Pagi yang cerah menyambut Yoon saat dia berangkat ke sekolah di kota Noeulwon, Korea. Meski kini dia tidak lagi menggunakan tubuh aslinya, Yoon tetap berangkat dengan ceria, menikmati udara segar dan hari baru di sekolah.
"Tubuh ini masih sangat lemah…" gumamnya pelan, merasakan betapa tubuh barunya ini belum sepenuhnya kuat.
“Halo, Yoon!” sebuah suara menyapa, memecah lamunannya.
"Itu Seojun, teman tubuh ini," gumamnya dalam hati.
“Halo, Seojun. Bagaimana kabarmu?” jawab Yoon dengan santai. Dia sadar, Seojun adalah sahabat dari tubuh yang kini dia tempati. Ingatan yang ditransfer ke dalam dirinya memberikan pemahaman tentang hubungan mereka. Dia berusaha bersikap ramah, meski sifat asli dirinya yang dingin dan tidak peduli tak bisa sepenuhnya dia lepaskan.
Namun, Seojun terlihat agak heran dengan sikap Yoon yang kini lebih santai dan berbeda dari sebelumnya. “Yon, kamu kelihatan beda,” ujarnya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Beda? Beda kenapa memangnya?” Yoon menjawab dengan nada datar.
“Huum, rambut kamu kelihatan sangat pendek.”
"Oh, anak kucing ini sedikit menarik," gumam Yoon sambil tersenyum tipis.
“Ah, tidak. Aku hanya suka saja dengan rambut pendek,” jawab Yoon sambil berjalan santai menuju kelasnya, tas yang disandang dengan satu tangan. Tapi perubahan ini benar-benar membuat Seojun sedikit heran. Yoon kini berbeda—tidak seperti Yoon yang dulu: manja, pemalu, dan feminim. Sekarang, Yoon terlihat lebih dewasa dan tomboy.
---
Yoon duduk di kursi paling dekat dengan jendela, memandangi halaman sekolah yang tertutup dedaunan yang mulai menguning. Di luar sana, udara segar menerpa, tapi pikirannya jauh dari tenang. Rencana balas dendam kepada organisasi cyber Korea semakin menguasai pikirannya. Bayangan wajah itu, wajah orang-orang yang telah merusak hidupnya, masih membekas jelas di benaknya. Ingatan dan pengalamannya menjadi pedoman untuk merencanakan sesuatu yang besar. Tidak ada lagi yang bisa menghentikannya. Semua yang dia lakukan kini memiliki satu tujuan—balas dendam.
Saat Yoon tenggelam dalam pikirannya, sebuah suara menyapa dengan nada sinis.
“Hey, Yoon, kamu sudah kembali? Kukira kamu sudah mati,” seseorang datang mendekat ke tempat duduk Yoon.
Yoon mengangkat kepala dan menatap orang yang datang. Dari matanya yang tajam, dia mengenali siapa orang itu. Ah, dia ingat sekarang. Ini adalah orang yang selalu membuli tubuh yang dia huni—Baek Minji.
"Baek Minji," Yoon menyebut nama itu dengan nada datar, seperti mengingat kembali ingatan lama yang menyakitkan.
Bayangan masa lalu muncul dalam pikirannya. Wajah Minji yang penuh ejekan, suara teriakan yang mengintimidasi.
“Ah, lihat dia, seperti sampah yang tak berguna. Cepat belikan aku burger,” Minji berkata dengan nada meremehkan.
“Belikan burger? Kau pikir aku apa?” Yoon menjawab dengan nada yang dingin, hatinya terasa panas. Kebencian terhadap Minji dan sikapnya yang suka memerintah membakar dirinya.
Namun, Minji yang mendengar jawaban Yoon merasa ada yang aneh. Yoon yang dulu akan selalu menurut, akan selalu merasa takut dan rendah diri. Tapi sekarang, ada sesuatu yang berbeda. Suasana pun seolah berubah menjadi tegang.
“Ah, lihat anjing ini, dia mau melawan. Hey, kalau kamu nggak mau masuk rumah sakit, kamu harus melakukan apa yang aku perintahkan. Cepat!” Minji berteriak dengan wajah marah, nadanya penuh ancaman.
Namun, Yoon hanya mengangkat alisnya, matanya yang dingin menatap Minji dengan penuh perhitungan. Ini bukan lagi Yoon yang dulu, bukan lagi gadis yang takut. Kali ini, Yoon tahu persis apa yang harus dia lakukan.
Bersambung.