Saat memasuki gerbang sekolah, aku selalu merasa takut. Bukan karena aku takut tidak bisa menjawab soal atau takut tidak bisa membuat tugas yang diberikan guru, tapi aku takut untuk bertemu dengan mereka.
Mereka adalah sekelompok anak yang suka membully aku. Mereka selalu mengejekku, memanggilku dengan nama yang tidak enak didengar, dan bahkan pernah mengunci aku dalam ruang peralatan juga memukuliku.
Mereka selalu menyuruhku melakukan ini dan itu, jika aku menolak maka mereka akan memberimu hukuman yang membuatku takut dan menuruti perintahnya.
Aku mencoba untuk menghindari mereka, tapi mereka selalu berhasil menemukanku. Aku merasa seperti tidak memiliki tempat untuk bersembunyi dan bernafas dengan tenang di sekolah.
Bahkan aku pernah berfikir ingin berhenti sekolah, karena setiap kali ke sekolah aku seperti sedang menuju medan perang dan terhimpit masuk kejurang neraka terdalam.
Suatu hari, aku sedang berjalan di koridor sekolah ketika aku melihat mereka berdiri di depanku. Aku merasa takut dan berusaha untuk menghindari mereka, tapi mereka terlalu cepat.
"Hey, kau siapa? Babi..." salah satu dari mereka bertanya, sambil mengejekku dan menyebutnya dengan nama yang tak layak. Padahal mereka tau namaku Bayu.
Aku tidak menjawab, tapi aku hanya menunduk dan berusaha untuk berlari pergi. Tapi mereka terlalu kuat dan selalu bisa mengejarku, aku pun tidak bisa melawan mereka.
Aku merasa seperti tidak memiliki harapan lagi. Aku merasa seperti aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan mereka. Aku diam dan merasakan sesak dalam dada.
Tapi kemudian, aku ingat kata-kata yang pernah dikatakan oleh salah satu guru aku yang aku adui tentang keluhanku. "Kamu tidak sendirian, dan kamu tidak perlu takut. Kamu bisa melawan, selama kamu bertekad pasti nanti akan ada jalan."
Aku mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk menghadapi mereka. Aku berdiri tegak dan memandang mereka dengan mata yang berani.
"Aku tidak takut padamu," kataku, dengan suara yang teguh pada salah satu orang yang memimpin mereka.
Mereka terkejut dan tidak menyangka bahwa aku akan berani menghadapinya. Mereka berusaha untuk memukulku, tapi aku berhasil menghindari mereka. Aku berlari pergi dan tidak pernah menoleh ke belakang. Aku merasa seperti aku telah menemukan kembali keberanianku.
Tapi beberapa hari kemudian, aku menerima pesan salah satu dari mereka. [Kamu pikir kamu bisa mengalahkan aku? Aku akan menunjukkan kamu siapa yang sebenarnya, dan siapa aku yang sebenarnya.]
Aku merasa takut lagi, tapi aku tidak ingin menyerah. Aku memutuskan untuk menghadapi mereka sekali lagi.
Ketika aku tiba di tempat yang dia tentukan, aku melihat bahwa dia telah membawa beberapa orang lain untuk membantu. Aku merasa seperti aku tidak memiliki harapan lagi.
Tapi kemudian, aku melihat seseorang yang tidak terduga. Guru yang telah memberikan aku keberanian untuk menghadapi mereka. Guruku berdiri tepat dibelakangku.
"apa yang terjadi di sini?" tegurnya, sambil memandang mereka dengan mata yang teguh.
Mereka tidak menjawab, tapi aku melihat bahwa mereka telah menjadi takut. Guruku kemudian memanggil kepala sekolah dan beberapa guru lain untuk membantu menghentikan mereka.
Aku merasa seperti telah menemukan kembali keadilan. Aku tidak lagi merasa takut dan aku bisa melanjutkan hidupku dengan normal.
Tapi beberapa hari kemudian, aku menerima kejutan lain. Guruku memanggil aku ke ruangannya dan memberikan aku sebuah surat.
"Apa ini, pak?" tanyaku penasaran.
"Surat ini adalah dari orang tua salah satu dari mereka yang telah merundungmu," menjawabnya. "Mereka meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh anak mereka padamu." sambungnya dengan senyuman penuh keteduhan.
Aku merasa terkejut. Aku tidak pernah menyangka bahwa orang tua mereka akan meminta maaf.
Tapi kemudian, aku membaca surat itu lebih lanjut. Dan aku menemukan sesuatu yang membuat aku merasa terkejut.
(Kami meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh anak kami,) surat itu berbunyi. (Tapi kami juga ingin memberitahu kamu bahwa anak kami telah melakukan itu karena dia sendiri telah menjadi korban bullying sebelumnya.)
Aku merasa seperti telah dipukul oleh petir tetap pada relung hatiku. Aku tidak pernah menyangka bahwa mereka juga telah menjadi korban bullying.
Setelah membaca surat itu, aku merasa seperti aku telah menemukan kembali kebenaran. Aku memutuskan untuk bertemu dengan anak itu dan berbicara dengan dia tentang apa yang telah terjadi. Aku ingin tahu mengapa dia melakukan itu dan apa yang dia rasakan. Aku tidak lagi merasa marah dan aku bisa memaafkan semuanya.
Ketika aku bertemu dengan dia, aku melihat bahwa dia telah berubah. Dia tidak lagi memiliki wajah yang keras dan dingin, tapi dia memiliki wajah yang lembut dan sedih.
"Aku minta maaf atas apa yang telah aku lakukan padamu, Bayu." dia berkata, sambil menunduk dan menyebut namaku dengan benar. "Aku tidak tahu apa yang aku lakukan dan aku tidak tahu bagaimana cara menghentikannya."
Aku merasa kasihan padanya dan aku memutuskan untuk memaafkannya. "Aku memaafkan kamu, Wisnu." aku berkata, sambil mengangkat kepalanya. "Tapi aku ingin kamu tahu bahwa apa yang kamu lakukan itu tidak benar dan itu tidak bisa diterima."
Dia mengangguk dan aku bisa melihat bahwa dia telah memahami. Aku merasa seperti aku telah menemukan kembali keadilan dan aku bisa melanjutkan hidupku dengan normal.
Setelah itu, aku dan Wisnu menjadi teman baik dan kami berdua bekerja sama untuk menghentikan bullying di sekolah. Kami membuat sebuah klub anti-bullying yang kami beri nama 'Wisbay' (gabungan dari kami berdua) dan kami berdua menjadi ketua klub itu. Anak-anak yang dulu mengikuti perintahnya dan mengejarku, kini mereka juga mendengarkan perintahku.
Aku merasa seperti aku telah menemukan kembali tujuan hidupku dan aku bisa melanjutkan hidupku dengan bahagia. Aku tidak lagi merasa takut dan aku bisa hidup dengan normal.
Semua kejadian yang telah Aku alami. Aku pun belajar bahwa bullying tidak hanya merugikan korban, tapi juga merugikan pelakunya. Dan semua pelaku bullying adalah mereka yang pernah mengalami hal yang sama dan mencoba untuk membalaskan rasa tak puasnya.
10 Februari 2025