Rintik hujan turun dengan lembut, Wanita itu menatap bulan yang sedang terbelah dua.
Gadis itu bernama Liora, lahir dari gugusan bintang yang turun dari langit. Dia menatap bintang diatas, "Kenapa aku turun begitu cepat?" gumamnya pelan. Jika saja ia turun pada bulan merah, mungkin sekarang ia sudah bersama manusia di bumi.
Liora tidak tahu dia apa... Adakah spesis manusia? haiwan? atau... buah-buahan. Jenis kelamin yang begitu mengelirukan.
-----
Pada hari Zenda yaitu hari ketiga, bulan Danvis, Liora merencanakan sesuatu yang berbahaya iaitu perjalanan ke alam manusia. Ia selalu penasaran, bagaimana cara manusia hidup dan berpikir? Spesies lain mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang kuat, berpikiran luas, dan sempurna... tetapi apakah benar begitu?
Dengan tekad bulat, Liora melangkah menuju rumah Gonvernov, kediaman pemimpin mereka.
Di dalamnya, seorang pria tua duduk di atas singgasana batu. Matanya tajam, penuh kewibawaan. Dialah Readas, penguasa tertinggi dari mereka yang turun dari gugusan bintang.
Liora menunduk dalam-dalam. "Readas yang Agung! Bolehkah aku pergi ke Bumi? "
Readas menghela napas panjang, lalu menatapnya dengan dingin. "Ini sudah ketiga kalinya seseorang meminta izin padaku untuk pergi ke sana, " ujarnya pelan.
Ia bersandar ke kursinya, lalu melanjutkan, "Kau tidak tahu betapa mengerikannya Bumi itu. Manusia memiliki hasrat yang tinggi mereka egois! "
Matanya melembut sedikit. "Aku menyayangi rakyatku, mereka yang lahir dari bintang-bintang indah. Namun, jika kau benar-benar menginginkannya, aku akan mengabulkannya. "
Liora mengangkat kepalanya dengan penuh harap. "Jadi... aku boleh pergi? "
Readas mengangguk. "Pergilah ke Tasik Griffa dan ucapkan keinginanmu di sana. Airnya akan membawamu ke tempat yang kau inginkan. "
Senyum Liora merekah. "Terima kasih, Readas! Aku sangat-sangat berterima kasih! "
Namun sebelum ia berbalik, suara Readas kembali bergema, kali ini lebih tegas.
"Tapi ada satu hal yang kau harus ingat dan patuhi! " katanya lantang. "Dilarang menyukai manusia! "
Ia menatap Liora tajam, seolah memberi peringatan yang tak main-main.
"Jika kau melanggarnya... Kau akan tahu akibatnya. "
Liora terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Aku akan mengingatnya. "
Tanpa menunggu lebih lama, ia melangkah keluar. Hatinya berdebar. Keinginannya susah terkabul!
-----
Liora menatap sekeliling Tasik Griffa, matanya mencari-cari sosok Lendyga, penjaga tasik yang legendaris.
'Dimana dia? ' batinnya.
Angin kencang tiba-tiba berhembus dari arah timur, mengangkat tubuh Liora tinggi ke udara.
"Apakah kau datang dengan keinginan untuk pergi ke alam manusia? " suara seorang pria terdengar di telinga Liora.
Liora menatapnya, mengangguk kuat. "Lendyga, bisakah kau turunkan aku dari atas? "
Lendyga tertawa kecil, lalu berkata dengan nada yang sedikit kasar, "Maafkan aku, Liora. "
"Apa kau benar-benar ingin ke sana? " tanya Lendyga, menatapnya tajam.
"Iya! " jawab Liora dengan mata berbinar."Aku penasaran dengan makhluk-makhluk di bumi! Kau tahu, kita sering mendengar kisah-kisah tentang mereka! "
Lendyga mengangguk pelan."Kau tahu, di sana itu membosankan... Tapi jika itu yang kau inginkan, semoga kau bahagia di sana. "
Ia menunjuk ke arah tengah Tasik Griffa. "Pergilah ke sana, jalan sampai kau melihat gumpalan air ungu kental. Itu akan membawamu. "
Liora tersenyum lebar, semangat. "Terima kasih, Lendyga! " Ia segera berlari menuju ujung tasik, siap melangkah ke alam manusia yang penuh misteri.
-----
"Arghh! Apakah tadi aku hampir mati untuk keempat kalinya?! "teriak Liora, yang kini berhasil masuk ke alam manusia. Memegang gumpalan ungu yang membuatnya hampir mati.
Liora menatap sekeliling dengan perasaan yang begitu asing. "Aku... beneran kesini, " gumamnya pelan.
"Aku sampai! Hutan manusia! Udara segar dan tumbuh-tumbuhan kehijauan yang cantik! " teriaknya dengan penuh semangat sambil berputar riang.
Crttt!
Sebuah panah tiba-tiba meluncur cepat dan menancap pada pohon tepat di sebelah kiri Liora.
Liora membeku, matanya membelalak, menatap ke depan dengan perasaan takut. Seorang pria sedang menunggang kuda hitam, berpakaian kemas seperti seorang prajurit, siap berperang.
'Dia terlihat seperti prajurit Readas... gagah dan tampan ', pikir Liora dalam hati.
"Ck! Makhluk spesies apa ini?! " ucap pria itu dengan nada kasar.
"Kau! K-kau manusia! " seru Liora penuh semangat, matanya berbinar.
"Lalu? Kau apa? " tanya pria itu, mengernyitkan dahinya, bingung dengan reaksi Liora.
"Aku- " ucapan Liora terpotong ketika pria itu mulai berbicara.
"Bodoh! Kau membuang waktuku! Kupikir kau rusa! Dan lagi satu, aku memang manusia, dan kau... manusia, kan? Apa kau pikir kau makhluk gugusan bintang? " pria itu berbicara dengan suara kasar sambil turun dari kudanya.
"Aku manusia...? " gumam Liora.
'Ah! Iya, aku sedang menjadi manusia juga! ' batinnya, sempat melupakan fakta tersebut.
"Jadi, apa kau berkelamin laki-laki? " tanya Liora, menatap manusia yang berjalan ke arahnya.
"Kau rasa? " jawab pria itu lebih ke pertanyaan.
"Aku tidak tahu bagaimana cara mengetahuinya, tapi kudamu jantan, ya? " tanya Liora, dengan yakin menilai kelamin kuda yang ditunggangi pria itu.
"Ha! Kau harus melihat tubuh mereka! " jawab pria itu, tersenyum miring.
"Tubuh? " gumam Liora, semakin bingung.
"Jika seseorang itu memiliki 'burung', maka dia pria. Jika tidak... dia wanita, " pria itu menjelaskan sambil tertawa kecil.
Liora mengerutkan kening, "Aku tidak mengerti. "
Pria itu mendesah pelan, seolah kesal, sambil menarik panah yang menancap di pohon dekat mereka. "Begini, jika ujung rambutku pendek dan hanya sampai telinga, maka aku pria, oke? " jelasnya, ketus.
"Dan lagi, jika kau rasa dia tampan, berarti dia pria. jika cantik, berarti wanita, " lanjutnya, memberikan penjelasan lebih lanjut. Liora mengangguk, akhirnya paham sedikit.
"Gadis kota bodoh! " pria itu berkata dengan nada mencibir, lalu berjalan ke arah kudanya dan menaikinya.
"Sebelumnya, aku tidak pernah tertarik dengan orang-orang kota. Mereka terlalu rendahan, " ucap pria itu dengan nada merendahkan. "Tapi... perkenalkan, namaku Elgala, anak Duke dari Kerajaan Barat. "
Liora menatapnya sekilas. "Salam kenal, Elgala. Aku Liora, " balasnya, mencoba tetap sopan.
"Liora? " Elgala mengernyit. "Nama yang aneh. Apa... rakyat di Kerajaan Timur memang aneh dan bodoh? " tanyanya dengan nada mengejek.
Liora mengepalkan tangannya. "Bisa kau berhenti memanggilku bodoh?! Dasar pria gila! "
"Hah?! Kau memanggilku gila?! " Matanya menyipit, menatapnya tajam. "Apa kau sadar jika aku bisa membunuhmu atas tindakan kurang ajar itu? " suaranya terdengar tajam, penuh ancaman.
Liora mendengus. "Aku tidak peduli. Lagi pula, kau yang tidak beradab. "
"Kau-! "Elgala tampak geram. "Sebagai rakyat biasa, kau tidak layak berbicara seperti itu! "
Namun, Liora hanya berdecih, tak berniat melanjutkan percakapan. Ia berbalik, melangkah pergi dengan santai. Malas sekali berurusan dengan manusia seperti ini.
-----
Liora sudah tinggal di kota ini selama berbulan-bulan . Seorang nenek baik hati telah mengangkatnya sebagai anak angkat setelah Liora mengaku tidak memiliki siapa-siapa. Perilakunya yang aneh, seperti orang yang kehilangan ingatan, membuat nenek itu semakin yakin untuk merawatnya.
Lagipula, nenek tersebut juga hidup sendiri. Ia tinggal di sebuah rumah dua tingkat dengan toko bunga kecil di lantai bawah.
Sejujurnya, Liora merasa bahagia bisa tinggal bersama seseorang yang begitu hangat. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya bingung. Bunga-bunga di sini memiliki nama yang aneh. Bagaimana bisa bunga Posebline disebut sebagai bunga mawar? haha
Oh! dan enek juga memiliki seorang pekerja bernama Stela, seorang wanita berusia sekitar dua puluh tahun. Dia sangat cantik!
"Liora! Tolong layani pelanggan di depan sebentar! " suara Stela terdengar dari belakang, sibuk memotong tangkai bunga.
"Baik! " sahut Liora sambil berjalan ke meja pelayanan.
Seorang pria muda berdiri di sana, tampak sedikit gugup. "Hari ini aku punya kencan pertama. Kira-kira bunga apa yang cocok? " tanyanya.
Liora tersenyum. "Sebentar, ya, " ucapnya sopan, lalu berjalan ke rak bunga. Setelah berpikir sejenak, ia mengambil sebuket bunga segar dan kembali ke pria itu.
"Bagaimana dengan ini? Bunga lili putih dan mawar peach, " tawarnya sambil menunjukkan buket tersebut. "Lili putih melambangkan ketulusan, sementara mawar peach melambangkan kehangatan. Cocok untuk kesan pertama yang manis, kan? "
Pria itu mengamati bunga di tangannya, lalu mengangguk puas. "Kedengarannya bagus. Aku ambil ini. "
"Harganya tujuh koin tembaga, " kata Liora.
Pria itu membayar tanpa ragu, lalu segera pergi dari toko dengan membawa buketnya.
-----
"Liora! "
Suara teriakan Stela yang baru masuk ke dalam toko membuat Liora hampir tersentak.
"Ada apa? " tanyanya bingung, menoleh ke arah Stela yang tampak sedikit panik.
"Lihat ini! " Stela langsung menyodorkan secarik kertas ke hadapan Liora.
Liora mengambilnya dengan ragu, lalu mulai membaca isi tulisan di atasnya.
"Sesiapa yang membawa gadis ini ke hadapan Duke Kerajaan Barat akan mendapatkan ganjaran sebanyak 50 batang emas."
Dahinya mengernyit. "Apa...? "
Ia menatap lebih lama gambar yang tertera di surat itu.. wajahnya.
"Hah?! Dari mana kau dapat ini? " tanyanya, matanya kini penuh dengan kebingungan.
"Papan warta di tengah kota! Aku kaget saat melihat banyak orang mengerumuninya, lalu aku mendekat... dan.. " Stela menelan ludah sebelum melanjutkan, " Wajahmu terpampang di sana! "
"Mungkin ini salah dicetak. Kenapa aku dicari Duke Barat? " Kerutan dahi Liora terlihat jelas.
"Sudah-sudah lebih baik kita tutup toko. " Ucap Liora berjalan ke arah rak bunga.
-----
Malam itu, Liora duduk di ranjang, matanya menatap kosong ke jendela kamar. Pikirannya terombang-ambing, tentang kertas pencarian itu.
"Setahuku... aku tidak pernah mengganggu mereka, " pikirnya, memutar otak mencari jawaban.
Namun, ada satu hal yang mengusik pikirannya.Siapa Duke Barat?
Tiba-tiba, sebuah suara mengenang kembali di benaknya.
"Perkenalkan, namaku Elgala, anak Duke dari Kerajaan Barat. "
Mata Liora terbuka lebar. "Elgala! "
Semua kenangan tentang pria itu, yang pertama kali dia temui di hutan, menyeruak dalam ingatannya. Saat itu, pria itu dengan sombongnya memanggilnya bodoh dan memperlakukannya dengan kasar.
Liora mendengus, ekspresinya berubah dingin. "Bangsawan menjijikkan..."
Dia teringat bagaimana Elgala menjelaskan cara mengenali kelamin manusia dengan cara yang sangat merendahkan. "Jika ada burung, maka dia pria." Kata-kata itu seperti kotoran kecil di otaknya.
Liora meremas selimut, bibirnya menyeringai penuh kebencian. "Apa yang dia inginkan? "
-----
Hari ini, Stela kembali merengek, mencoba membujuk Liora untuk pergi ke kerajaan Barat.
"Liora, ayoo! Kumohon! " rengek Stela sambil memilah bunga tulip di toko.
Liora menghela napas panjang, berusaha mengabaikan suara rengekan itu. Jika tentang emas hilang keanggunan dia.
Stela mendekat dan berbisik, "Lagian kau bilang jika kau mati, kau bisa hidup kembali, kan? "
Liora menatapnya tajam. Tapi aku masih bisa merasakan sakitnya kematian!
Stela tersenyum lebar. "Sekurang-kurangnya kita bakal kaya! Kau bisa hidup lagi jika sesuatu terjadi. Dan bayangkan, kita bisa membeli rumah besar buat kita dan nenek! "
Liora mendesah dalam hati. Ini sudah kali ke-40 Stela membujuknya dengan alasan yang sama.
Memang, 50 batang emas itu sangat menggiurkan. Bisa membeli rumah, membuka toko yang lebih besar, hidup nyaman seumur hidup. Tapi masalahnya… aku harus berhadapan dengan Elgala si kasar itu!
Liora merenung sejenak, lalu menghela napas berat. "Baiklah… ayo ke Barat. "
Stela terdiam sejenak, matanya membelalak. "Serius?! "
Liora mengangguk malas. Stela langsung melompat kegirangan, seperti anak kecil yang baru dibelikan permen.
---
Beberapa saat kemudian…
Kertas berisi surat sudah tertulis rapi di atas meja.
*****
Kepada Yang Terhormat, Tuan Duke Barat.
Saya, Stela, rakyat dari kerajaan Timur, ingin memberitahu bahwa saya telah menemukan Nona Liora. Saya berniat untuk mengantarkannya ke Barat, namun perjalanan ini berisiko. Bandit berkeliaran, dan kami hanya memiliki kereta kuda biasa.
Yang mengabdi,
Stela
******
Stela menutup suratnya dan tersenyum puas.
"Aku sudah mengirim suratnya. Sekarang tinggal menunggu balasan. " ucapnya sambil mengusap lehernya yang terasa pegal.
Liora mendengus. "Itupun jika Duke mau membaca surat dari rakyat biasa. " cibirnya.
Stela cemberut. Dia tahu perjalanan ke kerajaan Barat akan memakan waktu tiga hari. Dan yang lebih mengkhawatirkan… perempuan seperti mereka sangat rentan diculik di jalanan dan dijual sebagai budak.
Stela hanya bisa berharap Duke Barat benar-benar membaca surat itu… dan peduli.
-----
Dua hari telah berlalu, tetapi balasan dari Duke Barat belum juga datang.
Liora melirik ke arah Stela yang sedang mengelap jendela toko dengan wajah muram.
"Stela, cepatlah! Dan berhenti membuat muka seperti anak anjing yang ditinggal majikannya! " omel Liora, kesal.
Liora berdecih. "Kau terlalu berharap deng- "
Bunyi lonceng pintu toko tiba-tiba berbunyi, memotong ucapan Liora.
"Maaf, tap- " Liora hendak menyapa pelanggan, tetapi sekali lagi ucapannya terpotong.
"Kak! Ada mobil bangsawan di luar! " teriak seorang anak laki-laki dengan penuh semangat.
"Jadi ap- "
"Ha! Di mana?! Ayo Liora! " seru Stela bersemangat.
Liora hanya bisa berdecih. Ini kali ketiga ucapannya terpotong hari ini.
Sebelum dia sempat memprotes, Stela sudah menarik lengannya dengan penuh antusias, menyeretnya keluar dari toko untuk melihat pemandangan yang begitu menarik perhatian semua orang.
------
Mobil bangsawan itu terparkir di tengah keramaian kota, mengundang pandangan penuh kekaguman dari rakyat biasa. Mobil yang berkilau, sebuah kemewahan yang jauh lebih canggih daripada kereta kuda yang biasa digunakan orang kebanyakan. Hanya orang-orang dengan pangkat besar yang mampu memilikinya.
Sekelompok orang berkumpul, saling bertanya-tanya, siapa gerangan orang kaya yang datang dengan kendaraan luar biasa ini.
Seorang pria berpakaian rapi, anggota keluarga bangsawan, melangkah keluar dari pintu depan mobil, mendekati pemandu yang berdiri di samping kendaraan. Dia berbisik, lalu berbicara dengan suara lantang, menembus kerumunan.
"Ekhem! Pengumuman saya, membawa pesan dari yang terhormat Duke Elgala De Lauis! Mencari seseorang bernama Stela dan Liora! Untuk dibawa ke Barat! "
Semua yang mendengar kata-kata itu terdiam sejenak, lalu kerumunan menjadi riuh. Mereka menatap sekeliling, mencari kedua nama yang disebutkan.Stela dan Liora, dua wanita kota yang terkenal dengan kecantikan mereka dan profesi mereka sebagai penjual buket bunga.
Tak lama, tatapan mereka tertuju pada dua sosok yang berdiri kaku di tiang lampu, Stela dan Liora, yang tampaknya terkejut dengan perhatian yang tiba-tiba mengarah pada mereka.
-----
"Aku tidak menyangka akan secepat ini, " bisik Stela dengan suara pelan, matanya terfokus pada jendela mobil yang terus melaju, meninggalkan keramaian kota. Mereka berdua kini duduk dalam keheningan yang canggung.
Sudah 15 menit mereka terdiam di dalam mobil, terlalu terkejut dengan kejadian yang datang begitu mendalam dan tiba-tiba. Mereka hanya saling berpandangan tanpa kata, mencoba memproses perubahan yang begitu drastis.
Liora hanya mengangguk pelan. Dua hari tanpa balasan surat, dan kini, tanpa sempat mengerti apa yang sebenarnya terjadi, dia sudah berada dalam mobil yang membawa mereka menuju Kerajaan Barat.
"Kenapa Elgala dipanggil Duke? bukankah dia anak dari Duke? " tanya Liora penasaran.
Stela mendecih kecil, "Duke telah meninggal pada bulan Viruous. Jadi yang terhormat Duke Elgala menggantikannya. "
Liora mengangguk paham lalu melamun, berusaha menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi, bayangan masa depan terasa buram, dan setiap kemungkinan yang terlintas hanya membawa lebih banyak pertanyaan.
------
Enam jam perjalanan yang panjang akhirnya membawa mereka ke Kerajaan Barat, dan kini, Liora dan Stela berdiri di hadapan istana yang begitu megah dan luas. Sebuah kediaman yang layak untuk seorang yang berpangkat Duke. Bangunan itu tampak menjulang tinggi, dikelilingi taman yang terawat rapi.
"Ayo, nona, " ucap seorang pelayan wanita dengan suara lembut dan sopan, menarik perhatian mereka.
Liora menatap istana itu dengan pandangan kosong, rasa tak percaya masih menghantui dirinya. "Apa kita benar-benar layak untuk hal seperti ini? " bisiknya pelan.
Stela tersenyum dan menepuk pundak Liora dengan semangat. "Nikmati saja, " jawabnya dengan nada ceria, meskipun dia sendiri masih merasa cemas.
Pelayan itu memimpin mereka menuju sebuah ruangan di sayap kanan istana, berhenti di depan pintu besar yang terukir indah.
"Ini, kamar nona Stela, " ucapnya dengan sopan, membuka pintu untuk memperlihatkan ruangan yang luas dengan perabotan mewah dan pemandangan indah dari jendela.
"Jika anda menginginkan sesuatu, anda hanya perlu membunyikan lonceng kecil yang tersedia di atas laci kamar anda, " lanjutnya, memberikan penjelasan mengenai fasilitas yang tersedia.
"Ayo nona Liora, " lanjut pelayan itu, ingin memandu Liora ke kamarnya.
Stela terdiam sejenak, menyadari sesuatu yang belum mereka bicarakan. "Sebentar, kamar aku dan Liora berlainan? " tanyanya, suaranya penuh tanya.
Pelayan itu mengangguk dengan sopan. "Benar, nona. Maaf atas ketidaknyamanan ini. "
"Terima kasih, " balas Stela, sedikit bingung, namun tetap berusaha menunjukkan rasa terima kasih.
"Tugas saya, nona, " jawab pelayan tersebut dengan hormat sebelum meninggalkan mereka.
-----
"Kenapa kamarku dan Stela agak jauh? " tanya Liora dengan nada bingung. Banyak ruangan yang mereka lalui tadi, dan kini dia mendapati dirinya berada di kamar yang cukup jauh dengan Kamar Stela.
"Tuan menyuruh saya menempatkan anda di sini, " jawab pelayan itu sopan, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
"Jika anda memerlukan apa-apa, sila bunyikan lonceng kecil, " lanjutnya sebelum menunduk hormat dan perlahan melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Liora sendiri dalam keheningan.
Liora menatap pintu yang baru saja tertutup, pikirannya masih berputar. 'Elgala sekaya ini... ' batinnya, tak menyangka bahwa keluarga Duke memiliki tempat tinggal sebesar ini.
Matanya menyapu ruangan luas itu langit-langit tinggi dengan ukiran rumit, jendela besar dengan tirai sutra yang melambai pelan, dan sebuah ranjang berukuran besar dengan selimut lembut yang tampak begitu nyaman.
Perlahan, dia melangkah ke arah ranjang, jemarinya meraba kain halus yang menyelimutinya. Empuk dan.. Selesa. Seumur hidupnya, dia tak pernah berbaring di atas kasur semewah ini.
Tanpa sadar, tubuhnya tenggelam ke dalamnya, matanya semakin berat, dan sebelum sempat memikirkan lebih jauh tentang nasibnya di tempat ini, Liora sudah tertidur ditemani dengkuran halus.
-----
Liora mencoba membuka matanya yang masih berat, tubuhnya terasa lelah, dan ada sesuatu yang menekan perutnya.
"Ugh..." lenguhnya pelan.
Dengan tangan yang masih setengah sadar, dia meraba benda itu, halus dan lembut seperti... rambut?
Liora membuka matanya lebar dan, tanpa berpikir panjang, langsung menarik rambut tersebut dengan kuat.
"Aww! " Suara seseorang berteriak kesakitan.
Refleks, Liora menolak sosok itu dengan dorongan kuat, membuat orang tersebut jatuh dari ranjang dengan bunyi yang cukup keras.
Dengan napas memburu, Liora buru-buru duduk di ranjang, menarik selimutnya erat-erat untuk melindungi diri. Tatapannya waspada ke arah sosok yang baru saja terjatuh.
"Ini menyakitkan, bodoh! " suara serak itu menggerutu kesal.
Cahaya bulan yang remang-remang membuatnya sulit mengenali wajah pria itu, tetapi nada suaranya terdengar familiar.
"Dasar gadis kota! Sudah berbulan-bulan kita tidak bertemu, dan kau malah bersikap kasar! " ucapnya sambil berusaha bangkit.
Liora mengerutkan dahi. "Elgala? " tanyanya ragu.
Sosok itu akhirnya berdiri tegak, tatapannya dalam, lalu mengangguk pelan.
Sebelum Liora sempat bereaksi, dia sudah naik ke ranjang lagi dan.. dengan gerakan lembut yang tidak terduga memeluknya erat.
"Aku merindukanmu bodoh..." gumamnya, cukup pelan tetapi masih bisa didengar jelas oleh Liora.
"Ayo kita sambung tidur, aku lelah.. " ucapnya mula melepaskan pelukan.
-----
Liora mengerjapkan matanya, mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Tubuhnya masih kaku, sementara Elgala memeluknya terlalu erat dan dekat. Tapi anehnya... pelukan ini terasa hangat.
Dia bisa merasakan napas pria itu di dekat telinganya, suaranya rendah saat berbisik.
"Kau tahu? Seminggu setelah kita bertemu, aku tidak bisa menerima kenyataan saat asistenku mengatakan aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepadamu… "
Liora menahan napas. Kata-kata itu menggantung di udara, merasuk ke dalam pikirannya.
"Aku selalu menyangkalnya. Cinta pada pandangan pertama? Konyol. Tapi pada akhirnya… " Elgala terkekeh kecil, nada suaranya terdengar geli,
"Aku malah menjilat ludahku sendiri. "
Jantung Liora mulai berdetak lebih cepat. Ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak, sesuatu yang tak bisa dia pahami.
"Ini salah… " gumamnya pelan.
Elgala mengernyit, masih dalam posisi mendekapnya. "Hng? Apa maksudmu? " tanyanya dengan nada bingung.
Liora menggeleng pelan, menutup matanya. Dia tidak ingin melihat ekspresi pria itu, tidak ingin menghadapi perasaan yang mulai menguar di dadanya.
Namun, semakin dia berusaha mengabaikannya, semakin kuat gejolak itu tumbuh.
-----
Liora sedang menyuapi Elgala daging panggang, makanan tengah hari mereka. Sejak kejadian malam itu, sikap pria itu menjadi semakin manja dan menempel padanya.
Liora mendesah pelan, menatap Elgala yang sedang mengunyah dengan santai. "Dimana Stela? " tanyanya, menyadari sudah dua hari dia tidak melihat wanita itu. Apakah dia baik-baik saja?
Elgala hanya mengangkat bahunya dengan ekspresi malas.
"Tuan Duke yang terhormat bahkan tidak tahu di mana sahabatku berada? " Liora menyindir, menatapnya tajam.
Alih-alih menjawab, Elgala malah menyandarkan dagunya di bahu Liora dan menatap Liora dengan tatapan menggoda. "Kecup pipiku dahulu. "
Liora menatap pria itu dengan ekspresi datar. "Kau bercanda? "
Elgala mengedikkan bahunya seolah tidak peduli. "Tidak. "
Liora mendengus, tapi demi mendapatkan jawaban, dia akhirnya mendekat dan mengecup pipi kanan pria itu dengan singkat.
Cup!
Senyum puas langsung terukir di wajah Elgala. Dia menatap Liora dengan ekspresi bangga, seakan telah menang dalam suatu permainan kecil.
"Stela sedang bersama adik perempuanku," ujarnya santai. "Jadi kau tidak perlu khawatir."
Liora terdiam sejenak, lalu mendecak pelan. "Dasar licik."
-----
Di sisi lain, seorang wanita dan seorang gadis sedang bermain di taman bersama seekor anak anjing ras Borzoi.
"Kenapa Liora tidak pernah memberitahuku?! " seru Stela dengan nada kesal, merasa tidak terima.
Di sampingnya, seorang gadis berambut perang panjang terkekeh pelan. "Aku juga terkejut saat mengetahui fakta itu, " ujar Chandra, adik perempuan Elgala, dengan suara lembut.
Dia baru saja menceritakan pada Stela tentang hubungan Elgala dan Liora betapa bucinnya pria itu. Bagaimana dia terpuruk di dalam ruang kerja selama berbulan-bulan, mengabaikan banyak hal hanya demi mencari keberadaan Liora.
"Ini termasuk cinta yang rumit, Lady. Bagaimanapun, Duke Elgala adalah orang yang terhormat, sedangkan Liora... " Stela menggantungkan kalimatnya, tak yakin bagaimana hubungan itu bisa berhasil.
Chandra tersenyum kecil, lalu menepuk bahu Stela. "Tidak ada yang mustahil bagi abangku, Stela. Kau tidak perlu risau, " katanya yakin. "Dia tahu apa yang dia lakukan. "
-----
Keesokan harinya, Liora pagi-pagi lagi, dia dikejutkan dengan seorang pelayan, "Nona anda harus bersiap sekarang!! " ucapnya, dia merupakan kepala pelayan Kerajaan Barat.
"Huh? untuk apa. " tanyanya pelan.
"Hari pernikahan anda tentunya!! " ucapnya kuat.
"Apa maksudmu?! "
Liora melompat turun dari ranjang dengan wajah terkejut, rambutnya yang sedikit berantakan menambah kesan tidak siap.
Pelayan itu pun tampak sama kagetnya, menatap Liora dengan ekspresi bingung. "Hari ini adalah pernikahan Anda dengan Yang Terhormat Duke Elgala! Apa Anda tidak mengetahuinya?! "
Liora membeku. "Apa...? "
Dia mencoba mengingat-ingat apakah ada pembicaraan mengenai hal ini sebelumnya, tapi tidak ada! Setahunya, Elgala memang sering bertingkah aneh belakangan ini lebih lengket, lebih sering memeluknya tiba-tiba, dan makin lama makin menuntut perhatian tapi... pernikahan?!
"Ini pasti kesalahan! Aku tidak pernah menyetujui ini! " seru Liora, suaranya mulai panik.
Pelayan itu tampak semakin bingung. "Tapi, Nona... segalanya sudah dipersiapkan. Para tamu dari berbagai wilayah sudah tiba sejak tadi malam. Gaun pernikahan Anda sudah siap, dan Duke sendiri yang mengatur semuanya... "
Liora merasa kepalanya mulai pening. Duke sendiri yang mengatur semuanya...?
"Orang gila itu! " geramnya.
Dia berbalik, langsung menuju pintu dengan langkah cepat. Dia harus menemukan Elgala sekarang juga!
Dua orang pengawal langsung menghadang pintu keluar. "Anda tidak diizinkan keluar Nona! " ucap salah seorang dengan tegas.
Liora tertegun, apa yang harus ia lakukan sekarang..
"Mari nona saya sudah menyiapkan rendaman, " ucap salah seorang pelayan sopan.
Liora membiarkan para pelayan membawanya ke ruang mandi, pikirannya masih berputar mencari cara untuk keluar dari situasi ini.
"Aku bahkan belum mengatakan apa-apa! bagaimana bisa ini langsung terjadi?! " gerutunya dalam hati.
Dia duduk di tepi bak mandi berisi air hangat, membiarkan seorang pelayan menuangkan air bunga ke rambutnya. Di cermin di depannya, ia melihat wajahnya sendiri, sedikit pucat, sedikit bingung, dan banyak kesal.
"Apa Elgala benar-benar berpikir aku akan menikah dengannya begitu saja? "
Setelah mandi, Liora dibawa ke ruang ganti, di mana sebuah gaun pengantin mewah berwarna putih telah dipersiapkan. Gaun itu dihiasi sulaman emas dan kristal kecil yang berkilauan. Indah,namun.. terasa seperti belenggu.
Pelayan-pelayan mulai membantu memakaikan gaun itu padanya. Liora menghela napas.
'jika aku melarikan diri sekarang, apa mereka akan menangkapku?' pikirnya, melirik ke arah jendela besar di ruangan itu.
Namun, sebelum ia bisa mengambil keputusan, pintu terbuka dan Elgala masuk.
Liora langsung menoleh, menatapnya tajam.
"Jelaskan. " katanya dengan nada dingin.
Elgala melangkah masuk dengan santai, senyum tipis tersungging di wajahnya. Dia tampak tenang, terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja memaksa orang lain menikah dengannya.
"Jelaskan apa? " tanyanya, seolah tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Liora menghela napas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Aku tidak pernah menyetujui ini! Sejak kapan aku setuju untuk menikah denganmu, Elgala? "
Duke muda itu menyandarkan tubuhnya ke dinding, menatapnya dengan penuh minat. "Kau tidak pernah menolak. "
Liora membelalak. "Apa? Itu tidak masuk akal! "
Elgala terkekeh. "Dari awal kau membiarkanku memelukmu, membiarkanku bersikap manja, dan sekarang kau bahkan tidak lari saat tahu ini hari pernikahanmu. Bukankah itu artinya kau menerimaku? "
Liora membuka mulut untuk membantah, tapi ia tidak bisa menyangkal fakta bahwa dirinya memang tidak kabur.
"Dan lagi, " lanjut Elgala, kini berjalan mendekat, "kau sudah tidur di ranjangku, makan bersamaku, bahkan mencium pipiku. Bagaimana jika orang-orang salah paham dan berpikir aku sudah menyentuhmu lebih dari itu? "
Liora merona marah. "Aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan! "
"Benarkah? " Elgala memiringkan kepalanya, menatapnya lekat-lekat. "jika begitu, apa kau benar-benar tidak ingin menikah denganku? "
Liora terdiam.
Apakah dia benar-benar menolak?
Apakah dia benar-benar ingin pergi?
Saat ini, ia tahu jika Elgala menyukainya. Tapi apakah ia sendiri memiliki perasaan yang sama? tapi perasaan ini salah..
Melihat Liora yang masih kebingungan, Elgala tersenyum. Ia membungkuk sedikit, mendekat ke wajah Liora, lalu berbisik, "Ambil keputusanmu sebelum upacara dimulai, Sayang. "
Kemudian, ia berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Liora yang masih mematung dengan pipi merah.
-----
Ruang gereja yang luas dipenuhi oleh para tamu undangan dari berbagai penjuru kerajaan. Cahaya lilin yang lembut menerangi ruangan, menciptakan suasana sakral dan penuh harapan.
Di depan altar, Liora berdiri dalam gaun putih yang anggun, sementara Elgala di sampingnya mengenakan pakaian bangsawan yang mewah, tampak begitu gagah dan percaya diri.
Pendeta yang berdiri di hadapan mereka mulai melafalkan janji suci.
"Duke Elgala De Louis, apakah Anda bersedia untuk mencintai dan menjaga Nona Liora, dalam suka maupun duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, hingga akhir hayat?"
Elgala tidak butuh waktu lama untuk menjawab. Dia menatap Liora dalam-dalam, senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya.
"Aku bersedia."
Suaranya mantap, penuh keyakinan, seakan-akan ini adalah keputusan yang sudah lama ia nantikan.
Pendeta lalu mengalihkan pandangan ke Liora.
"Nona Liora, apakah Anda bersedia menerima Duke Elgala De Louis sebagai suami Anda, mencintainya dan mendampinginya, dalam suka maupun duka, dalam keadaan sehat maupun sakit, hingga akhir hayat?"
Liora menatap Elgala, yang kini menunggu jawabannya dengan sabar. Mata lelaki itu berbinar, penuh keyakinan dan harapan.
Hatinya berdebar.
Ia tahu betapa keras kepalanya lelaki ini, betapa menyebalkannya dia di awal pertemuan mereka. Tapi dia juga tahu bahwa di balik semua itu, ada seseorang yang tulus mencintainya, seseorang yang rela mencarinya berbulan-bulan, hanya untuk memastikan dia baik-baik saja.
Liora menghela napas,
"Aku bersedia."
Terdengar bisik-bisik kecil di antara para tamu, dan senyuman puas terukir di wajah Elgala.
"Cium mempelainya," kata pendeta dengan suara lantang.
Elgala tidak menunggu lebih lama. Dengan lembut, dia memegang wajah Liora, menatapnya seakan ingin menghafal setiap detailnya.
"Lihat? Kau akhirnya milikku juga," bisiknya sebelum menutup jarak di antara mereka.
-----
c1.