SMPN 2 Mojoagung adalah sebuah sekolah menengah pertama yang terletak di Mojoagung, telah menjadi rumah bagi banyak kenangan. Dari lorong-lorong kelas yang dipenuhi suara canda tawa hingga lapangan luas tempat siswa berlarian saat jam istirahat, setiap sudutnya menyimpan cerita tersendiri.
Hari pertama masuk sekolah selalu penuh dengan perasaan campur aduk: gugup, penasaran, dan sedikit takut. Begitu juga yang dirasakan oleh Salsa, seorang siswi baru yang baru saja menginjakkan kaki di SMPN 2 Mojoagung. Ia berdiri di depan gerbang sekolah, menghela napas panjang sebelum akhirnya melangkah masuk.
"Salsa! Ke sini!" suara seorang anak perempuan memanggilnya. Itu Yanti, teman sebangkunya saat MPLS. Sejak pertama kali bertemu, Yanti sudah menunjukkan sikap ramah dan ceria, sangat berbeda dengan Salsa yang cenderung pendiam.
Mereka berjalan menuju kelas 7G. Sepanjang perjalanan, Salsa melihat berbagai kelompok siswa: ada yang sibuk membaca di bangku kecil dalam perpustakaan, ada yang berlatih basket di lapangan, dan ada pula yang bercengkerama di tempat duduk bawah pohon tua yang katanya sudah ada sejak sekolah ini berdiri.
Di kelas, mereka bertemu dengan Putri dan Fitri, dua gadis yang duduk di bangku belakang mereka. Putri terkenal sebagai siswi yang cerdas dan aktif di sekolah, sementara Fitri memiliki suara merdu dan sering mengikuti lomba menyanyi.
"Kalian ikut ekskul apa?" tanya Putri penasaran saat mereka berbincang sebelum pelajaran dimulai.
"Aku sih pengen ikut karate," jawab Yanti dengan semangat.
"Kalau aku masih bingung," Salsa tersenyum kecil.
Fitri menoleh ke arah Salsa. "Kalau kamu suka baca, coba ikut klub literasi. Seru, loh!"
Percakapan itu berlanjut hingga bel berbunyi. Meski masih merasa canggung, Salsa mulai merasa sedikit nyaman. Ia menyadari bahwa sekolah ini bukan hanya tentang belajar, tapi juga tentang menemukan teman dan petualangan baru.
Seiring berjalannya waktu, Salsa mulai akrab dengan teman-teman barunya. Ia akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan klub literasi, sesuatu yang awalnya tidak ia duga akan menarik minatnya.
Suatu sore, setelah pulang sekolah, ia duduk di tempat duduk bawah pohon tua di halaman sekolah. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa suara gemerisik daun yang menenangkan. Ia membuka buku catatannya dan mulai menulis.
"Kamu suka menulis?" tiba-tiba Putri datang dan duduk di sebelahnya.
Salsa sedikit terkejut, lalu mengangguk. "Iya, cuma sekadar hobi."
Putri tersenyum. "Kalau begitu, kamu harus ikut lomba cerpen antar kelas bulan depan. Aku yakin tulisanmu bagus!"
Salsa terdiam sejenak. Ia tidak pernah berpikir untuk menunjukkan tulisannya kepada orang lain, apalagi mengikuti lomba. Tapi melihat antusiasme Putri, ia merasa ada sedikit dorongan untuk mencoba.
Hari-hari berikutnya, Salsa semakin aktif menulis. Ia sering berdiskusi dengan Putri dan teman-teman klub literasi lainnya di perpustakaan. Setiap sore, ia kembali ke bawah pohon tua itu, mencatat ide-ide baru yang muncul di kepalanya.
Salsa menatap langit senja yang mulai memerah. Ia tersenyum kecil, mengingat semua kenangan yang telah mereka lalui bersama di SMPN 2 Mojoagung. Sekolah ini bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat di mana ia menemukan teman, mimpi, dan keberanian untuk mencoba hal baru.
Suatu hari, setelah jam pelajaran berakhir, mereka berkumpul di bawah pohon tua yang selama ini menjadi tempat favorit mereka. Angin sore berhembus lembut, membawa serta kenangan yang telah mereka ciptakan selama tiga tahun terakhir.
"Kalian ingat enggak, pertama kali kita ngobrol di sini?" tanya Fitri sambil tersenyum.
"Tentu aja! Waktu itu Salsa masih malu-malu, bahkan hampir enggak pernah ngomong," jawab Yanti sambil tertawa.
Salsa menggeleng sambil tersenyum. "Iya, dan sekarang aku malah jadi yang paling sering cerita."
Putri menatap mereka satu per satu. "Aku senang kita bisa jadi teman. Aku yakin, meski nanti kita berpisah, kita tetap bisa menjaga hubungan ini."
Mereka saling berpandangan, lalu tertawa kecil. Mereka tahu, setelah kelulusan, mereka akan menempuh jalan masing-masing, tapi pertemanan yang telah mereka bangun di SMPN 2 Mojoagung tidak akan mudah pudar.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi satu hal yang pasti: kenangan mereka di SMPN 2 Mojoagung akan selalu hidup dalam hati mereka.
Meski perpisahan tak bisa dihindari, kenangan akan tetap abadi. Dan pohon tua itu akan selalu menjadi saksi bisu atas semua cerita yang pernah tercipta di sana.