Namaku Nadi. Bukan Nadi yang berdenyut dipergelangan tanganmu. Bukan juga yang berdenyut pada leher kiri kananmu. Aku adalah Nadira Mahesa Putri yang berdenyut pada diriku sendiri.
Nadi terdiam sejenak melihat bangunan yang berada di depannya, sudah biasa jika dirinya menjadi murid baru lagi. Nadi seringkali berpindah-pindah sekolah, bukan karena sekolah lamanya tidak cocok. Hanya saja karena sang Ayah yang selalu berpindah tugas.
“Oke, sekolah baru, temen baru, suasana baru.” ucap Nadi sembari menuju ke ruang staf sekolah.
“Nadira Mahesa Putri.” ucap seorang wanita, yang Nadi yakini seorang staf kesiswaan di sekolah ini.
“Iya bu, saya sendiri.” ucap Nadi. “Kamu masuk kelas XI A, mau ibu antar?” ucap wanita itu. “Baik bu terimakasih, tidak usah bu.” ucap Nadi sembari memberi salam kepada wanita itu.
“Ya sudah, semoga betah bersekolah disini ya.” ucap Wanita itu. “Baik Bu, saya permisi dulu.” ucap Nadi sembari berjalan keluar ruangan.
Nadi melangkahkan kakinya menuju kelas XI A, yang katanya termasuk kelas unggulan di sekolah ini.
“Anak-anak, kita kedatangan murid baru.” ucap seorang guru.
Kelas yang damai tiba-tiba ricuh seketika.
“Woy ada murid baru nih, bangun bro tidur mulu.” ucap seorang laki-laki yang berada di bangku pojok. Namanya Petir.
“Halo, namaku Nadira Mahesa Putri aku pindahan dari jakarta, kalian semua bisa memanggilku Nadi.” ucap Nadi.
“Namanya kaya pernah denger.” ucap seorang laki-laki yang baru saja bangun. Namanya Laskar.
“Lo kenal sama dia kar?” ucap Petir.
“Gatau, tapi kaya pernah denger namanya.” ucap Laskar bimbang.
“Nadi silahkan duduk di sebelah Reta.” ucap guru tersebut. “Baik bu.” ucap Nadi.
Saat berjalan menuju bangku Reta, tidak sengaja matanya berpapasan dengan mata seseorang entah mengapa dia seperti familiar dengan orang tersebut. “Kok mukanya kaya familiar ya.” ucap Nadi dalam hati. Karena tidak ingin ambil pusing Nadi pun beranjak dan langsung duduk sebangku dengan Reta.
“Halo namaku Reta, kamu Nadi kan? Salam kenal ya.” ucap Reta semangat. “Ah iya namaku Nadi, salam kenal juga Reta.” ucap Nadi merasa canggung. “Kamu jangan canggung dong, aku baik tauu.” ucap Reta sembari memeluk lengan Nadi erat.
Nadi berpikir sepertinya Reta ini tipikal orang yang suka sentuhan fisik, yasudah Nadi tidak keberatan kok. Akan tetapi Nadi merasa seperti ada orang yang mengawasinya dari tadi. Nadi berbalik untuk melihat siapa, Nadi tertegun sejak, mata itu, tajam sekali orang itu melihatnya.
“Oke, kelasnya sampai disini silahkan kalian pergi istirahat.” ucap Bu Nita sembari berjalan keluar kelas.
“Heh kar, ngelamun mulu kaya yang banyak
pikiran aja.” ucap Langit salah satu sahabatLaskar.
“Iya dia lagi mikirin murid baru itu tuh, Nadi namanya kalo ga salah.” ucap Petir, yang sendiri tadi melihat Laskar yang terus menatap Nadi.
“Nad yu kita ke kantin, nanti aku tunjuk makanan yang best seller banget disini.” ucap Reta tidak sabar.
“Iya sebentar ta,” ucap Nadi bergegas pergi.
Melihat itu Laskar pun lantas bergegas ke kantin, dirinya masih penasaran apakan Nadi adalah teman masa kecilnya dulu atau bukan.
“Eh kar tungguin.” ucap Petir tergesa-gesa mengikuti Laskar. “Lelet banget lo jalannya.” ucap Langit.
“Kita mau duduk dimana?” ucap Petir. “Disana,” Laskar menyahut sembari berjalan menuju meja Nadi dan Reta.
“Hai boleh ikut duduk ga.” ucap Langit, menyita perhatian Nadi dan Reta.
“Eh boleh lang silahkan.” ucap Reta. “Makasih ta.” balas Langit.
Laskar sedari tadi diam memperhatikan Nadi yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri.“Lagi mikirin apa?” ucap Laskar yang mengejutkan Nadi dari lamunannya. “Ah ga lagi mikirin apa-apa kok.” ucap Nadi canggung.
“Kenalin aku Laskar temen sekelas kamu,” ucap Laskar. “Oh iya Nadi salam kenal.” ucap Nadi.
“Sama gebetan mah ngomongnya beda pake aku kamu,” ucap Petir menyendir Laskar. “Ngomong aja iri.” ucap Langit. “Lah kenapa malah lo yang sewot dah.” balas Petir bingung.
Bel berbunyi tanda aktivitas sekolah berhenti dan para murid berjalan menuju gerbang untuk pulang. Begitupun dengan Nadi akan tetapi hujan deras mengguyur Bandung pada sore hari.
Nadi masih terdiam sembari melihat hujan, Nadisangat suka bermain hujan bersama teman masa kecilnya dulu, akan tetapi sekarang Nadi tidak tau dimana teman masa kecilnya berada sekarang.
“Kenapa suka banget ngelamun, mikirin apa.” ucap Laskar untuk kesekian kalinya membuat Nadi kaget. Nadi bingung kenapa Laskar selalu muncul tiba-tiba dan memergoki dirinya tengah melamun.
“Engga kok, cuma lagi flashback waktu kecil senang banget main hujan sama temen masakecil aku.” ucap Nadi.
Ucapan Nadi membuat Laskar tertegun sejenak, dulu dia juga suka bermain hujan bersama teman masa kecilnya.
Apakah benar bahwa selama ini Nadi lah temen masa kecilnya yang selalu dia cari.
“Mau aku anterin pulang ga?” ucap Laskar. “Gausah kar aku lagi nunggu jemputan.” ucap Nadi menolak ajakan Laskar.
“Tapi ini udah mau sore, rawan banget kejahatan.” ucap Laskar. Nadi termasuk orang yang penakut pun mengiyakan ajakan Laskar. “Yaudah nanti aku tunjukin jalannya.” ucap Nadi.
“Laskar makasi udah nganterin pulang,” ucap Nadi. “Iya sama-sama nad.” ucap Laskar. “Hati-hati dijalan kar.” ucap Nadi terdengar lirih, dan tidak terdengar oleh Laskar.
Nadi pun langsung masuk ke dalam rumah. “Dianterin pulang sama siapa?” tanya sang Bunda. “Sama temen sekelas Nadi bun, tadi nunggu Pak Maman jemput lama.” ucap Nadi. “Mobil Pak Maman bocor di jalan sayang, jadi gabisa jemput kamu, makan dulu nih.” ucap sang Bunda.
Setelah makan Nadi bergegas ke kamar untuk mandi sekaligus tidur, sebelum tidur dia sempat mengecek poselnya ternyata ada pesan yang dikirim oleh nomor yang tidak ia kenal.
+6277xxxxx
... : Hai nad, udah tidur?
Nadi : Belum ini siapa?
... : Ini aku Laskar, save no aku yaa
Nadi : Oke!!
Laskar: Besok berangkat bareng mau ga Nanti aku jemput
Nadi : Ga usah kar ngerepotin aja
Laskar : Gapapa, santai aja anything for u nad
Sepertinya Nadi sekarang ingin cepat-cepat tidur, entah mengapa Nadi begitu percaya kepada Laskar, padahal dia cuma sekedar orang baru.
Keesokan harinya, Nadi bergegas sarapan bersama bundanya, ayahnya belum pulang dari bertugas.
“Sayang, di depan ada yang nungguin kamu.” ucap Bunda. “Siapa bun? Cowo?” ucap Nadi. “Iya suruh masuk atuh, Bunda mau kenalan.” ucap Bunda.
“Gausah bun udah hampir telat, itu Laskar temen sekelas Nadi yang kemaren nganterin pulang, Nadi berangkat dulu ya bun, Assalamu'alaikum.” ucap Nadi sembari mengucapkan salam kepada sang Bunda.
“Waalaikumsalam, Hati-hati.” ucap Bunda.
Nadi bergegas ke depan menghampiri Laskar. “Maaf nunggunya lama kar.” ucap Nadi tidak enak hati. “Ga kok Nad ini juga baru sampe, yu naik.” ucap Laskar. Setelah itu mobil Laskar pun melaju membelah Kota Bandung.
Setelah tiba di sekolah Nadi mengucapkan terimakasih kepada Laskar “Makasih ya kar udah mau nganterin, maaf ngerepotin.” ucap Nadi sembari turun dari mobil.
“Gapapa nad, aku suka kok direpotin, tapi sama kamu doang.” ucap Laskar dengan nada bercanda, membuat pipi Nadi memerah dan tertawa canggung.
Sesampainya di kelas Nadi terkejut melihat Reta yang terus tersenyum kepadanya. “Kenapa ta senyum gitu ngeri banget deh.” ucap Nadi.
“Cie yang di antering gebetan.” ucap Reta. “Hah siapa yang di anterin gebetan? Aku gapunya gebetan ta.” ucap Nadi bingun.
“Jangan ngelak Nad tadi pagi aku liat kamu di anterin Laskar pulang sekarang di jemput, pasti kalian ada something kan, hayo ngaku aja.” ucap Reta panjang lebar.
Nadi mendengus “Ya ampun ta terserah kamu deh, aku lagi males ngomong.” ucap Nadi.
Jam pelajaran pun di mulai. “Terimakasih anak-anak, ibu ada pengumuman besok kita libur di karenakan ada rapat penting.” ucap Bu guru.
“Baik bu, Terimakasih.” ucap Ketua Kelas yang Nida sendiri pun tidak tahu namanya.
“Ta itu Ketua kelas?” tanya Nadi. “Iya Nad dia baru masuk sekarang, soalnya kemarin sakit, namanya Niko.” ucap Reta. “Oh gitu pantesan baru lihat soalnya.” ucap Nadi.
Nadi mengecek ponselnya melihat nama Laskar tertera di atas.
Laskar : Halo Nad, kamu lagi sibuk?
Nadi : Engga kenapa kar?
Laskar: Bisa ikut aku ke rooftop? Ada yang mau aku omongin
Nadi : Oh iya, boleh aku ajak reta
Laskar : Iya boleh, tapi suruh tunggu di depan aja ya, aku mau ngomong serius sama kamu
Laskar: Iya kar
Nadi tertegun sejenak melihat isi pesannya, apa yang ingin Laskar bicarakan dengannya.
“Ta anterin aku ke rooftop yu.” ucap Nadi. “Mau ngapain Nad?” ucap Reta. “Nanti aku kasih tau kamu.” ucap Nadi
“Mau ngomong serius apa ni sama gebetan.” ucap Petir dengan nada tengilnya. “Jangan kepo, gua cabut dulu.” ucap Laskar kepada Langit dan Petir.
“Kita ikutin Laskar yu lang.” ucap Petir. Karena Langit pun penasaran dia mengiyakan ajakan Petir.
Sesampainya di rooftop Nadi melihat Laskar sedang melamun dia pun menghampiri Laskar.
“Mau ngomongin apa kar?” tanya Nadi. Laskar pun tersadar dari lamunannya. “Aku mau nanya, kamu temen masa kecil aku bukan?” tanya Laskar.
Nadi pun bingung harus merespon apa hanya saja, Nadi tidak mengingat mempunyai temen masa kecil seperti Laskar.
“Aku kurang tau kar, tapi aku rasa temen masa kecil kamu bukan aku.” ucap Nadi. “Oh mungkin aja aku keliru, soalnya nama kalian mirip.” ucap Laskar.
“Yaudah kalo ga ada yang harus di bicarain lagi aku pergi dulu.” ucap Nadi begegas pergi dari rooftop. Laskar hanya terdiam dengan pikiran yang berkecamuk melihat kepergian Nadi.
Reta, Petir dan Langit yang sedari tadi menguping hanya terdiam melihat mereka. Tapi salah satu dari mereka ada yang tertegun sejanak, “Apa ini kesempatan aku buat masuk kehidupan kamu Nad?” ucap seseorang.
Setelah percakapan singkat mereka di rooftop Nadi jarang melihat Laskar. Rasanya seperti Laskar sedang menjaga jarak dengannya.
“Halo nad.” ucap langit menghampiri Nadi. “Kenapa lang?” ucap Nadi. “Tumben sendiri temennya kemana?” tanya Langit.
“Reta udah di jemput duluan.” ucap Nadi. “Lo mau gua anterin ga?, kebetulan rumah kita se arah.” ucap Langit. “Gausah lang, jemputan aku udah dateng, aku pergi dulu.” ucap Nadi lalu pergi dari sana. Langit terdiam menatap Nadi yang menjauh.
Sesampainya di rumah Nadi langsung masuk kamar. Nadi mengecek ponselnya berkali-kali entah kenapa Nadi seperti sedang menunggu seseorang.
Ponselnya bergetar lantas Nadi melihat siapa yang mengirimnya pesan, ternyata Langit. “Tumben ngechat, ada apa ya.” ucap Nadi lantas membuka pesan tersebut.
Langit : Halo nad besok lo sibuk ga?
Nadi : Engga lang kenapa?
Langit : Gua mau ngajak lo makan, mau ngomongin sesuatu penting banget inii, lo mau kan?
Nadi : Oh boleh lang, jam berapa?
Langit : Jam 9 nanti gua jemput lo, sharelock ya!
Entah mengapa Nadi merasa kecewa, ternyata yang menghubunginya bukan Laskar. Tentang Langit, Nadi bingung Langit mau membicarakan serius dengannya.
“Ada apasih sama orang-orang hari ini, selalu ingin membicarakan hal serius, yang bahkan gua sendiri pun gatau apa.” tutur Nadi bergegas untuk tidur.
Keesokan harinya, Langit datang menjemput Nadi. “Mau bicara apa lang?” tanya Nadi. “Akhirnya aku nemuin kamu ra.” ucap Langit.
Nadi terdiam sejenak mencerna semua yang Langit ceritakan tentang masa kecilnya. Aneh Nadi harusnya senang bertemu dengan teman masa kecilnya yang dia cari hanya saja entah kenapa, seperti ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.
“Aku juga seneng banget ketemu kamu lang.” ucap Nadi. Langit tiba-tiba memeluknya dan berucap “Jangan tinggalin aku lagi ya ra.” ucap Langit. “Iya lang.” balas Nadi dengan lirih, karena terkejut tiba-tiba Langit memeluknya.
Disana ada seseorang yang terus memperhatikan semuanya, menyesakkan melihat sahabatnya bersama orang yang sudah dia tunggu dari lama, cinta pertamanya
“Nadira Mahesa putri.” ucapnya lirih. Ya orang itu Laskar yang terus memperhatikan mereka lalu pergi dari sana.
Kesepian itulah yang Laskar rasakan saat ini, terlahir menjadi orang yang berada dan bisa dikatakan beruntung justru tidak membuat Laskar bahagia. Hingga Nadi datang sebagai teman masa kecilnya memberikan banyak warna bagi kehidupannya yang bisa dikatakan monokrom.
Tapi Laskar harus menelan kenyataan pahit ketika sahabatnya juga menyukai cinta pertamanya. Haruskah Laskar menyerah atau memperjuangkan Nadi kembali.
Pagi ini terasa sangat berbeda bagi Nadi, setiap hari Langit selau datang menjemput atau mengantarkan Nadi kemanapun. Nadi sudah terbiasa dengan adanya langit meskipun entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya.
Nadi masih memikirkan Laskar yang entah kenapa tidak pernah terlihat akhir-akhir ini.
Nadi berinisiatif akan menanyakannya kepada Petir. “Tir laskar akhir-akhir ini ga pernah kelihatan kemana?” tanya Nadi.
“Gatau nad dia bahkan jarang bales chat gua.” ucap Petir terdengar seperti meyakinkan, meskipun Nadi merasa ada yang di sembunyikan.
“Yaudah kalo gitu aku pergi dulu tir.” ucap Nadi bergegas pergi. Petir hanya melihat kepergian Nadi dalam diam. Lalu membuka ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Petir : Nadi nyariin lo, mau sampai kapan terus diem? Sampai lo mati kah
Laskar : Kalo bisa iya
Petir : Ck gua cuma bercanda kar
Saat Nadi hendak menuju kelas bersama Reta. Langit menahan tangannya lalu mengajaknya kelapangan utama. Entah mengapa perasaannya tidak enak.
“Nad dari dulu sampai sekarang perasaan aku ke kamu ga berubah, aku masih suka sama gadis kecil bergaun biru.” ucap Langit. “Jadi will u be my girlfriend Nadira Mahesa Putri?” ucap Langit, sembari membawa bunga mawar.
Para murid yang berada di sana menyorakinya “TERIMA!! TERIMA!!”.
Tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangannya dan membawanya pergi, Petir menarik tangannya dan berucap “Nad maaf lancang tapi lo harus tau semuanya.” ucap Petir tergesa-gesa sembarimenjalankan mobil.
Sampailah mereka di salah satu rumah sakit, Petir lantas bergegas berlari dengan Nadi yang kebingungan mengikutinya dari belakang.
Nadi tertegun sejenak melihat Laskar yang sudah terbujur kaku di ranjang pasien. Petir tidak bisa menahan tangisnya. Orang tua Laskar lantas datang dan memeluk putra semata wayang mereka.
Nadi terdiam air matanya tumpah dengan sendirinya. Setelah pulang dari pemakaman Laskar. Nadi terdiam membuka surat dari Laskar yang Petir berikan kepadanya.
Nadi Mahesa Putri, aku masih inget banget kamu selalu kesel kalo aku punya temen cewe baru, seposesif itu kamu sama aku dulu.. Sebelum kejadian itu merengut kamu dari aku hidup aku yang penuh warna kaya pelangi sekarang monokrom lagi ra, kamu pasti bingung kenapa aku sama langit manggil kamu ra, aku sama langit dan kamu kita sahabatan dari kecil. Langit suka sama kamu ra, aku gamau kehilangan kamu, tapi meskipun kita bisa sama-sama ujungnya juga aku yang bakal ninggalin kamu. Aku dapet diagnosis dari dokter ra, kalo aku ga bakal lama lagi kamu bahagia ya sama langit, meski lebih gantengan aku daripada dia. Sekali lagi banyakin bahagia tanpa aku ya.
I will always choose you.
Nadi tertegun melihat isi surat dari Laskar untuk dirinya. Jadi selama ini orang yang selalu membuat perasaanya gundah, teman masa kecilnya sekaligus cinta pertamanya sudah meninggalkannya.
“Bodoh Nadi!!!” dirinya berteriak dan menangis.
Di bawah bundanya terkejut mendengar teriakan Nadi. “Sayang, kamu kenapa?” ucap Bunda khawatir. “Bunda Laskar, bun.” ucap Nadi menangis tersedu-sedu. “Laskar kenapa sayang.” ucap Bunda.
“Laskar temen masa kecil nadi bu, orang yang selalu nadi cari, tapi nadi dengan bodohnya gatau Laskar bu.” ucap Nadi.
“Nad!!” ucap Langit yang entah datang darimana. “Kamu kenapa pergi?” ucap Langit. “Pembohong.” ucap Nadi berteriak keras.
“Kenapa kamu bohong tentang laskar lang kenapa?” ucap Nadi. Langit tertegun “Kamu udah tau semuanya?, aku bakal nyeritain semuanya sekarang nad.” ucap Langit.
Untuk kesekian kalinya Nadi terkejut mendengar penuturan Langit. Jadi Laskar menyuruh Langit untuk mendekatnya agar dirinya bisa terbiasa dan mulai melupakan Laskar. Bagaimana bisa Laskar berbuat hal sebodoh itu.
Beberapa hari kemudian, setelah berita kepergian Laskar yang membuat ricuh sekolah.
“Bahkan cerita kita terlalu singkat buat dijadiin cerita kar.” ucap Nadi di pemakaman Laskar.
“Kamu yang tenang disana ya, aku udah inget semuanya tentang kita kar, tapi kamu udah pergi.” ucap Nadi.
“Makasih kar udah kasih kesempatan buat gua bisa ngungkapin perasaan ke nadi, tapi bagaimanapun gua cuma figuran diceritakan kalian kar, yang tenang disana.” ucap Langit, lalu bergegas pergi dari pemakaman Laskar.
“Tenang disana bro, lo udah ga ngerasain semua rasa sakit lagi, padahal gua masih pengen naik kelas bareng lo lagi, sekolah sepi tanpa lo.” ucap Petir.
Pada akhirnya semesta berbicara bahwa kita memang tak seharusnya bersama. terimakasih pernah datang membantuku mengukir cerita dan rasa.
In my monochrome world, I want my lost color back.
In my monochrome world, i want to see and feel the colour ra.