Orang bilang kita unik, kita sangat cocok, senang mendengarnya. Tapi orang bilang kita juga bodoh? Apakah menurutmu juga begitu, sayang? Orang-orang itu hanya tak bisa melihat cinta tulus dan abadi kita. Bukankah begitu, cintaku?
【You got me feeling like a psycho】
Aku kesal, sudah berjam-jam kamu tidak pulang. Padahal, aku terus menunggumu di sini, di rumah kita yang hanya ada kita berdua di dalamnya, dan hanya akan ada kita. Kamu kemana sayangku? Sudah puluhan panggilan dan ratusan pesan dariku yang tak kamu balas, aku terus kesal, kesal, kesal, kesal, dan kesal. Kamu kemana? Kembalilah ke sisiku, mengapa kamu tak membalas ratusan pesan yang kukirim? Apakah kamu marah? Katakan padaku apa kesalahanku, dan aku akan memperbaikinya. Cepatlah kembali! Aku tersiksa di sini, tanpamu di sisiku aku begitu pusing, aku tak berdaya, tolong kembalilah.
"Lilly? Aku pulang." Dia kembali, cintaku kembali, pangeranku menghampiriku. Aku segera berlari ke arahnya, menjatuhkan tubuh tak berdayaku pada pelukannya. "Mengapa lemas sekali, hm? Aku 'kan hanya meninggalkanmu selama beberapa jam untuk bekerja?" Aku cemberut, tak menyukai kata 'hanya' yang ia lontarkan. Nyatanya, bagiku setiap satu detik terasa bagai ribuan tahun untukku, setiap detik terasa semakin sesak tanpa pangeranku. "Kenapa semua panggilan dan pesan dari ku tak kamu jawab? Apakah aku tak penting bagimu? Katakan padaku!" Priaku terlihat menghela nafas, "Aku bekerja, Mi Amor. Bagaimana aku bisa menjawab semua pangggilan dan pesan yang kamu buat, hm?"
Aku melepas pelukannya, seolah melupakan semua kekesalanku, aku menariknya menuju ruang makan. "Aku memasak untukmu!" Ia hanya tersenyum menanggapi, "Pasti enak seperti biasa." Kita makan bersama, hal yang selalu kita lakukan. Siklus biasa yang terjadi setiap hari diantara kami. Aku akan merasa kesal jika ia meninggalkanku sendirian di rumah ini terlalu lama, aku akan menyuruhnya untuk kembali, tak peduli berapa puluh ribu pesan dan panggilan yang akan aku kirim untuknya, yang penting ia harus segera kembali dan memelukku. Aku kesal ketika ia selalu bilang bahwa ia mengabaikanku karna pekerjaan sialannya itu, seharusnya ia harus lebih perhatian padaku! Aku cintanya, aku wanitanya, aku dunianya, namun mengapa terus mengabaikanku setiap hari? Namun, dengan kekesalanku, aku akan tetap memeluknya ketika ia kembali, tersenyum, bertanya padanya alasan dengan jawabannya yang terus sama, kemudian akan mengajaknya untuk makan bersama. Indah, bukan? Aku senang karna terus seperti ini, mengapa ia tak marah dengan semua pertanyaan template ku? Mengapa ia harus marah? Mengapa? Aku 'kan hanya bertanya? Lagipula dia akan menjawab dengan kalimat yang sama juga, 'kan?
"Ethan, aku bosan. Bolehkah aku keluar? Aku ingin melihat bunga-bunga di taman kota, itu akan sangat indah!" Dia menatapku tajam dengan mata bambinya, terlihat indah saat ia menatapku, namun mengapa tubuhku bergetar ya? "Tidak." Aku mengangguk, jawaban yang sama setiap aku meminta izin. Kenapa, ya? Ah, Ethan bilang dunia luar itu penuh orang jahat yang akan menyakitiku. Mungkin dia benar, aku tak boleh keluar. Tapi aku ingin melihat bunga walau sedetik, tak boleh ya?
Aku menunduk sedih, Ethan melihatku, ia segera berdiri dan menghampiriku. Aku mendongak menatapnya, tatapannya yang dalam bak samudra seolah menenggelamkanku. Aku takut, tapi aku 'kan yang memilih untuk tenggelam? Mengapa saat sudah tenggelam, aku malah meragu? Ia menunduk, menatap dalam sekali lagi sebelum mendaratkan bibir manisnya padaku. Ia menjelajahi seluruh isi mulutku, mengobrak-abrik nya seolah akan menghancurkannya. Ia mengelus pinggangku, elusan lembut yang terus membuatku seolah merasakan sengatan listrik.
Ia akhirnya melepasku, namun tetap menatap mataku seolah tak membiarkanku luput dari pandangannya. Aku hanya berusaha mengais udara sebanyak-banyaknya, aku kacau dibuatnya, dan ia tampak tenang. "Tidurlah, sudah larut." Ia pergi, meninggalkan ku sendirian di tengah kesunyian ruangan ini.
Sang surya mulai menyapa, sinar indah yang membuatku tersenyum. Namun, senyum itu luntur ketika mengetahui sisi ranjang yang kosong tanpanya. Mengapa ia selalu pergi sangat awal dan pulang begitu larut? Mengapa ia selalu meninggalkanku di rumah besar yang sunyi ini sendirian? Aku berdiri, melangkahkan kakiku ke kamar mandi. Hari ini, aku benar-benar ingin melihat bunga-bunga itu.
Taman, adalah tempat yang ku tuju. Bunga-bunga indah yang bermekaran, terlihat warna-warni menghiasi bumi yang hampa. Andai aku disini bersama cintaku, mungkin kenangan ini akan lebih berarti. Mengamati bunga-bunga itu dengan waktu yang lama, tak sengaja indra penglihatanku menangkap siluet yang tak asing bagiku. Pangeranku? Mengapa ia ada di sini?
Aku segera berlari ke arahnya ketika tiba-tiba seorang perempuan menghampiri Ethanku. "Ethan!" Ethan nampak terkejut, "Mi Amor? Mengapa kamu ke sini?" Aku menatap kesal priaku. "Siapa?" Ethan dan gadis itu saling menatap, aku tak suka! Bagaimana bisa mata indah itu menatap orang lain selain diriku? Bagaimana bisa tatapan itu tertuju pada wanita lain? Aku benci, benci, sangat benci! Mengapa wanita itu menatap priaku! Tatapan mata Ethan harus menjadi milikku seorang!
"Jawab, Ethan Maheswara!" Ethan nampak terkejut, selama 5 tahun menjalin hubungan, baru kali ini aku memanggil dengan nama lengkapnya. "Dia hanya rekan kerjaku, nona Lilly Maheswara." Ah, dia memanggilku dengan nama terakhirnya. Suatu tindakan yang membuatku luluh dibuatnya. "Oh, kita tidak berhubungan apa-apa, sungguh! Kita tidak kesini hanya berdua, rekan-rekan yang lain sedang menuju kesini. Oh, itu mereka!" Gadis itu menunjuk ke arah segerombolan orang yang berjalan mendekat. "Lagipula aku sendiri juga sudah punya pacar." Gadis itu tersenyum, ia berlari dengan gembira menghampiri rombongan itu, dan segera menggandeng tangan seorang pria yang memanggilnya.
Aku merasa kikuk karna telah salah sangka, aku menatap Ethan, oh tidak, ekspresinya tak terlihat bagus. Ia tiba-tiba menarik tanganku menjauh dari rekan-rekannya. Ia membawaku ke tempat sepi jauh dari orang-orang, dia mulai menatapku dengan tajam. Rahangnya mengeras seolah menahan amarah yang memuncak, "Bukankah aku sudah melarangmu untuk keluar dari rumah? Lantas, mengapa kamu bisa ada disini sekarang, nona Lilly Maheswara?" Aku menelan ludahku dengan susah payah, "Maaf, aku hanya ingin melihat bunga." Dia mengusak rambutnya dengan frustasi, aku bisa merasakan amarah yang ia tahan sekarang. "Kamu melanggar laranganku? Kamu keluar dan memperlihatkan dirimu pada orang lain? Mereka bisa berbuat jahat padamu! Bagaimana jika kamu diambil dariku tanpa sepengetahuan ku? Aku bisa gila, Mi Amor!"
Aku hanya menunduk, tak berani menatap mata bambi yang biasa aku kagumi itu. "Maaf, tapi aku juga tak suka melihatmu bersama perempuan itu." Ethan nampak kesal sekali lagi, "Ia hanya rekan kerjaku! Ia juga sudah punya pacar, berapa kali harus aku jelaskan!?" Aku mendongak, menatapnya dengan kekesalan yang ku pendam. "Kamu menatap wanita lain selain aku! Kalian saling bertatapan seolah aku tak pernah ada! Aku tak suka tatapan indah kamu juga dilihat oleh perempuan lain!"
Ia menggeram marah mendengar argumenku, "Lantas? Aku harus menutup mataku setiap aku melihat wanita lain, begitu?" Aku mengepalkan tanganku, "Lantas? Apakah aku harus terus berdiam diri di rumahmu tanpa memperlihatkan diriku pada dunia luar?" Ethan menyibak rambutnya ke belakang, ia mendongak melambangkan pusing yang melanda, memperlihatkan adam's apple nya yang menggoda banyak wanita.
"Aku lelah." Aku mengerucutkan bibirku, merasa tak kuat jika harus melanjutkan perdebatan tak berujung yang sudah pernah berkali-kali terjadi ini. Ethan menatapku, kemudian menghampiri kursi panjang yang ada di dekat kita sedari tadi. Ia duduk di sana, ia menatap lurus ke arahku dan menepuk-nepuk pahanya. Sebuah perintah mutlak yang selalu aku turuti, aku berjalan ke arahnya dan duduk di pangkuannya. Aku menunduk untuk menyatukan bilah bibir kami. Hal biasa yang terus terjadi secara berulang, walau jika pertengkaran hebat terjadi, kami akan selalu berakhir seolah tak terjadi apa-apa. Aneh, namun ini menyenangkan.
"Jangan pergi, jangan pernah berpikir untuk pergi dariku, jangan memperlihatkan kecantikan mu pada orang lain. Manusia sering serakah, jika mereka melihatmu, mereka mungkin akan mengambil mu tanpa sepengetahuan ku. Jangan melanggar laranganku lagi, aku membencinya. Jangan menghilang dari pandanganku, jangan melirik pangeran selain diriku. Aku satu-satunya pangeranmu, satu-satunya priamu, satu-satunya milikmu. Teruslah bersamaku selamanya, nonaku. Jika seseorang mengganggumu dan hubungan kita, ku pastikan ia lenyap. Bahkan jika kamu sendiri yang melarikan diri dariku, aku akan mengejarmu dan mengikatmu di sisiku, mengerti nyonya Maheswara?" Ia menatapku dengan keyakinan di matanya, sebuah keyakinan yang tak mungkin dibantah.
Aku tersenyum menatapnya dan kemudian memeluknya. "Jangan berpaling dariku dan menatap wanita lain, aku akan pergi jika kamu melakukan itu." Ethan meremat pinggangku ketika mendengar ancamanku, "Objek indah yang akan aku pandang, itu hanya kamu, Mi Amor." Aku tau dia begitu mencintaiku, dan aku takut kehilangannya. Aku terus memanfaatkannya karena itu, namun ia tak pernah marah. Ia tau aku memanfaatkannya, dan dia senang mengetahui itu.
Orang bilang hubungan kami itu unik namun aneh, kemudian mereka akan bilang bahwa kami juga cocok. Mereka bilang kami seolah saling menghancurkan, tapi kami saling mengobati dan membutuhkan, 'kan? Kami selalu bertengkar begitu hebat seolah akan berpisah, namun pada akhirnya kami akan saling memeluk seolah saling membutuhkan. Walau sudah mencoba untuk mendorongnya pergi, nyatanya hidup tanpanya sedetik saja bagai neraka yang menyesakkan, aku menjadi lemas tak berdaya tanpanya. Dia obatku, dia menyempurnakan ku, aku membutuhkannya, hanya dia, dan dia pun juga begitu? Lalu apa masalahnya?
Tak masalah jika ia mengurungku di rumahnya, mengikatku, atau menutup mataku agar hanya ada dia yang ku lihat. Tak masalah jika ia terus merengkuh ku dan tak melepasku untuk selamanya, karna aku hanya ingin dia ada disisiku. Aku membutuhkannya, dia pangeranku, duniaku, cintaku, priaku, Ethanku, dan milikku! Dulu, hari ini, nanti, dan selama-lamanya. Tak masalah jika mereka bilang kita akan hancur, karna selama kita bersama, semuanya akan baik-baik saja.
Jika Ethan pergi, aku akan gila. Tidak! Bahkan Ethan tak akan pernah bisa pergi! Aku akan terus mengejarnya, aku akan memeluknya jika ia berusaha menjauh dariku. Aku akan mematahkan kakinya jika ia berusaha lari dariku, aku akan mematahkan tangannya jika ia berusaha merangkak, aku akan memotong lidahnya jika ia terus mengatakan perpisahan, dan aku akan merusak matanya jika ia menatap perempuan lain. Ya, haruskah ku lakukan itu? Namun, aku percaya bahwa Ethan ku tak akan pernah lari dariku. Ia akan mendekapku seperti biasanya, membisikkan larangan-larangan dan belenggu agar aku tak jauh darinya, dan aku menyukai setiap kata ancaman yang ia berikan. Jangan pernah lihat ke belakang, sayangku. Akan ku pastikan semuanya akan baik-baik saja, masa depan indah akan aku buat untuk kita.
Ah, dari kapan ya aku merasakan perasaan asing ini? Perasaan aneh yang membuncah dari hari ke hari hingga ingin meledak, membuat nafasku sesak dan kepalaku begitu pusing dibuatnya. Perasaan asing yang membuatku akan melakukan apapun agar kamu menjadi milikku, perasaan yang membuat ku begitu menyukai mu hingga menjadi bodoh. Hanya kamu yang membuat ku menjadi seperti ini, hanya kamu. Dan bersyukur aku merasakan perasaan aneh ini kepadamu, perasaan yang membuatku ingin menghancurkan apapun yang menghalangi ku untuk bersamamu. Namun, kita sekarang akan baik-baik saja, pangeranku. Ini menyenangkan, hubungan kita begitu menyenangkan, kamu sungguh membuatku merasa seperti psycho. Aku mencintaimu bagai orang gila, tapi tak apa, karna aku mencintaimu.
The End.
( Terinspirasi dari salah satu lagu dari girl grup asal korea selatan bernama red velvet dengan judul lagu yaitu 'psycho')
(💡Tips : Panggilan 'Mi Amor' yang digunakan oleh Ethan untuk memanggil kekasihnya adalah berartikan 'Cintaku' dalam bahasa Spanyol)