(•‿•)Cerita ini boleh di ambil dan di kembangkan kembali !*
Sore itu, langit tampak mendung, tanda hujan akan turun. Di ruang kelas yang sepi, hanya ada dua orang siswa yang masih tinggal, Dika dan Sari. Mereka berdua sedang mempersiapkan tugas kelompok yang harus dikumpulkan besok.
"Sari, kita harus selesaiin tugas ini sekarang. Besok aku gak mau dikejar-kejar guru," ujar Dika sambil mengetik di laptopnya.
Sari yang sedang menulis di buku catatannya menatap Dika sekilas. "Iya, iya. Aku juga gak mau ada masalah sama guru. Lagian, kita harus cepet, besok udah ujian praktikum," jawabnya dengan nada cemas.
Tiba-tiba, pintu kelas terbuka pelan. Mereka berdua terkejut dan melihat sosok seorang guru yang masuk ke dalam. Guru itu, Pak Satria, dikenal sebagai guru yang pendiam dan sedikit misterius.
"Pak Satria?" tanya Dika, suaranya agak ragu. "Kenapa masih di sini?"
Pak Satria tidak menjawab, hanya berjalan menuju meja guru yang terletak di depan kelas, seolah-olah tak mendengar pertanyaan itu.
"Pak, ada apa?" tanya Sari yang mulai merasa canggung.
Pak Satria duduk di kursinya dengan wajah serius, matanya tajam menatap mereka. "Tugas kalian selesai?" tanyanya datar.
Dika dan Sari saling pandang. "Belum, Pak. Tapi kami akan selesai sebentar lagi," jawab Dika dengan nada takut.
Pak Satria mengangguk pelan. "Cepat selesaikan. Waktu tidak banyak."
Kemudian, Pak Satria mengeluarkan sebuah buku tebal dari tasnya. Sari dan Dika memperhatikan, ada sesuatu yang aneh. Buku itu terlihat sangat tua, bahkan sampulnya hampir robek. Tiba-tiba, Pak Satria berdiri dan berjalan menuju jendela yang terbuka, menghadap ke halaman sekolah yang gelap.
"Pak, ada apa?" tanya Sari penasaran.
Pak Satria tidak menjawab. Namun, sebelum Dika dan Sari sempat bertanya lebih lanjut, mereka mendengar suara langkah kaki di luar kelas. Suara itu terdengar berat, seperti seseorang yang berjalan dengan sangat lambat. Mereka berdua saling pandang, semakin bingung.
"Ada siapa di luar?" tanya Dika, gemetar.
Pak Satria menoleh sejenak, matanya tajam seperti menusuk. "Kalian tidak perlu tahu."
Suara langkah itu semakin dekat, dan tiba-tiba berhenti di depan pintu kelas. Sari merasa jantungnya berdetak kencang. "Pak, saya takut…" ujar Sari dengan suara gemetar.
Pak Satria mendekati pintu dan membuka sedikit. "Tidak ada yang perlu ditakutkan," katanya dengan suara tenang.
Begitu pintu terbuka sedikit, Dika dan Sari bisa melihat bayangan hitam besar yang berdiri di luar. Bayangan itu tidak terlihat jelas, tetapi ada suara mengerikan yang terdengar seperti suara desisan.
"Apa itu?" tanya Sari, hampir menangis.
Pak Satria menghela napas. "Ini sudah waktunya. Kalian harus pergi sekarang," katanya dengan suara datar, namun terkesan penuh misteri.
"Pergi? Ke mana, Pak?" tanya Dika bingung.
Pak Satria akhirnya menatap mereka dengan tatapan yang lebih dalam. "Kalian akan mengerti nanti."
Tiba-tiba, dari luar terdengar suara berderak keras, seperti pintu yang terbanting. Bayangan hitam itu bergerak, dan suara desisannya semakin keras.
Sari dan Dika tidak tahu harus berbuat apa. Mereka berlari keluar kelas tanpa berpikir panjang, meninggalkan Pak Satria yang tetap berdiri di sana, seolah tak terpengaruh oleh kejadian aneh itu.
Ketika mereka berlari melalui lorong sekolah yang gelap, Sari berhenti sejenak. "Dika, itu… bukan guru biasa, kan?" tanyanya dengan suara bergetar.
Dika yang juga terengah-engah menoleh ke belakang. "Aku rasa… itu bukan Pak Satria yang kita kenal," jawabnya pelan.
Mereka berdua terus berlari tanpa henti, berharap bisa keluar dari gedung sekolah yang semakin terasa menakutkan.
Namun, saat mereka mendekati pintu keluar, mereka mendengar suara Pak Satria lagi, kali ini lebih keras dan lebih menakutkan, seolah berasal dari segala arah. "Kalian tak bisa keluar begitu saja…"
Sari dan Dika memandang ke sekitar, namun tak ada siapa pun.
"Pak Satria, apa yang terjadi?" teriak Dika, panik.
Suara Pak Satria terdengar semakin mendekat. "Kalian akan belajar sesuatu yang jauh lebih gelap daripada yang kalian bayangkan."
Tiba-tiba, ruangan di sekitar mereka mulai berputar, seperti sedang terhisap oleh kekuatan yang tak terlihat. Semua menjadi gelap. Dika dan Sari hanya bisa berpegangan satu sama lain, terjebak dalam kegelapan yang tak bisa mereka pahami.