“Fix, ini bakal jadi konten paling gila!” seru Dion sambil mengarahkan kameranya ke wajah Dinda yang duduk di sampingnya.
“Ya, kalau kita bisa pulang dengan selamat,” balas Dinda setengah bercanda, setengah serius.
Mobil yang dikemudikan Reza melaju pelan menyusuri jalanan berbatu menuju desa terpencil yang mereka temukan di sebuah forum urban legend. Tidak ada nama desa itu di peta, dan satu-satunya petunjuk adalah cerita bahwa desa ini hanya bisa ditemukan oleh mereka yang benar-benar tersesat.
Mereka berlima—Dion, Dinda, Reza, Ayu, dan Fajar—adalah sekelompok mahasiswa yang suka menjelajah tempat-tempat misterius untuk konten vlog. Kali ini, mereka ingin membuktikan sendiri keberadaan Desa Sagara, yang konon katanya dihuni oleh penduduk yang bukan manusia.
***
Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di desa saat matahari mulai condong ke barat. Desa itu tampak sepi, rumah-rumah kayunya berjajar rapi, dan orang-orang yang mereka temui hanya menatap mereka dengan ekspresi datar.
Seorang pria tua menghampiri mereka. Kulitnya keriput, matanya tajam. “Kalian tidak seharusnya di sini,” katanya pelan.
“Maaf, Pak. Kami hanya ingin melihat desa ini dan mungkin mengabadikannya untuk dokumentasi,” kata Reza sopan.
Pria tua itu menghela napas. “Kalian boleh tinggal. Tapi, satu hal yang harus kalian ingat: jangan keluar setelah matahari terbenam. Apa pun yang terjadi, tetaplah di dalam rumah.”
Dinda menggenggam lengan Ayu dengan gugup. “Pak, kenapa?” tanyanya.
Pria tua itu tidak menjawab. Ia hanya menggeleng dan pergi begitu saja.
Mereka mengabaikan peringatan itu. Tentu saja, mereka datang ke sini untuk eksplorasi, bukan untuk mengurung diri di dalam rumah.
***
Saat malam tiba, mereka berkumpul di rumah kayu yang disediakan oleh penduduk desa. Angin berdesir, membawa aroma tanah basah.
“Aku masih penasaran, kenapa kita nggak boleh keluar?” ujar Dion sambil memasang kameranya di tripod.
“Namanya juga urban legend,” sahut Fajar, merebahkan diri di atas tikar. “Biar makin misterius, jadi kita takut.”
“Yaudah, kalau gitu kita keluar aja!” seru Dion tiba-tiba.
Ayu langsung menoleh tajam. “Gila, kamu! Jangan macem-macem deh!”
Namun, rasa penasaran mengalahkan ketakutan mereka. Sekitar pukul sebelas malam, Dion, Reza, dan Fajar memutuskan untuk keluar, meninggalkan Dinda dan Ayu yang tetap bertahan di dalam rumah.
Udara malam terasa lebih dingin dari seharusnya. Desa yang tadinya terlihat normal kini terasa berbeda—terlalu sunyi.
Mereka berjalan menuju lapangan kecil di tengah desa, menerangi jalan dengan senter dan kamera. Namun, tiba-tiba, Fajar berhenti. “Eh, tadi ada yang jalan di belakang kita, deh.”
Reza menoleh. “Hah? Perasaanmu aja kali.”
Dion tertawa kecil. “Kita bukan satu-satunya yang keras kepala, kali. Mungkin ada penduduk yang juga keluyuran.”
Namun, saat mereka berbalik untuk kembali ke rumah, sesuatu yang aneh terjadi. Jalan yang mereka lalui tadi sudah berubah. Rumah-rumah yang mereka kenali menghilang, tergantikan oleh pohon-pohon besar yang tidak ada sebelumnya.
“H-Hei, ini jalan yang tadi, kan?” suara Fajar mulai gemetar.
Dion mengarahkan kameranya ke sekitar. “Fix, ini bukan jalan tadi. Kita kesasar.”
***
Mereka mempercepat langkah, berusaha mencari jalan kembali. Namun, suara aneh mulai terdengar dari belakang mereka—langkah kaki yang tidak sesuai dengan irama mereka.
“Berhenti!” bisik Reza.
Mereka bertiga membeku. Langkah kaki itu tetap terdengar, semakin dekat.
Dion memberanikan diri menoleh ke belakang dan ternganga. Ada sosok manusia dengan wajah kosong. Tidak ada mata, hidung, atau mulut.
Sosok itu berdiri diam, tapi bayangannya bergerak sendiri, merayap mendekati mereka.
“LARI!” teriak Dion.
Mereka berlari tanpa arah, napas tersengal. Namun, satu per satu, mereka menghilang.
Fajar yang berlari di belakang tiba-tiba tidak bersuara lagi. Saat Dion menoleh, yang tersisa hanya senter Fajar yang tergeletak di tanah.
Reza juga menghilang setelah mereka berbelok di persimpangan.
Dion terus berlari sendirian, hingga akhirnya ia terjatuh dan kehilangan kesadaran.
***
Dinda dan Ayu tidak tidur semalaman. Mereka menunggu teman-temannya kembali, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka.
Saat matahari mulai terbit, mereka nekat keluar.
Namun, yang mereka temukan hanyalah kamera Dion yang tergeletak di tengah jalan. Layar kamera itu masih menyala, menampilkan video terakhir yang direkam.
Dalam video itu, terdengar suara Dion yang terengah-engah. “Mereka sudah hilang… Aku juga akan segera menghilang… Jika kalian menemukan ini, jangan pernah datang ke sini… Mereka bukan manusia…”
Layar kemudian menampilkan gambar terakhir: sosok tanpa wajah berdiri tepat di belakang Dion, sebelum video berakhir dengan suara jeritan panjang.
Dinda dan Ayu saling bertatapan, tubuh mereka gemetar hebat. Mereka segera meninggalkan desa itu secepat mungkin tanpa pernah menoleh ke belakang.
Dan Desa Sagara? Saat mereka kembali mencoba mencarinya di peta setelah selamat, desa itu tidak lagi ada…