Diruangan yang berbau obat, botol-botol kaca berisikan sebuah cairan berwarna berbeda tertata rapi di dalam lemari kaca. Seluruh peralatan sains yang pernah manusia temukan ada di dalam ruangan itu.
Padahal itu hanya ruangan dari gedung sekolah SMA biasa. Dan aku tengah berdiri di bibir meja. Aku adalah Aksa Arsyanendra, hanya seorang siswa SMA tingkat Akhir yang tertarik dengan sihir bernama Sains. Di SMA ini hanya aku satu satunya anggota dari klub sains.
Kenapa aku ada di ruangan ini?. Oh ini adalah hobiku. Memakai jas putih dengan kacamata pelindung layaknya seorang Ilmuwan profesional. Yang bertugas meneliti dan mengamati Sains, serta beberapa kali menemukan Tehknologi mutakhir.
Tentu aku adalah salah satu siswa berprestasi di sekolah ini. Dimulai dari lomba debat antar provinsi hingga lomba pengembangan Tekhnologi sains tingkat internasional. Semua itu kudapat dengan dedikasi dan kerja keras yang tinggi.
Sejak olimpiade ku yang terakhir aku telah menemukan beberapa tekhnologi baru yang canggih. Aku juga memiliki kesibukan lain. Salah satunya mengikuti Klub bela diri yang berfokus pada penggunaan pedang atau katana. Aku tak mau jika nanti nya Tekhnologi yang kutemukan digunakan sebagian pihak untuk kepentingan mereka sendiri.
"Aksa! Ayo pergi kita akan Rapat untuk malam nanti!"
Dia putri seorang siswi berkacama dengan rambut pendek. Berteriak dari balik pintu yang terbuka. Malam ini organisasi OSIS akan mengadakan latihan dasar kepemimpinan bagi calon OSIS yang baru.
Tentu saja aku juga seorang siswa organisasi. Sudah kurang lebih 2 tahun bergelut dengan organisasi kepemimpinan ini dan aku serta anggota OSIS lama akan menjadi panitia acara tersebut. Dan malam ini aku akan menyerahkan sepenuhnya kepada Osis yang baru.
Sungguh Rapat yang membosankan. Terkadang aku berfikir untuk membuat jubah tembus pandang. Sayangnya itu belum ku usahakan. Rapat yang hanya terus membahas hal yang sama. Sungguh merepotkan, ini samasekali tidak Efisien.
Akankah semua anggota dalam forum mendengarkan apa yang dipermasalahkan?. Tentu tidak salah satunya aku sendiri. Kebanyakan siswa mengobrol santai. "Hei kau dengar rumor tentang iblis itu?... kudengar dia memakan daging manusia!"
Ah.. lagi-lagi rumor yang tak jelas asalnya masuk ke telingaku. Iblis pemakan manusia?. Tidak mungkin, aku sama sekali tak mempercayai hal yang ghaib. Hal seperti itu seharusnya tidak ada. Sudah beberapa Ilmuwan yang membuktikan bahwa setan dan semacamnya itu fiksi. Itu hanya cerita yang dibuat untuk menakuti manusia.
Jika pun ada mungkin itu bukan lah hal ghaib. Singa, harimau, atau beruang? Yang pasti bisa dijelaskan secara Sains.
Rapat telah berakhir, tak ku sangka butuh waktu satu jam hanya untuk membahas hal yang sama berulang kali. Semua keperluan sudah dipersiapkan.
Tak tersa rembulan telah naik, menghiasi malam yang gelap. Malam ini begitu cerah. Rembulan menyinari malam, langit yang gelap dihiasi butiran bintang yang amat indah. Gemerlapan diangkasa lepas.
Sekolahku tak terlalu jauh dari rumahku. Entah itu bisa kusebut rumah atau tidak. Itu hanya sepetak kamar kecil. Kebanyakan malamku menginap di labolatorium yang lumayan jauh dari rumahku.
Malam itu berjalan lancar, beberapa pemateri telah menyampaikan ilmunya di ruangan aula dekat lapang voli terbuka. Pemateri demi pemateri telah keluar dan masuk ke ruang aula.
Malam semakin larut. Di dalam gelapnya malam itu suara dentuman keras dari luar Aula. Aku tak terlalu peduli. Mungkin itu hanya suara benda yang terjatuh. Sementara beberapa orang temanku sangat penasaran, segera berlarian keluar ruangan.
Dari jendela aku hanya melihat debu beterbangan di lapangan voli. Sesosok bayangan nampak terdiam. "Apa itu?.. seekor elang yang jatuh?" Gumamku. Semakin lama debu itu menghilang dan sesosok misterius itu berdiri tegap. Sungguh amat tinggi. Seekor beruang? Tidak mungkin.
Sosok itu kemudian melesat cepat. Menyekik salah satu temanku, Raiden. Rasa penasaran ini terlalu tinggi. Membawaku berlari keluar aula. Setelah aku amati dia bukanlah hewan atau sejenisnya. Sosoknya begitu mengerikan. Matanya yang berjumlah enam, dengan mulut lebar dan gigi tajamnya menganga. Tanganya yang kekar dengan kuku jarinya yang panjang menyekik Raiden. Di tangan kananya mengepal sebilah katanya berah darah.
Saat itu aku sadar. Ini bukan sesuatu yang bisa dihadapi manusia. Seketika malam itu berubah kacau. Semua orang berlarian luntang lantung. Aku seketika teringat dengan rumor yang beredar. Mungkin ini iblis yang dimaksud.
"Zaidan, cepat evakuasi yang lain jauh dari sini... dan evakuasi juga warga sekitar dalam radius 5 kilometer" ucapku. Melirik pelan ke arah Zaidan ketua OSIS angkatanku.
"Apa yang akan kau lakukan Aksa!?" Ucapnya panik.
"Lakukan saja Zaidan... Makhluk ini harus aku alihkan, jika tidak, kita semua seratus persen akan mati" ucapku sedikit menakut nakuti.
Zaidan tak protes apapun, ia menjalankannya sesuai arahanku. Beruntung di sekitarku sebilah katana terpajang milik klub beladiri.
Monster itu menoleh ke sana kemari, melihat manusia yang berpecah kesana kemari. Tentu aku memanfaatkan momen itu. Dengan sebilah katana di tangan kananku, aku berniat memotong kengan monster itu. Namun, kulitnya saja sangat keras, pedangku tak mampu menembusnya. Untungnya cengkramannya terlepas. Aku mencoba memberi tahu semua yang ada di kepalaku sesingkat mungkin.
"Ikuti arahan Zaidan Evakusi dalam radius 5 kilometer!, cepat!" Seruku
Sial situasi sangat mendesak. Butuh beberapa waktu hingga yang lain tenang dan pergi. Apaboleh buat, terpaksa aku harus menahanya meski hanya satu menit saja.
Monster itu sepertinya tak tertarik padaku. Matanya menyelisik ke berbagai arah.
"Hei Makhluk hina, kau melihat kemana, Lawanmu ada di sini!" Seru ku keras.
Makhluk itu menoleh ke arahku dengan mata sinis di ke enam matanya. Ia nampak amat marah. "Sial, bagaimana aku akan mengalahkannya?" Gumamku.
Makhluk itu melesat cepat ke arahku. Untung tanganya yang besar dan kukunya yang tajam berhasil ku tahan dengan pedang di tanganku. Segala serangan pun telah aku lancarkan. Namun, monster itu dengan mudah menghindar.
"Huuuuff..." tubuhku tidak terlalu terlatih. Tubuhku masih lebih lemah dari pada teman seklubku yang lain. Hah.. untungnya aku sudah menyiapkan ini.
Tekhnik pernapasan, pengendalian Emosi. Manusia mempunyai kekuatan yang amat besar, yaitu Emosi mereka, tangis, sedih, sakit, kecewa, marah. Itu adalah kekuatan manusia. Aku menyadari kekuranganku. Tubuhku lemah, dan mudah lelah serta pernapasanku yang terkadang sesak. Maka dari itu aku mempelajari ini. Tekhnik pengendalian Emosi. Dengan mengubah emosi yang dipengaruhi oleh hormon Dopamin, serotin, oksitosin dan endorfin menjadi bahan bakar tenaga, pereda sakit, pelumas otot, mengkoordinasi setiap sel dalam tubuhku. Meski mati, Aku akan menggunakan apa yang bisa aku gunakan.
Dibantu dengan tekhnologiku yang memenangkan peringkat 1 internasional. Kacamata sains. Alat yang bisa memperhitungkan, tinggi, lebar, panjang, kecepatan, Massa, bahkan memprediksi pergerakan benda dengan memperkirakan Massa, kecepatan serta sudut awalnya. Dengan kacamata ini aku bisa memperhitungkan pergerakkan mahkluk itu yang amat cepat.
"Haah... sial, tubuhku sudah tidak kuat!" Kesal ku.
"Hahaha..kau..boleh juga, anak manusia" makhluk itu berbicara.
Bagaimana aku tak tercengang mendengar kalimat dari mulutnya. Makhluk ini, dia bisa berbahasa manusia. Sial, apa ini, hasil eksperimen gelap?, alien?, atau mungkin Cyborg?. Segala spekulasi ada di kepalaku. Entah sepekulasi mana yang benar.
"Haha..kau hebat juga... sekarang sekitar kita sudah sepi... ayo hibur aku dengan tingkah konyolmu" ucapnya sombong.
Benar, sekitarku telah kosong. Zaidan dan yang lain berhasil mengefakuasi mereka dengan sangat cepat, tapi apa di sini benar-benar bersih?. Sudahlah.. aku percaya mereka. Hm, mungkin ini saatnya aku menggunakan itu!.
Salah satu tehknologi muthakir. Lempeng pencipta!. Benda ini layaknya sebuah mesin fotocopy. Program yang amat janggih, sensor di bawahnya akan mensalin data partikel dari benda. Dengan menempelkanya pada benda tertentu, alat itu akan bisa menyalin benda tersebut secara detail. Menempelkanya pada bilah pedang, dapat membuat salinanya dengan sama tajam dan kuatnya.
"Creation... sword a thousandfold" seribu bilah pedang tercipta di atas tanah tepat di depanku.
"Hah, apa yang akan kau lalukan dengan mainan srbanyak itu" seru Makhluk itu dengan lantang.
"Hah!, ini belum selesai. Levitation!!" Seru ku lantang. Pedang-pedang itu perlahan melayang.
Digabungkan dengan tekhnologi ku yang lain. Ring of Levitation. Cincin yang terhubung dengan lempeng pencipta. Ini bisa membuat benda yang ditandai melayang. Yang kemudian akan dikemdalikan dengan gelombang otak melalui kacamata sains. Penggabungan yang sempurna, dengan ini aku bisa menahanya lebih lama.
"Haha... apa ini, sihir?. Menarik!, kita lihat bagaimana kau akan menggunakanya!" Ucapnya dengan sombong.
"Kau salah!.. ini bukan sihir!, ini Sains!" Seru ku lantang.
Dari kaca mata sains aku membuat model sayap dengan pedang, menempelkanya pada pundakku. Dengan kacamata kendali ini, aku bisa mengendalikan pedang-pedang itu tanpa barus menyentuhnya. Bilah-bilah pedang menyatu di punggunggu menciptakan sayap megah dengan katana.
Pedang pedang itu melayang bersamaan dengan badanku. Mengarahkan bilah tajamnya, menghujani makhluk itu dengan hujan pedang.
Pertarungan begitu sengit. Dengan sayap besi aku bisa terbang di langit gelap malam. Pertarungan angkasa tak terhindarkan. Aku terus mengayunkan pedangku, di ikuti bilah-bilah pedang yang menyayat tangan besar monster itu. Menciptakan tarian pedang.
Pergerakkan makhluk itu sangat cepat. Setara dengan kecepatan suara, tidak bahkan kecepatan cahaya. Mahkluk itu muncul tepat di belakangku. Untung serangannya berhasil ku halau dengan perisai pedang.
Dari langit yang gelap, memunggungi rembulan Makhluk itu berteriak dengan angkuhnya.
"Hahaha... aku mengakuimu anak manusia. Mungkin ini saatnya aku memperkenalkan diri. Anak manusia, Namaku Xen'o aku adalah Alien dari planet Xan Xania. Aku datang kemari untuk mencari sumber daya. Sekarang giliranmu memperkenalkan diri"
Hm ternyata seorang alien. Terjawab sudah, pantas bagian lengan yang kupotong apat beregenerasi dengan cepat.
"Hm.. Namaku Aksa Arsyalendra. Seperti yang kau tahu aku seorang anak manusia" jawabku.
Tanpa aba-aba Xen'o berada di depanku. Kurangnya kesigapan membuat leherku dicekik olehnya. Diangkat tinggi oleh lengannya.
"Sihirmu sangat hebat Aksa, senang bisa berkenalan denganmu, Meski hanya Di Waktu yang singkat!" Ucapnya marah.
Tangannya yang besar menghemlaskanku. Beberapa kali tubuhku menembus dinding. Beruntung sebelumnya bagian belakangku sempat di lindungi dengan pedang besi. Membuatku hanya setengah sadar. Pedang yang digunakanya untuk menahan serangan tadi menjadi rontok dan hancur.
Rasa sakit terasa di sekujur tubuhku. Ah tidak, aku mulai kehilangan kesadaran, sial... sial.
"IBU!!...AYAH!!... DIMANA KALIAN" teriak seorang anak di dalam kobaran api.
Ah kenapa aku disini. Mimpi?, sepertinya tidak, ini... ini adalah ingatan masalalu. Ya, benar ini adalah tragedi pada saat itu.
Seorang anak luntang lantung, berlarian kesana kemari sembari terus menyahut kedua orang tuanya.
"ANAKKU!!... OH ANAKKU" sahut seorang ibu memeluk anak kecil malang itu.
Bahan kayu terus berjatuhan dari langit-langit rumah. Seruan sirine mobil pemadam kebakaran. Menaburi kobaran api dengan percikan air.
Tepat di atas mereka, sebongkah kayu lapuk jatuh.
"AWAAS..." seru seorang pria berlari dari tempatnya, mendorong sepasang ibu dan anak itu. Beruntung mereka selamat. Namun sial tubuh sang ayah yang tertimpa.
"AA... AYAH!" teriakan tangis sang ibu.
Ditengah badanya yang lerlahan terlahap api dengan lirih ia berkata. "Jangan menangis.. cepatlah kau tidak punya waktu,.. selamatkan anak kita!"
Dari jendela di belakangnya sebuah perosotan balon karet anti api mengembang. "Cepat!... Melompat" seru salah seorang damkar.
Tanpa Ragu sang ibu melempar anaknya ke perosotan balon itu. Sang ibu melihat terakhir anaknya, sebelum tubuhnya tertimpa atap bangunan dan tubuhnya dilahap api.
Mataku terbuka lebar, kembali ke tembok gedung sekolah yang hancur. Ah Mimpi itu lagi, Tragedi yang menewaskan kedua orang tuaku. Sial, aku selalu berfikir kenapa aku tidak mati saja di sana. Bersama dengan kedua orang tuaku.
Terdengar jeritan keras, mungkin itu salah seorang temanku. Aku harus segera membantunya. Sial!.. kenapa tubuh ini begitu sulit di gerakkan. Ayolah tubuhku!. Shuufftt, BERDIRILAH!!.
dengan kaki yang lemah aku berhasil berdiri, memusatkan semua tenaga yang tersisa pada kedua kaki ku. Dan segera berlari kencang menuju asal suara.
Aku telah bersumpah, dimalam yang sama itu, aku bersumpah bahwa ia tak akan membuat orang merasakan hal yang sama, rasa kehilangan yang begitu dalam.
Xen'o berhasil aku hempaskan. Tanganku menggenggam kuat pedang. Emosiku meluap tinggi malam itu. Entah seperti apa mereka melihatku. Kini sekeliling tubuhku diselimuti aura putih menjulang tinggi. Kesal, Marah, sedih, kecewa, sakit, semuanya tercampur aduk. Meluap dari dasar palung Emosi.
Badanku seketika berubah kekar, rambutku kehilangan warna hitamnya. Berubah menjadi putih. Ah.. benar juga, ini tekhnik terlarang yang aku temukan. Mengorbankan sebagian sel dalam tubuhku. Membakarnya dengan emosi menjadi bahan bakar sempurna. Pertumbuhan otot yang cepat, serta rasa sakit fisik menghilang total. Benar, ini adalah tekhnik terakhir.
"PENGORBANAN JIWA!!"
Tanpa banyak bicara. Aku menerbangkan Xen'o tinggi. Hingga menembus awan, di atas sana aku menghantamkanya ke tanah, dibantu dengan tarikan gravitasi.
"AA... TEHKNIK BERPEDANG, GEMPURAN SANG NAGA LANGIT!!" Teriakku kencang.
BRUUK!!
DUAAR!!
SLAASS!
Suara pedangku menebas lehernya. Ah.. kurasa aku menang... Namun sepertinya aku juga akan mati... semua hal telah ku perjuangkan. Sel-sel dalam tubuhku telah aku korbankan. Mungkin... aku juga akan mati. Tak kusangka matahari datang begitu cepat. Menerangi tubuhku yang lemas. Aku hanya berfikir dari yang ku jatakan barusan.
Oh tuhan.. takdirmu begitu indah... inikah sebabnya aku selamat dari tragedi kelam itu... kalau begitu... misi ini selesai.