Malam yang Mencekam
Aku tak pernah percaya pada mitos desa ini—tentang Hutan Larangan yang konon dihuni oleh roh-roh haus darah. Tapi malam ini, aku dan tiga temanku berdiri di tengah hutan, menatap lingkaran batu tua dengan ukiran aneh di sekelilingnya.
"Ayo cepat lakukan ritualnya!" bisik Satria, suaranya gemetar.
Kami berempat—aku, Satria, Nina, dan Reza—nekat mencoba ritual yang katanya bisa memanggil roh penjaga hutan. Hanya bercanda, hanya sekadar uji nyali. Kami menyalakan lilin dan mengucapkan mantra yang kami temukan di buku tua.
Lalu, segalanya berubah.
Angin berhembus kencang. Lilin padam. Suara bisikan terdengar di telinga kami.
"Kalian... sudah melanggar..."
Nina berteriak. Aku berbalik—dia terjatuh, mencakar-cakar tanah seolah ada sesuatu yang menariknya ke bawah. Wajahnya penuh ketakutan.
"Lari!" Aku menarik tangan Nina, tapi dia menghilang begitu saja dalam kegelapan!
Reza berlari lebih dulu, tapi tiba-tiba tubuhnya terangkat ke udara, kakinya menendang-nendang kosong. Mata hitam besar muncul di balik pepohonan, menatap kami dengan haus.
Kami telah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tertidur.
Dan kini, mereka menginginkan kami...
Bab 2: Tidak Ada Jalan Keluar