(Disarankan membaca cerpen ini sambil mendengarkan lagu Take a Chance With Me by Niki).
【Jogjakarta, 3 Februari 2025】
'A Chapter Because I Loved Him.' Adalah sebuah bab novel yang baru dirampungkan gadis itu. Ia menutup laptopnya setelah mengetikkan kata 'The End.' di sana. Menegak segelas kopi, dan kemudian memandang senja yang menyapa. Hari akan berakhir, kisah hari ini juga akan berakhir, sama seperti kalimat 'The End' yang baru ia ketik, maka kisah ia dan Semestanya juga telah berakhir.
'A Chapter Because I Loved Him.' Adalah sebuah bab, yang tercipta ketika ia bertemu kembali dengan Semestanya. Sebuah pertemuan yang singkat, namun berhasil menghangatkan hatinya, membangkitkan kerinduan yang terpendam, dan mengubur kehampaan yang menyiksa di relung hati.
Apakah sang semesta tau, bahwa dulu ia begitu mendambakan Semestanya? Semestanya, sebuah air yang menghilangkan dahaganya, sebuah nebula yang mempercantik kehampaan alam semesta, dan sebuah bulan yang bersinar di malam gelapnya. Tak tahukah kamu sang semesta? Bahwa Semestanya sendiri, adalah ketidaksengajaan semesta yang ia syukuri. Bersyukur bahwa mereka bertemu, bersyukur bahwa mereka pernah saling tertawa, dan bersyukur bahwa mereka berpisah. Bersyukur, bahwa Semestanya tetap menjadi Semestanya.
【Jogjakarta, 15 Juni 2018】
Katanya, semesta itu aneh. Semesta kerab memunculkan kebetulan dan ketidaksengajaan yang aneh, kadang klise, kadang sedih, kadang senang, dan kadang membingungkan. Namun bagiku, Semesta ku tak aneh. Semesta ku bukan semestanya mereka yang dapat memunculkan takdir semaunya, Semesta ku hanyalah laki-laki biasa, manusia biasa yang bahkan masih menunggu takdir sang semesta yang aneh itu juga.
Dia, hanyalah pelajar SMA Bumi Bangsa, kelas 12 IPS-3 yang begitu aku kagumi. Semesta namanya, semesta indah yang begitu Serena kagumi.
"Kamu nulis novel lagi, kah?" Semesta bertanya dengan raut keheranan di wajahnya. Pasalnya temannya dari kecil ini selalu menulis novel yang bahkan tak ada niatan akan diterbitkan, padahal menurutnya novel Serena adalah novel terindah yang pernah ia temui. Serena hanya tersenyum menanggapi, "Cita-cita aku jadi penulis, Semesta. Jadi aku harus tetap menulis."
Semesta duduk di samping gadis penulis itu, bersiap menyatakan pendapatnya, "Tapi terbitkan lah! Aku yakin banyak penerbit yang tertarik dengan semua tulisan-tulisanmu itu. Rugi jika tidak diterbitkan, padahal bisa punya banyak uang lewat situ." Sekali lagi gadis itu hanya tersenyum. "Aku menulis bukan untuk mencari uang." Semesta mengernyit, "Lalu untuk apa semua ini?" Gadis itu berdiri, bersiap untuk pergi. "Untuk mengatakan ke dunia, bahwa aku punya Semestaku sendiri." Gadis itu benar-benar pergi, meninggalkan Semesta dengan raut kebingungan yang ketara, kadang ia tak mengerti dengan majas yang selalu diucapkan gadis penulis kisah romansa itu.
【Jogjakarta, 17 Juni 2018】
"Kamu akhir pekan ini ingin kemana, Ser?" Semesta bertanya pada sang gadis penulis. "Ada rencana, jika kamu ingin merencanakan sesuatu bersamaku di akhir pekan." Semesta terkekeh, gadis penulisnya ini selalu berhasil merangkai kata manis yang membuatnya tertawa salah tingkah. "Kalau begitu, ingin ke bioskop? Ada film baru yang trending." Serena mengangguk mengiyakan.
【Jogjakarta, 20 Juni 2018】
"Es krim untukmu! Rasa vanilla sesuai selera sang Tuan Putri." Serena hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya karena merasa geli dengan panggilan 'Tuan Putri' oleh Semestanya. "Film tadi seru tidak menurutmu?" Serena mengernyitkan dahinya, "Mengapa tiba-tiba bertanya? Ya menurutmu sendiri bagaimana?" Semesta hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa canggung sendiri dengan pertanyaan bodohnya. "Ya aku hanya penasaran dengan pandangan sang penulis disini, kamu 'kan sudah berkali-kali menulis skenario, aku penasaran di pandanganmu skenario tadi seru tidak?" Gadis itu hanya terkekeh geli, "Tulisan selalu dipandang berbeda oleh manusia. Kamu tau mengapa penulis kerab kali membubuhkan peribahasa, majas, pesan tersembunyi, amanat, dan sebagainya? Karena penulis tau, bahwa setiap orang memandang berbeda pada setiap tulisan, dan penulis merasa sangat senang ketika mengetahui tulisannya memiliki banyak arti di mata pembacanya." Semesta tersenyum, lagi-lagi ia merasa terpukau kepada gadis penulisnya ini.
【Jogjakarta, 25 Juni 2018】
"Kamu kenapa selalu menulis kisah romansa?" Semesta bertanya dengan heran, diantara banyak genre di dunia, ia terus memilih romansa untuk tulisannya. "Cinta itu indah, makanya aku menuangkan keindahan itu pada tulisan. Agar dunia tau, betapa indahnya perasaan yang diberikan oleh Tuhan itu." Semesta menggeleng, "Cinta itu perasaan yang berlebihan, bahkan sepertinya tanpa cinta pun dunia akan terus berjalan." Serena menatap Semestanya, keyakinan di wajah pria itu membuatnya juga yakin, bahwa ia tak bisa merobohkan keyakinan Semesta. Keyakinan tentang cinta adalah hal bodoh, membuatnya tak bisa jujur, bahwa cintanya adalah keyakinan yang tak akan di pandang bodoh oleh lelaki itu.
✎ˊˊThat I'm hopelessly captivated
By a boy who thinks love’s overratedˋˋ✐
【Jogjakarta, 27 Juni 2018】
Dia tertawa sekali lagi di depanku, sebuah tawa yang dapat membuat ku rela untuk mati. Jantung ku berdetak cepat karenanya, bagaimana bisa tawa singkat itu bisa membuat jantung ku berdetak dengan gila? Tawa indah yang mengalir di udara, tawa singkat bagai dandelion yang hilang terbawa angin di bawah sinar matahari, tawa hangat yang mewarnai langitku, sebuah tawa yang membuat ku rela mati untuk itu. Tak bisakah kamu tertawa untukku? Tak bisakah hanya aku-lah alasan dibalik tawa indah mu? Tertawalah, dan aku akan berusaha menjaga tawa itu.
✎ˊˊHis laugh you'd die for, his laugh you'd die for
The kind that colors the sky
Heart intangible
Slips away faster than dandelion fluff in the sunlightˋˋ✐
【Jogjakarta, 28 Juni 2018】
"Serena!" Semestaku memanggil. Sebuah suara yang dapat membuat ku meleleh bagai es krim yang dipanaskan di bawah sinar matahari, dan kemudian jika ia memanggil terlalu keras, maka aku bisa jatuh pingsan karena itu. "Kenapa?" Aku bertanya, menatap mata penuh binar semangatnya. Sebuah semangat yang selalu dapat membuatku bangkit dari keterpurukan. "Kamu sempurna hari ini. Rambut kamu sehalus kain sutra, tatapan kamu bersinar bagai bintang, mata kamu mengingatkan ku pada cantiknya senja, dan setiap suara yang kamu hasilkan, begitu indah bagai burung yang sedang bernyanyi. Kamu selalu berhasil membuat ku terpukau, ya? Selamat karena itu."
Aku terdiam, menatap mata Semestaku. Alih-alih memuji dengan kata-kata singkat seperti 'Kamu cantik', pria itu malah memilih kalimat panjang yang indah untuk memuji. Bagaimana bisa ia mengucapkan kalimat berbahaya itu? Sebuah kalimat yang benar-benar dapat membuat ku jatuh pingsan karena terlalu meleleh dibuatnya. "Kamu semakin pandai merangkai kata, ya?" Namun, terkekeh geli adalah hal yang bisa aku lakukan. Ia tertawa sekali lagi, senang rasanya melihat Semestaku tertawa karena aku.
✎ˊˊHis voice you'd melt for, he says my name like
I'll fade away somehow if he's too loudˋˋ✐
【Jogjakarta, 29 Juni 2018】
Aku terduduk di lapangan basket, melihat Semestaku yang sedang bermain basket, suatu kegiatan yang menjadi cinta pertamanya. Ia berlari kesana-kemari mengejar bola mati itu. Aku melamun, bukankah bola itu begitu beruntung? Ia dikejar oleh Semestanya tanpa harus berbuat apa-apa. Sementara ia disini, dilanda kebingungan akan apa yang harus ia lakukan dengan perasaannya. Semesta menatap ku, tersenyum hangat begitu ia mendapati sosokku yang memperhatikan setiap langkahnya. Ah, sungguh senyum menakjubkan yang membuat ku ingin menghentikan ruang dan waktu untuk tetap melihat senyum itu. Andai kamu tahu Semesta, bahwa ada gadis bernama Serena yang begitu memujamu lebih dari ia memuja tulisannya.
✎ˊˊDoesn't know that I'd stop time and space
Just to makе him smile, make him smileˋˋ✐
【Jogjakarta, 1 Juli 2018】
"Bagaimana? Benar kan apa yang ku bilang, makanan di sini sangat enak!" Aku hanya tersenyum menanggapi. Malam ini adalah malam minggu, sebuah kegiatan rutin oleh Semesta yang akan mengajakku keluar hanya untuk sekedar mengelilingi jalanan Jogjakarta. Semesta bilang langit malam jogjakarta itu menakjubkan, dan ia ingin menunjukkan hal menakjubkan itu kepadaku. "Kenapa selalu mengajakku jalan-jalan setiap malming? Tidak punya pacar untuk diajak berkeliling, kah?" Semesta tersenyum menatapku, "Daripada membawa pacar, membawamu saja lebih cukup bagiku." Aku menatap sendu, "Semua orang mengira kita berpacaran, Semesta. Kamu tidak merasa terganggu?" Ia hanya menggeleng menanggapi, seolah anggapan orang lain tak penting baginya, namun bagiku, tanggapan mereka membuatku merasa semakin menyedihkan. "Ayah terus bertanya, apakah laki-laki yang selalu menjemputku untuk mengelilingi Jogjakarta adalah pacarku atau bukan. Dan aku selalu bilang jika aku bukan perempuan yang se-spesial itu baginya, seketika ayah mengatakan jika aku bodoh." Aku terkekeh ketika mengingat kejadian itu, ayah benar, aku bodoh karena terus mencintai Semestaku dalam diam.
"Kenapa beliau bilang begitu?" Aku hanya tersenyum, "Karena mau-mau saja diajak keluar oleh lelaki yang bukan milikku." Semesta terdiam, menundukkan pandangannya. Aku tau, perasaannya padaku lebih dalam dari yang dia kira. Aku selalu berhasil membacanya layaknya buku-buku yang aku hasilkan, namun mengapa ia begitu ragu dengan hatinya? Mengapa manusia selalu kesusahan dalam mengungkapkan isi hatinya? Jika suka bilang suka, jika tidak ya bilang tidak, bukankah sesederhana itu harusnya? Semesta adalah satu-satunya buku yang tak bisa aku pahami isinya.
"Kamu sungguh tak mau mengambil kesempatan bersamaku? Jika menurutmu cinta adalah suatu hal yang berlebihan, maka cobalah untuk merasakannya. Jika kamu benar, maka aku akan mengalah." Ia menatap dalam mataku, sekali lagi aku bisa melihat suatu rasa untukku di sana, debaran jantungnya yang cepat pun bisa ku dengar.
Bibir indahnya bertemu dengan milikku, di bawah langit Jogja kala itu, ia menciumku. Sebuah ciuman yang melelehkan kakiku, membuat nafasku sesak, jantung yang akan meledak karna berdetak terlalu cepat, dan kepala yang rasanya begitu berat seolah hanya ada sosok Semesta yang memenuhinya. Ia mengakhiri kegiatannya, menatap mataku sekali lagi, sebuah tatapan sedalam samudra yang dia miliki untukku.
Tak bisakah kamu mengabaikan dunia dan mengambil kesempatannya? Tak bisakah kamu mengatakan apa yang ingin kamu katakan? Tak bisakah kamu mengatakan apa yang kamu rasakan? Tak bisakah sekali saja melakukannya untukku? Tak bisakah kamu mengambil kesempatan bersamaku? Walau kata-kata itu terus terngiang di kepala, namun ia tetap tak mengambil umpan yang telah ku berikan. Kesempatan yang ku tawarkan, tak pernah diambil hingga masa Sekolah Menengah Atas berakhir.
✎ˊˊOh, why can't we for once
Say what we want, say what we feel?
Oh, why can't you for once
Disregard the world, and run to what you know is real?
Take a chance with me, take a chance with meˋˋ✐
【Jogjakarta, 3 Februari 2025】
Ia menginjakkan kakinya kembali ke kota kelahirannya, kota indah yang menyimpan kenangan indah juga. Sebelum langit berubah menjadi senja, ia segera bergegas menuju tempat tujuannya, ia harus pergi ke kantor penerbit yang akan menerbitkan salah satu novelnya. Novel yang berlatarkan kota romantis ini, Jogjakarta. Menurut Serena, novel yang berlatarkan Jogja harus terbit di Jogja juga.
Ia menuju resepsionis, bertanya dimanakah sang penanggungjawab berada. "Serena?" Suara itu, suara yang ia rindukan, suara yang begitu membawa kehangatan untuk hatinya. "Semesta?" Mereka saling mendekat, "Hai, lama tak bertemu. Apa kabar sang penulis sukses?" Serena hanya terkekeh menanggapi, "Ingin ke cafe dekat sini?" Semesta mengangguk, dua manusia yang dulu begitu dekat itupun berjalan beriringan.
"Kamu bekerja di sini?" Semesta mengangguk, "Bertemu dengan gadis penulis membuat aku sadar, jika tulisan manusia memang seindah itu." Serena tertawa, merasa konyol begitu mengetahui Semesta yang dulu selalu merasa aneh dengan segala tulisan-tulisannya, sekarang bergelut dengan tulisan-tulisan dari puluhan penulis. "Aku telah melihat novelmu." Serena tersenyum, "Selalu indah seperti dulu. Namun, agak terkejut kamu menuliskan tentang kita dengan sad endingnya." Serena tertawa terbahak-bahak karena ini. "Kita 'kan memang berakhir sad ending, Semesta? Mau bagaimana lagi?" Semesta hanya tersenyum sendu, "Andai dulu aku mengambil kesempatan bersamamu, mungkin ending di ceritamu akan berbeda." Serena terkekeh, "Menyesal, kah?" Semesta tertawa dengan miris, ia menertawakan sikap bodohnya dulu, mengapa ia tak mengabaikan dunia dan mengambil kesempatan yang diberikan? Padahal Serena adalah gadis yang ia dambakan, dulu, sekarang, dan nanti.
"I loved you, Semesta. Namun, kamu tetap menjadi laki-laki paling istimewa di hatiku setelah ayahku. Kamu mempunyai tempat tersendiri yang tak tergantikan, dan aku bersyukur kamu masih tetap sama. Semesta yang dulu menjadi semestaku." Semesta mengacak-acak rambut Serena, "Terimakasih, kamu juga tetap menjadi gadis penulisku untuk selamanya, Serena. Maaf telah mengecewakan mu dulu, maaf telah membuatmu sedih, maaf tak mengambil umpan yang kamu berikan dengan susah payah, maaf karena tidak cukup berani untuk mengatakan apa yang aku inginkan dulu, maaf karena tak bisa melawan dunia untukmu, maaf untuk segalanya. Semoga kamu tetap bahagia selamanya tanpaku, Tuan Putri." Serena hanya bisa meneteskan air matanya, andai jika dulu ia lebih berusaha meyakinkan pemuda ini, apakah akhirnya akan berbeda?
'A Chapter Because I Loved Him.' Bab miliknya, bab untuk kisahnya dan Semestanya, benar-benar berakhir juga. Di akhir kisah ini, hanya penyesalan yang kita dapatkan, andai kita lebih berani untuk mengambil kesempatan yang diberikan oleh sang semesta, akankah akhirnya akan berbeda? Semestaku, semoga hal baik selalu datang padamu, kamu akan selalu menjadi Semestaku, kamu akan selalu ada di kisah indah dalam hidupku, kamu selalu ada dalam relung hatiku. Selamat berpisah Semestaku, semoga kamu menemukan Tuan Putri lain yang lebih baik dariku, semoga aku benar-benar tetap menjadi satu-satunya gadis penulismu. Sampai jumpa di lain waktu, jika ada kehidupan lain, semoga kita mengambil kesempatan itu sekali lagi. Selamat tinggal, namun kamu dan kenanganmu tak akan ku tinggalkan.
✎ˊˊIn the end, we only regret
The chances we didn't take
I'll be your safety net
So, why not raise the stakes?ˋˋ✐
𝗧𝗵𝗲 𝗘𝗻𝗱.