan.
Ku usap lembut kepalanya, menciumi pipinya sampai hembusan nafas terakhirnya. Air mata yang tak terbendung kian membasahi wajahnya.
"Ya Allah... Night.. Bangun Night.. Nanti kita main lagi..."
"Night bangun... sebentar lagi kakak-kakak kamu pulang, nanti kita main Night". ucapanku makin gila tak tau apa yang terus aku ucapkan aku menceracau dan menangis dengan bersamaan.
Bruno yang sedari tadi tak ku hiraukaun terus mengeong melihat kondisi saudaranya. Kami berdua larut dalam kesedihan sampai beberapa anggota keluarga yang lain berdatangan.
"Night maafkan kakak... Maaf selama ini aku selalu jail dan tak sadar, mungkin selama ini kamu sudah melawan rasa sakit yang aku tidak tau.. Semoga waktumu bersama kami benar-benar membuatmu bahagia. Terimakasih telah menjadi bagian dari keluarga ini"
"Jujur, sampai tulisan ini ku buat masih ada air mata yang menetes. Rasa sakit ini, rindu ini benar-benar terasa berat untukku dan untuk kami semua"
"Terima kasih Night, kakak sayang kamu"