Pagi ini, sang surya telah keluar dari peraduannya. Dengan senyumnya yang manis, ia menyinari GOR Jatidiri, tempat Alin berada. Di tribun, Alin duduk bersama dengan teman-teman satu timnya dan juga para pelatihnya. Alin menarik nafas dalam-dalam, menatap arena pertandingan dengan perasaan campur aduk. Tangannya sedikit gemetar, bukan karena takut tetapi karena rasa gugup yang sulit ia kendalikan.
Melihat ekspresi Alin yang terlihat tegang, mbak Risa, sang pelatih yang duduk di sampingnya mencoba untuk menenangkannya "Tarik nafas Lin, tidak usah terlalu tegang. Kamu sudah berlatih keras, dan itu yang terpenting. Fokus pada apa yang bisa kamu kendalikan, dan nikmati momennya. Apa pun hasilnya, kamu sudah luar biasa!". Alin hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Tetap saja rasa itu menghantuinya, meski ini bukan penampilan pertamanya di gelanggang.
Alin tahu, ini adalah mimpinya. Hari yang sudah sejak lama ia nantikan. Bertanding di O2SN tingkat Jawa Tengah, cabang olahraga pencak silat untuk kategori seni tunggal putri. Sungguh suatu kebanggaan yang luar biasa, bisa mewakili sekolah dan kabupaten tercinta. Meski ia sadar, persaingan akan sangat ketat. Lawan-lawannya berasal dari luar daerah, yang notabene adalah pemain terbaik di daerahnya. Meski demikian, Alin tak gentar.
Selama berbulan-bulan, Alin menyiapkan diri untuk kompetisi ini. Ia berlatih tanpa kenal lelah. Pagi sekolah, siang kegiatan dan malam harinya latihan pencak silat. Didampingi mbak Risa, Alin berlatih mengulang rangkaian jurus-jurus seni tunggal. Sambil memegang timer, mbak Risa berkata,"Jangan hanya menghafal gerakan, keluarkan powernya, perhatikan kuda-kudanya. Hayati, biarkan tubuhmu berbicara". Tidak perlu menjawab, cukup mendengarkan semua instruksi dan tetap fokus. Itulah yang selalu di lakukan Alin ketika sedang latihan.
Kini gilirannya tiba, ia melangkah ke tengah gelanggang dengan penuh percaya diri. Tatapannya lurus ke depan, mengabaikan sorak-sorai teman-teman satu timnya. Saat wasit memberi aba-aba, tubuhnya mulai bergerak. Memperagakan jurus demi jurus dengan penuh penghayatan. Gerakannya mengalir seperti air, tegas namun anggun. Ia mencoba menghadirkan kekuatan sekaligus keindahan dalam setiap langkahnya. Ia berusaha memberikan penampilan terbaiknya, dengan tetap fokus hingga gerakan terakhirnya. Meski ia tahu, ia lemah di tendangan kuda dan tentu saja itu akan menjadi nilai minus baginya.
Saat pengumuman tiba, lawannya lah yang dinyatakan maju ke babak selanjutnya. Alin harus puas berhenti di babak penyisihan saja. Hatinya seperti diremas, usaha berbulan-bulan, latihan tanpa lelah, semua terasa sia-sia. Kecewa? Ya, tentu saja. Siapapun pasti akan kecewa jika 'gagal'. Sedih? Sudah pastilah! Ia menunduk, menahan air matanya yang hampir jatuh. Mbak Risa mendekatinya, "Langit tak selalu cerah, Alin. Tapi ingat, mendung bukan akhir dari segalanya. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Jangan biarkan satu kegagalan menghentikan langkahmu". Alin mengangguk pelan. Ia memang gagal kali ini, tapi ia tidak akan berhenti.
Alin berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berlatih lebih keras lagi. Dalam hatinya ia berkata, "Langit boleh mendung, tapi suatu hari nanti, matahari pasti akan bersinar lagi untukku". Ia sadar, kemenangan sejati bukan hanya tentang meraih medali emas, tetapi tentang bagaimana ia telah melangkah dengan penuh keyakinan, berproses dengan ketekunan dan berani bermimpi setinggi mungkin.
Tetap semangat Alin, ayo gapai mimpimu!
💪😘
Thank readers.