Hujan deras mengguyur sore itu, membasahi tubuh Ana yang baru saja pulang sekolah. Biasanya, ia selalu ceria saat berjalan bersama sahabatnya, Ita. Tapi kali ini berbeda. Langkahnya lambat, tatapannya kosong. Apa yang sedang ia pikirkan?
Ita menoleh, mencoba mencari jawaban di wajah sahabatnya. “Ana, lo kenapa?” tanyanya, tapi Ana hanya diam.
Setibanya di rumah, Ana langsung masuk, mengganti pakaian, dan duduk di ruang tamu. Tapi aneh, hatinya masih terasa gelisah. Kenapa sore ini rasanya lebih berat? Kenapa rindu ini tiba-tiba tak bisa ditahan?
Ia melangkah keluar, mencari udara segar, berharap angin sore bisa meredakan perasaannya. Namun, justru sesuatu yang lain menarik perhatiannya. Di ujung langit, pelangi muncul begitu indah. Dan seolah semesta ikut berbicara padanya, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumahnya.
Ana menahan napas. Jantungnya berdetak lebih cepat. Siapa yang datang? Kenapa hatinya tiba-tiba terasa hangat?
Pintu mobil terbuka. Sosok yang turun dari dalam membuat matanya membelalak. Itu… ayahnya? Om Firman? Ayah yang selama ini ia rindukan?
Angin sore berembus lembut. Pelangi tetap bertengger di langit, seolah menyambut kepulangan seseorang yang paling dinantikan. Tapi kenapa ayahnya pulang tiba-tiba? Dan… apa yang sedang ia bawa di tangannya?