Aku menatap layar ponselku dengan perasaan campur aduk. Jemariku gemetar, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Pesan yang baru saja kuterima seakan menamparku keras.
"Maaf, aku nggak bisa lanjut lagi. Aku udah sama yang lain."
Sejenak, aku berharap ini hanya mimpi. Tapi kenyataannya tidak. Ini nyata, dan aku harus menerimanya.
Namaku Aulia. Selama tiga tahun terakhir, aku menjalin hubungan dengan seseorang yang sangat aku percaya—Raka. Aku selalu menganggapnya sebagai rumah, tempatku berbagi segala cerita, tempatku bersandar ketika lelah. Aku mencintainya dengan tulus, memberikan segalanya tanpa ragu. Namun kini, segalanya terasa sia-sia.
Aku teringat bagaimana dulu dia meyakinkanku bahwa aku satu-satunya. "Aku nggak akan pernah ninggalin kamu," katanya sambil menggenggam tanganku erat. Aku percaya. Mungkin terlalu percaya.
Ternyata, kepercayaanku adalah kesalahanku.
Aku menelusuri media sosialnya dengan tangan yang masih gemetar. Dan di sana, ada foto dirinya bersama seorang perempuan lain. Tertawa, bahagia, seolah aku tak pernah ada dalam hidupnya.
Air mataku jatuh tanpa bisa kubendung. Aku merasa bodoh. Aku bertanya-tanya, apa yang kurang dariku? Apa yang salah? Apakah aku tidak cukup baik?
Malam itu, aku membiarkan air mata menjadi saksi bisu dari hatiku yang hancur. Aku tak membalas pesannya. Untuk apa? Dia sudah memilih jalannya sendiri.
Hari-hari berlalu, aku mulai belajar menerima kenyataan. Luka ini masih ada, tapi aku tahu, aku tidak akan selamanya tenggelam dalam kesedihan. Aku berjanji pada diriku sendiri, kepercayaanku bukan untuk disia-siakan lagi.
Dan jika suatu hari Raka kembali, meminta maaf, aku ingin tersenyum dan berkata, "Terima kasih telah mengajarkanku bagaimana menghargai diriku sendiri."