Nausheen Salima leena atau biasa dipanggil Leena adalah seorang gadis berusia 18 tahun yang bercita-cita menjadi Hafidzah, penghafal Al-Qur'an. Sejak kecil ia sangat mengagumi Al Qur'an, terutama ketika ia melihat teman-temannya yang hafal kitab suci itu. Baginya mereka seperti bintang yang bersinar, menunjukkan jalan kebenaran dengan cahayanya. Karena itulah, Leena bertekad menjadi bagian dari mereka.
Setiap hari, setelah sholat subuh, Leena selalu membuka mushafnya dan mulai menghafal beberapa ayat. Awalnya ia hanya bisa menghafal satu ayat sehari, itu pun ia kesulitan. Banyak kata yang ia lupa, banyak ayat yang terus berulang diucapkan tetapi sulit melekat diingatnya. Namun,ia tidak menyerah. Leena tahu bahwa menghafal Al Qur'an membutuhkan kesabaran dan waktu.
Di pondok pesantrennya,ada program khusus bagi santri yang ingin menghafal Al-Qur'an. Setiap pagi dan sore, mereka diberi waktu khusus untuk menghafal dan menyetorkan hafalannya di ustadzah. Leena pun bergabung dalam program ini,meski pada awalnya ia merasa minder. Disana,ia bertemu dengan teman-temannya yang sudah menghafal berlembar-lembar ayat, sementara itu ia masih tertatih-tatih dihalaman pertama.
“Sabar ya, Leena,”ujar Ziah, sahabatnya yang sudah lebih dulu menghafal beberapa juz.” Menghafal Al Qur'an itu butuh keteguhan hati. Jangan terlalu memikirkan cepatnya, yang penting Istiqomah, biar sedikit asal berkelanjutan.”
Leena mengangguk. Nasihat itu ia pegang erat dalam hatinya. Ia tidak ingin menyerah ditengah jalan. Baginya, menghafal Al Qur'an bukan hanya tentang memenuhi target jihalaman, tapi juga tentang kesungguhan dan keikhlasan. Setiap kali ia merasa lelah,ia selalu ingat bahwa tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapat ridho nya.
Namun, ujian semakin banyak ketika Leena memasuki bulan kedua, ia mulai merasa kelelahan karena harus membagi waktu antara hafalan, pelajaran sekolah, dan tugas-tugas lainnya. Seringkali, ketika ia sudah siap menghafal, rasa ngantuk datang menghampiri dan tubuhnya terasa lemas. Di malam-malam yang dingin, Leena sering bangun lebih awal untuk menghafal, tetapi justru merasa semakin tertekan.
Disuatu malam, setelah berulang kali gagal menghafal satu halaman, Leena merasa putus asa. Ia duduk di lantai kamarnya sambil menangis.” Ya Allah, kenapa begitu sulit? Aku ingin sekali menghafal kitab-Mu, tapi kenapa aku merasa lemah seperti ini?”gumannya dengan suara lirih.
Ditengah kegundahannya, ustadzahnya, ustadzah Ayna, datang menghampirinya. Ustadzah Ayna tersenyum lembut dan duduk disampingnya.” Leena, menghafal Al Qur'an memang tidak mudah, tapi ingatlah bahwa setiap kesulitan yang kau alami itu akan diganti dengan pahala yang berlipat. Mungkin saat ini kau merasa lelah, tapi percayalah, suatu hari nanti kau akan melihat buah dari perjuangan ini.”
Kata-kata ustadzah itu memberi kekuatan bagi Leena. Ia menghapus air matanya dan memutuskan untuk tidak berhenti. Setiap malam, ia terus mencoba, meskipun hanya bisa menghafal beberapa ayat. Sedikit demi sedikit, hafalannya bertambah. Bahkan, ustadzahnya sering memujinya karena kesabarannya yang luar biasa.
Waktu terus berlalu, dan akhirnya Leena berhasil menyelesaikan satu juz penuh. Kabar itu membuat seluruh teman-temannya bangga, terutama Ziah yang tahu betapa keras perjuangan Leena. Setiap malam, ia melihat Leena menahan kantuk dan kelelahan demi satu atau dua ayat. Meski lambat, Leena berhasil melewati semua tantangan dengan kesabaran yang luar biasa.
Setelah itu, perjalanan Leena untuk menghafal Al Qur'an tidak berhenti. Ia terus berusaha dan berdoa, berharap suatu hari nanti ia bisa menghafal seluruh Al Qur'an. Baginya, setiap ayat yang berhasil ia hafal adalah cahaya yang menuntunnya semakin dekat kepada Allah.
Saat ini, Leena semakin teguh dalam niatnya. Ia telah belajar bahwa hafalan bukan sekedar kemampuan mengingat, tetapi adalah perjalanan hati yang penuh doa, kesabaran, dan pengorbanan. Dan ia percaya, disetiap malam yang ia lewati, di setiap ayat yang ia hafalkan, Allah SWT menyaksikan perjuangannya yang tulus untuk meraih ridho nya.
Seiring berjalannya waktu, Leena semakin dekat dengan cita-citanya. Namun, perjuangan itu tidak menjadi lebih mudah. Setiap kali ia berhasil menghafal satu juz, selalu ada tantangan baru yang menantangnya, terutama menjaga agar hafalannya tetap kuat di ingatan. Ada banyak momen di mana ia merasa hafalannya mulai goyah. Terkadang ayat-ayat yang ia hafal sebelumnya terasa sulit untuk diingat kembali, seolah-olah hilang begitu saja dari pikirannya.
Sore itu, Leena merasa sangat frustasi. Saat ia menyetorkan hafalannya kepala ustadzah, tiba-tiba ia lupa satu ayat yang sudah lama ia hafal. Padahal, pagi tadi ia sudah mengulanginya berulang kali. Ia merasa kecewa pada dirinya sendiri dan merasa belum cukup kuat untuk menjadi seorang Hafidzah.
"Kenapa rasanya makin sulit, ustadzah? Aku takut kalau nanti hafalanku hilang sedikit demi sedikit," ucapnya dengan mata yang sembab.
Ustadzah Ayna tersenyum penuh kasih, lalu menepuk pundak Leena pelan. " Nak, Allah sengaja memberikan ujian seperti ini. Menghafal itu adalah satu hal, tapi menjaganya dalam hati adalah perjuangan yang lain. Ujian seperti ini justru untuk melatih kesabaranmu. Ingatlah, Al Qur'an adalah amanah besar, dan Allah memilihmu untuk menjadi penjaganya. Kamu harus menjaga amanah ini dengan ketekunan dan keikhlasan, bukan hanya ketika mudah, tapi juga saat sulit."
Leena terdiam sejenak, memikirkan kata-kata ustadzahnya. Ia menyadari bahwa menjaga hafalan memang tak kalah pentingnya dari menghafal itu sendiri. Setiap ayat yang sudah masuk ke dalam ingatannya seolah-olah berbisik agar ia terus merawatnya dengan sabar. Sejak saat itu, Leena mulai lebih tekun dalam mengulang hafalannya setiap hari.
Hari demi hari, ketekunannya membuahkan hasil. Hafalan Leena semakin kuat, dan ia pun lebih tenang dalam menyetorkan ayat-ayatnya. Kepercayaannya kepada Allah SWT semakin kokoh, terutama setelah ia melewati banyak rintangan. Namun, ujian tak berhenti sampai di situ.
Suatu malam, ia mendapatkan kabar bahwa ibunya sakit parah di kampung. Hati Leena terasa berat. Ia ingin segera pulang, tetapi ustazah dan teman-temannya menyarankan agar ia tetap tenang dan fokus berdoa. Ustazah Ayna berkata bahwa mungkin inilah ujian yang diberikan Allah agar ia lebih ikhlas dalam menghafal.
“Kadang Allah menguji kita dengan hal-hal yang paling kita sayangi, Nak,” ujar Ustazah Ayna. “Jika kau bisa sabar dan tetap kuat di tengah ujian ini, insya Allah hafalanmu akan semakin kokoh. Berdoalah untuk ibumu, dan percaya bahwa Allah Maha Menjaga.”
Dengan berat hati, Leena memutuskan untuk tetap tinggal di pesantren. Ia mengirimkan doanya untuk kesembuhan ibunya, dan malam berikutnya ia jalani dengan penuh harap kepada Allah. Setiap ayat yang ia lantunkan terasa lebih dalam, seolah-olah ia berbicara langsung kepada Allah, meminta kekuatan dan perlindungan bagi ibunya.
Kabar baik akhirnya datang. Ibunya membaik, dan kondisi kesehatannya semakin stabil. Leena merasa lega dan semakin yakin bahwa Allah mendengar setiap doa yang ia panjatkan dengan sungguh-sungguh.
Setelah melalui banyak ujian, Leena akhirnya berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur'an. Ia merasa seluruh perjuangan, pengorbanan, dan air mata yang telah ia lalui terbayar dengan kebahagiaan yang luar biasa. Kini, ia resmi menjadi hafidzah, penjaga Al-Qur'an, seperti yang telah lama ia impikan.
Di hari wisuda hafidzah, dengan penuh kebanggaan, Leena berdiri di hadapan seluruh santri dan para ustadz dan ustadzah. Air mata haru mengalir di pipinya saat ia menyadari bahwa perjuangan panjangnya telah mengantarnya sampai ke titik ini. Ia berjanji dalam hati bahwa ia akan terus menjaga Al-Qur'an dalam dirinya, bukan hanya dalam hafalan, tetapi juga dalam setiap langkah hidupnya.