Aku adalah anak seorang petani ladang, yang sudah terbiasa hidup sederhana. Keseharianku pun juga tak jauh-jauh dari kehidupan anak-anak desa lainnya, yang sudah terbiasa dengan hidup sebagai petani.
Terik panasnya matahari, dinginnya basah air hujan, segarnya hembusan raja klana, serta rimbunnya dedaunan hijau sudah menjadi satu bagian tersendiri dalam hidup kami. Ya, itulah bagian dari nafas kami, nafas kehidupan sekaligus nafas untuk mencari penghidupan. Sebagai anak seorang petani, hampir setiap hari kuhabiskan waktu untuk membantu pekerjaan orang tuaku diladang.Apa saja yang mereka suruh aku selalu berusaha untuk mengerjakannya dengan baik, meskipun aku juga masih harus banyak belajar dari mereka dengan segala apa yang aku kerjakan.
Setiap pagi atau malam hari, aku selalu mendapatkan perintah perihal apa yang harus aku kerjakan dari bapakku, sehingga aku bisa membagi waktuku untuk melakukan semua tugas itu. Meskipun sama-sama bekerja diladang, namun aku lebih memilih untuk bekerja dilahan tersendiri dari kedua orang tuaku. Hal itu aku lakukan, selain untuk mengurangi perbantahan perihal apa yang kami kerjakan, namun aku sendiri lebih memilih untuk belajar sendiri dengan banyak mencoba hal-hal baru yang aku tak tahu. Ya...pada dasarnya aku memang tipe anak yang suka diatur-atur sepenuhnya, cukup dikasih tahu apa yang harus aku kerjakan, diberi tahu caranya,itu sudah cukup untukku. Tidak harus didampingi, apalagi sampai diawasi, menjadi sesuatu yang tidak nyaman untukku dan kalau sudah begitu,justru akan menghilangkan semangatku.
Tak banyak cakap, pelan tapi pasti, tenang, itu adalah pola kerjaku. Dan lama-lama kedua orang tuaku pun paham dengan semua itu, jadi mereka juga melakukan pekerjaannya masing-masing. Belum tentu seminggu kami, bekerja jadi satu lahan, kecuali kalau memang ada yang harus dikerjakan bersama-sama dan butuh banyak tenaga. Hanya sesekali waktu bapakku, datang menilik lahan yang aku kerjakan, kalau-kalau ada yang terlewat atau salah.
Semakin berjalannya waktu, semakin aku banyak belajar dan menikmati semua proses itu. Keseharianku yang hidup lebih banyak diladang, perlahan membuat kulitku semakin terlihat coklat dan semakin gelap. Namun begitu, aku sendiri tak terlalu pusing memikirkan hal itu, karena yang ada
Hampir setengah tahun lalu, aku berhenti dari pekerjaanku, sebagai penjual bakso di sebuah kios dipasar yang cukup jauh dari tempat tinggal ku. Sebenarnya pekerjaaan itu sudah cukup lumayan untukku,meskipun upahku tak banyak namun aku menerimanya secara bersih karena hampir semua kebutuhanku ditanggung oleh bosku. Dia sebenarnya juga orang yang baik padaku, juga pada karyawan-karyawan lainnya. Diantara kami kami berempat, hanya aku satu-satunya karyawan lelaki disitu. Karena memang waktu mengajakku bekerja,yang beliau butuhkan adalah karyawan lelaki untuk menggantikan karyawan sebelumnya yang telah berhenti.
Ditempat itu aku diajari bagaimana menjalankan sebuah usaha bakso. Mulai dari proses produksi, hingga sampai jualan baksonya itu sendiri. Tak butuh waktu lama untukku beradaptasi dengan semua itu. Dalam waktu seminggu aku sudah bisa membuat sendiri mie dan bakso dengan kualitas yang sama yang dibuat si bos. Aku hanya mengambil waktu satu bulan untuk training ditempat itu, waktu yang lebih singkat dari yang ditawarkannya kepadaku yaitu dua bulan.
Dari yang sama sekali tidak tahu,hingga dipercaya menjalankan satu kios sendiri, bukan hal yang mudah aku dapatkan dalam satu bulan. Dan bosku pun sepertinya cukup puas dengan hasil kerjaku, karena selama aku bekerja disitu belum pernah marah padaku. Kalau pun ada kesalahan, dia mengoreksinya dengan cara yang lembut dan tenang. Apalagi dia seorang wanita, yang umurnya juga hanya selisih beberapa tahun saja diatasku. Hanya bedanya dia sudah pernah berkeluarga, dan mempunyai seorang anak perempuan yang masih duduk dibangku TK.
Setiap pagi aku berusaha bangun tepat waktu, dan segera mempersiapkan semua pekerjaanku. Kami berempat selalu berbagi tugas untuk menjalankan tugas kami masing-masing. Aku sendiri selalu mulai bekerja dari jam 6 pagi hingga setengah 10 untuk membuat bakso dan Mie yang akan dijual hari ini. Setelah selesai, aku mendapatkan tugas tambahan untuk menjemput anak bosku itu disekolahnya, dan disitulah kedekatan kami berawal.
Hari demi hari yang ku lalui, ternyata pelan-pelan mendekatkan emosi kami. Emosi seorang anak tunggal yang masih kecil, dengan seorang anak yang cukup jauh belajar hidup mandiri.Pelan-pelan hubungan kami pun terbangun seperti kakak dan adik, yang bisa saling bercanda berbagi dengan penuh kehangatan. Hal itu juga sepertinya tak luput dari perhatian bos ku, hingga kadang membuat aku lupa kalau aku bukanlah siapa-siapa, dan hanyalah seorang karyawan biasa. Namun bos ku juga tak ambil pusing soal itu, yang ada justru sebaliknya, karena anak semata wayangnya menjadi lebih banyak ceria dari hari-hari sebelumnya.
Singkat cerita, setelah aku bekerja selama dua bulan disitu, pelan-pelan mulai aku tahu siapa bosku. Sesekali waktu aku bertanya pada rekan kerjaku, yang malam itu membantuku di kios jualanku. Karena kiosnya tutup lebih awal, karena tempat disebelahnya sedang ada acara lingkungan.
" Mbak.... Aku mau tanya, tapi mbak jangan bilang-bilang ke yang lain ya..!!" Tanyaku sambil menyeduh secangkir kopi.
" Tanya apa sih mas, kok pakai jangan bilang-bilang ? " Jawab Mbak Marni.
" Anu mbak...., suaminya bos itu kemana sih mbak..?" Balasku lagi.
" Owhhh..., saya juga tidak tahu persis kalau itu. Tapi yang saya tahu, setahun lalu bos kita itu mengurus surat cerainya." Jawab Mbak Marni dengan lembut dan hati-hati.
" Owhh.... Jadi...!" Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku Mbak Marni langsung menyahutnya.
" Iya... Bu boss itu janda, sama seperti saya mas.., cuma bedanya.. kalau saya baru sekali, kalau Bu boss sudah dua kali." Jelas mbak Marni lagi.
" Maksudnya dua kali mbak...??!!??" Sahutku segera.
" Ya Bu bos itu sudah dua kali menikah, dan dua kali pisah juga..." Jelas mbak Marni.
" Owhh begitu mbak...., lha kalau anaknya itu...?" Tanyaku lagi.
" Kalau anaknya itu, dari suami yang pertama mas,kalau sama suami yang kedua belum punya anak. Ya karena...." Tiba-tiba perkataan mbak Marni terhenti.
" Karena apa mbak Mar..?" Balas tanyaku.
" Ya karena sebenarnya suaminya Bu boss yang kedua itu juga masih punya istri, dan punya anak juga dengan istrinya yang pertama. Sedangkan Bu boss hanya jadi istri kedua." Jelas mbak Marni dengan hati-hati.
" Owwhhh begitu mbak, kasian juga ya mbak Bu boss, padahal masih muda lho, masa sudah gagal dua kali." Jawabku.
" Ya namanya jodoh, rejeki, dan mati itu kita tidak tahu lho mas. Kalau kita tahu pasti kita bisa nawar..., sama yang memberikan." Sahur mbak Marni sambil tertawa terkekeh.
" Mbak Marni ini ada-ada saja, masa kaya gitu ditawar, kaya beli apa aja..?" Balasku.
" Lha iya makanya itu mas, kita tidak tahu.Tapi jangan bilang kalau saya yang cerita lho ya mas.!!" Mbak Marni mewanti-wanti.
" Ya nggak lah mbak... Masa saya bilang. Saya itu cuma penasaran aja, soalnya selama disini belum pernah ketemu suaminya. Beliau cuma bilang, kalau suaminya bekerja di luar kota waktu pertama saya datang itu." Jelasku.
" Owhhh....., begitu. Kalau Mas Anto umurnya berapa..?" Tanya mbak Marni.
" Hehe kalau saya masih kecil mbak, baru mau dua puluh tahun.." jawabku dengan polosnya.
" Wah masih mudaaa.... Hampir dua kali lipatku." Jawab Mbak Marni sambil tertawa.
" Kalau mbak Marni umur berapa...?" Balasku.
" Kalau aku sudah mau tua mas, sudah 37 " jawabnya.
" Hehehe... Yaw masih separuh baya mbak.., nggak mau punya suami lagi mbak..?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku ini.
" Ya...kepengennya begitu mas, tapi kan harus dipikirkan betul-betul. Apalagi mbak kan sudah berumur, tidak bisa asal-asalan, takut juga kaya Bu bos." Jawabnya dengan ringan.
" Iya mbak.. bener itu... Eh mbak, aku ke warung dulu sebentar ya, rokokku habis ternyata mbak. Nanti kalau ada yang beli, dibuatin dulu ya.." kataku.
" Iya..., ya udah sana kalau mau kewarung. Aku titip permen ya....!!" Jawab Mbak Marni.
" Iya mbak.. nanti tak belikan, sebiji apa sebungkus?....ahahahahahha....." Balasku sambil tertawa.
" SE iklasmu mas.... Masa iya beli permen sebiji..." Kata Mbak Marni menggerutu.
" Iya mbak... Nanti tak belikan gitu aja ngambek..." Kataku sambil aku meninggalkan kiosku.
Hari memang sudah malam, aku lihat jam di atas mejaku tadi sudah menunjukan pukul 21.10 , tak banyak lagi warung dan kios yang masih buka meskipun ini di area pasar. Hanya beberapa kios kelontong yang buka sampai malam seperti ini. Namun kendaraan berlalu lalang masih cukup ramai, dan itu juga yang membuat kami berjualan sampai malam. Karena tak jarang justru kios kami ramai saat malam hari, apalagi kalau malam liburan.
Meskipun kios rokok itu kelihatan dari tempat aku berjualan tapi cukup jauh juga untuk sampai disana, tak kurang dari 50 meter dari kiosku. Setelah beberapa menit aku berjalan akhirnya ku beli sebungkus rokok dan sebungkus permen, untuk menemani kami berjaga.
Kembalinya aku ke kios tempat jualanku, sedikit dibuat kaget karena Bu boss ku sudah ada disitu. Tak biasa beliau datang malam-malam ke kios seperti ini.
" Eh..Bu, kok sudah sampai sini sendiri..? " Sapaku.
" Iya.., sekalian mampir abis dari tempat yang punya acara disebelahnya kios yang atas tempat jualan mbak Mar." Jelas Bu boss.
" Owh tadi nggak bilang kalau mau kesini kan saya jemput Bu..!" Balasku.
" Iya. Nggak apa-apa, lagian tadi juga bareng sama mbak Desi tetangga kita kok. Gimana rame hari ini Tok..?" Tanya Bu boss.
" Lumayan Bu, tapi belum habis masih sedikit. Lagian juga masih jam segini, siapa tahu nanti masih ada yang mampir." Jawabku.
" Terima kasih ya To, kamu konsisten dengan pekerjaan kamu. " Kata Bu boss.
" Iya kan namanya juga bekerja Bu, masa mau seenaknya. Kan juga tidak baik.. eh ini mbak, permennya.." jawabku sambil memberikan sebungkus permen pada mbak Mar.
" Lah itu kamu beli permen sama rokok,dari mana..?" Tanya Bu boss lagi.
" Ya dari saya sendiri Bu, masa pakai uang jualan." Jawabku.
" Maksud saya, besok-besok kalau kamu mau beli lagi, ambil aja dari uang jualan, nanti tinggal bilang saya. Sayangkan uang kamu, kalau habis. " Kata Bu boss.
" Ya... Terima kasih Bu, tapi kan nggak enak juga sama ibu, orang semua juga udah ditanggung ibu, masa beli rokok juga ikut ibu." Jawabku.
" Ya nggak apa-apa To, kan kamu kerjanya sama saya. Semua juga gitu kok, mbak mar juga kalau butuh apa-apa beli aja, nanti bilangnya ke saya, gitu kan mbak Mar..?" Jelas Bu boss.
" Iya Bu.., ya mungkin mas Anto belum dikasih tau sama ibu,jadi nggak berani.." jelas mbak Mar.
" Ya udah, besok- besok gitu ya To...!! " Sahut Bu boss.
" Iya Bu, gimana baiknya aja Bu...saya ngikut.." jawabku.
" Nah ini yang mau saya koreksi, mulai hari ini jangan panggil Bu lagi ya. Apalagi mbak Marni, mbak Marni kan lebih tua dibanding saya, ga pantes kalau panggil saya Bu. Panggil mbak aja, biar adil." Jelas Bu boss.
" Ya... Bukan masalah nggak adil Bu, kami berdua ini kan bekerja sama ibu, masa kami panggilnya mbak..nggak enak Bu,...nggak sopan..!" Jelas mbak Marni.
" Iya saya tahu itu, tapi lebih nggak sopan lagi kalau mbak Marni panggil saya ibu, harusnya sebaliknya. Saya pengen biar kita semua kaya keluarga, meskipun dalam suana kerja. " Jelas Bu boss sambil tersenyum.
" Iya Bu...." Jawabku dan mbak Marni serempak.
" Tuh kan , Bu lagi.... Saya masih 24 tahun lho..." Kata Bu boss sambil tertawa ringan.
" Eh . Iya mbak...." Jawab kami berdua kompak.
" Nah gitu kan lebih enak didengarnya. Sekarang.., Anto anterin mbak Marni pulang dulu ya, saya jagain kiosnya. Terus mbak Mar, tadi saya sudah catat daftar belanja yang besok harus dibeli. Sama beberapa bahan yang harus disiapkan malam ini, mbak Ida dirumah pasti sudah nunggu, karena tadi saya pesen buat nungguin mbak Mar, ngerjainnya." Kata Bu boss pada kami berdua.
" Saya pulang sendiri nggak apa-apa Bu.., eh mbak... Kasian kalau mas Anto nganterin saya, nanti mbak Tina disini sendiri. " Kata mbak Marni.
" Sudah tidak apa-apa lagian kan antarnya pake motor jadi nggak lama. Dulu sebelum ada kalian berdua, saya juga biasa kok jualan sendiri. Aman kok " jelas Bu boss.
" Yakin mbak Tina...nungguin disini..?" Tanyaku.
" Iya To, yakin. Nggak apa-apa, sudah...sana anterin dulu mbak Marni. Kasian nanti mbak Ida keburu tidur kalau kelamaan nunggunya...!!" Jawab Bu boss lagi.
" Ya baiklah kalau begitu mbak,saya antar mbak Mar dulu. Ayo mbak Mar..!!" Balasku yang sudah kehabisan kata-kata.
Mbak Mar pun, segera mengambil kerang bawaannya dan naik ke motor yang sudah aku nyalakan. Tak berlama-lama aku segera tancap gas mengantar mbak Mar pulang, karena kasian juga kalau Bu boss nunggunya kelamaan. Jarak kios dan rumah Bu boss cukup jauh, butuh waktu 10 menit untuk pulang pergi dengan motor.
Setibanya didepan rumah, tiba-tiba terasa ada yang bergetar di pahaku.
" Kenapa mas...?" Tanya mbak Mar.
" Sebentar mbak, sepertinya ada SMS." Jawabku sambil mengeluarkan hp ku dari dalam saku celana.
" Nah iya kan.., " kataku sambil membuka hp poliponik ku.
" Iya apa mas.. ?" Tanya mbak Marni penasaran.
" Ada SMS mbak. Bu boss, minta tolong diambilkan selendang di kursi depan kamarnya." Jawabku.
" Owalah... Ya udah tak ambilkan, mas Anto tunggu sini." Jawab mbak Mar.
" Iya mbak.,." Jawabku.
Mbak Mar pun segera masuk kedalam rumah, dan mengambilkan selendang itu. Tak lama kemudian mbak Mar, sudah keluar lagi dari pintu dan memberikan selendang itu padaku.
" Ini mas selendangnya, hati-hati bawanya jangan sampai jatuh..!!" Kata mbak mar sambil memberikan selendang itu padaku.
" Iya mbak.. beres... Aman kalau cuma soal bawa selendang." Jawabku sambil menerima selendang itu.
" Ya sudah hati-hati mas, awasss....jangan macem-macem sama Bu boss... Apalagi cuma berdua." Kata mbak Mar pelan-pelan.
Seketika aku mengernyitkan dahiku, mendengar apa yang dikatakan mbak Mar.
" Maksudnya mbak....?" Balasku dengan penasaran.
" Ya sudah kalau nggak tau....nggak apa-apa, sudah.. cepetan sana, kasian Bu boss sendiri." Balas mbak Mar.
" Gimana to mbak Mar ini, tadi suruh hati-hati, sekarang suruh cepet. " Balasku.
" Ya cepet, tapi tetep hati-hati naik motornya mas." Balas mbak Mar, sambil menutup gerbang.
" Ya sudah, aku ke kios lagi ya mbak." Kataku sambil perlahan mulai menjalankan motor.
" Iyaa... " Jawab mbak Mar, meskipun tidak lantang tapi masih terdengar di telingaku.
Baru beberapa meter berjalan, tak sengaja selendang yang ada di tanganku sebagian terlepas dari genggaman tanganku, dan mengenai tepat disebagian muka ku. Mau tidak mau, aku pun kembali menghentikan motorku, untuk melipat lagi selendang itu agar tidak mengganggu. Namun saat itu juga, aku mencium aroma wangi dari selendang itu. Aroma yang jelas aku kenal selama ini. Sebelum kembali aku melipat selendang itu, sengaja sekali lagi aku cium aroma selendang itu, hingga aku bisa memastikan itu adalah aroma parfum yang biasa dipakai Bu boss. Entah dari mana asalnya pikiran itu berasal, tapi saat itu juga pertama kali muncul rasa suka dengan wewangian itu.
Segera aku lipat kembali selendang itu, dan tancapkan gas lagi agar segera sampai ke kios. Khawatir juga kalau mbak Tina harus sendirian di kios terlalu lama, biar bagaimanapun dia adalah bossku.Tak lama kemudian,aku pun sampai di kiosku lagi, yang teryata sudah ada beberapa orang yang duduk didalam kios itu untuk menikmati jajanan kami. Mbak Tina pun terlihat agak sibuk mempersiapkan pesanan yang ada. Aku segera menghampirinya kedalam kios.
" Pas banget To..., ini kamu siapin baksonya 4 ya, sama Mie Ayamnya dua. Mbak yang bikin minumnya, biar tidak kelamaan menunggunya." Kata Bu boss cantikku itu.
" Iya mbakk.. " jawabku sambil mengambil Ali posisinya di belakang gerobak bakso.
Tak lupa aku meletakkan selendang yang baru saja ku bawa tadi, disebalah tas Bu boss, dan terlebih dahulu mencuci tanganku. Segera kua aduk dan kuangkat mie yang sudah direbus mbak Tina, untuk memastikan tingkat kematangannya.
Dengan sigap, aku sajikan semua pesanan itu, tak berselang lama dengan mbak Tina yang baru saja menyajikan minuman untuk para tamu kami. Baru saja aku selesai menyuguhkan pesanan itu, tiba-tiba datang lagi 4 orang masuk ke kedalam kios kami dan memesan 4 mangkuk mie ayam bakso beserta dengan minumnya.Kami berdua pun segera membuatkan pesanan itu, dan berusaha memberikan yang terbaik untuk para tamu kami.
Diam- diam aku perhatikan Bu boss yang sedang sibuk menyiapkan minuman itu. Terlihat sangat anggun dan luwes, dalam menyiapkan minuman itu. Dengan tenang tidak terburu-buru, sangat teliti namun juga tidak terlalu lama, terlihat memang beliau sudah punya jam terbang yang lebih tinggi dalam hal ini. Apalagi saat memberikan minuman itu pada tamu kami, begitu anggun dan sopan, semua dikerjakan secara profesional. Senyum sapanya yang ramah, semakin membuat suasana terasa begitu cair dikios kami ini. Mungkin inilah salah satu resepnya Bu boss, kenapa kios kami selalu ramai dan punya banyak pelanggan.
Sembari menunggui para pelanggan kami menikmati hidangan kami, Bu boss dengan tenang memeriksa beberapa pelengkapan dan bahan yang masih ada di rak dan gerobak. Obrolan-obrolan ringan terus terdengar dari bibir mungilnya itu menemani kami berdua membereskan pekerjaan kami. Hingga akhirnya kami pun harus segera menutup kios ini karena, dagangan kami sudah habis terjual.
Segera aku membereskan semua perlengkapan dari gelas, mangkok dan panci semua aku cuci bersih. Sedangkan Bu boss, membantuku untuk mengelap semua perlengkapan itu sambil duduk dikursi yang tak jauh dari tempatku berdiri.
" To...kamu besok nggak pergi ke penggilingan daging kan...?" Tanya Bu boss padaku.
" Besok..., tidak Bu... Kan baru tadi pagi Anto giling dagingnya." Jawabku.
" Nah kan mulai ....Bu lagi..." Sahut beliau.
" Hehehehe .. lupa lho mbak.....lha sudah terlanjur biasa begitu manggilnya. " Jawabku sambil tertawa.
" Iyaa.. ya makanya pelan-pelan dibiasakan. Kalau besok nggak pergi ke penggilingan, berarti besok pagi setelah siap-siap dan jemput Anna, besok kamu ikut saya Ya...!" Kata Bu boss sambil mengelap beberapa sendok dan garpu yang ada didepannya.
" Kemana mbak...?" Balasku sambil menyiapkan air diember untuk mengepel lantai.
" Kamu kan belum punya SIM, rencananya besok kita pergi ke Polres biar kamu punya SIM. Jadi kalau kamu pergi ke penggilingan daging, nggak perlu naik angkot lagi. Saya pikir-pikir terlalu lama juga kalau terus-terusan kamu naik angkot. Bisa-bisa kesiangan kita jualannya." Jelas Bu boss padaku.
" Tapi Bu...." Jawabku.
" Mbak.. To....,
Nggak pake tapi-tapi lagi To, ini harus. Besok biar mbak Ida dulu yang buka disini, nanti gantian kalau kamu sudah pulang." Jawab Bu boss lagi, dengan senyumnya yang lembut itu.
" Iya mbak.. saya sih manut aja sama mbak Tina. " Jawabku yang menjadi sedikit canggung, karena tak biasanya terlihat senyum selepas itu.
" Kamu sudah makan malam Tok...? " Tanya mbak Tina.
" Sudah mbak..., sudah dari tadi kok mbak.." jawabku sambil mengelap meja dan kursi yang ada.
" Owwhh.... Nggak lapar lagi...?" Balas mbak Tina lagi yang sudah berdiri dan sedang menata sendok mangkuk di rak yang ada.
Saat itu juga secara tak sengaja kedua mataku tertuju pada pemandangan indah yang hanya berselang satu meja didepanku. Saat Bu bossku mencondongkan
badannya membelakangi ku saat menata mangkok dan sendok di rak itu. Bak semangka dibelah dua, bongkahan itu begitu jelas didepanku. Meskipun terbungkus kain jeans yang tebal,namun itu tak bisa menyembunyikan keindahannya. Benar-benar semangka besar yang sudah masak untuk disantap. Apalagi postur tubuhnya yang tidak begitu tinggi itu, membuat beliau harus sedikit menjijitkan kakinya untuk bisa mencapai rak bagian atas. Saat itu juga baju yang kenakannya menjadi ikut terangkat naik, terlihat jelas pinggulnya yang putih, dan disusul dengan Rendra tipis berwarna putih yang melingkarinya.
" Laper nggak To...? Di tanya kok Malah diem...?" Kata mbak Tina.
" Hehe.. ya nanti kalau laper kan bisa makan lagi dirumah mbak.." jawabku sekenanya, dan mengalihkan pandanganku agar tidak ketahuan mbak Tina yang juga menoleh ke arahku.
" Ngelamun kamu ya.. ?" Tanya mbak Tina.
" Nggak mbak, ini loh ada saus yang tumpah, terlanjur kering, agak susah dibersihkan." Jawabku mencari alasan.
" Ya udah.. abis ini kita makan dulu ya.. mbak pesen nasi goreng ya. Mbak juga laper soalnya." Kata mbak Tina yang sudah berubah posisinya menghadapku sambil memegangi sisa mangkuk yang ada dimeja.
" Iya mbak... Monggo.." jawabku.
" Oke .. mbak pesen dulu biar nanti pas kita selesai langsung makan.." jawabnya penuh semangat.
Kemudian dia langsung berjalan menuju kursi tempat menaruh tasnya itu. Lagi-lagi beliau membungkukkan badannya sambil membuka tasnya. Sekali lagi ku amati pemandangan indah itu. Aku pun juga tak bisa membohongi perasaanku, kalau itu membuat gejolak tersendiri dibalik kelelakianku. " Masa seperti ini sudah janda dua kali." Kataku dalam hati.
Tapi cukup lama kulihat mbak Tina membuka-buka tas itu, dan sepertinya belum menemukan apa yang dia cari. Kepala dan pundaknya semakin menunduk kebawah, mendekati tas itu, dan terang saja membuat semangka besar itu semakin terlihat mengembang. Garis lengkung kedua sisinya terlihat jelas, dan aku bisa memastikan kalau itu adalah garis yang sama dengan garis Rendra yang tadi terlihat melingkar dipinggulnya.
" To... To... ..." Suara mbak Tina memanggilku.
" E.. eh .. kenapa mbak..?
" jawabku gugup.. karena suaranya menyadarkan pandanganku untuk segera mencari pendangan lain.
" Hp mbak kok nggak ada di tas ya....?" Jawabnya sambil membalikkan badannya.
" Tadi mbak taruh mana, mungkin mbak lupa.?!!?" Balasku.
" Tadi mbak taruh di tas lho..." Kelihatan mukanya yang cantik itu berubah jadi panik.
" Bentar mbak... Coba diingat-ingat, tadi mbak kan SMS saya waktu Saya nganterin mbak Marni. " Jawabku.
Sesaat kemudian mbak Tina terdiam, seperti sedang memutar otak. Kemudian beliau langsung berjalan, menuju ke gerobak. Dicarinya disetiap sudut gerobak. Tapi masih terlihat jelas wajah panik masih meyelimutinya.
" Ada nggak mbak..?" Tanya ku.
" Nggak ada To.... Mbak bener-bener lupa.." jawabnya.
" Coba sekali lagi dinget mbak..Coba Anto telfon nomer mbak Tina." kataku menenangkannya.
Kemudian aku pun segera mengeluarkan hp dan menelfon ke nomer mbak Tina. Suara dering hapenya masih terdengar, dengan seksama mbak Tina mendengarkannya untuk memastikan dimana tempatnya.
" Ya ampun, diatas gerobak To. Mbak inget tadi pas SMS kamu terus ada yang Dateng beli tadi.." jawabnya dengan wajah yang sudah lega.
" Iya mbak..." Balasku.
Kemudian tangan mbak Tina mulai meraih dan meraba-raba bagian atas gerobak itu. Aku yang sudah siap dengan ember dan tongkat gagang pel pun kembali melihat dengan jelas lekuk pinggul yang berhiaskan Rendra tipis berwarna putih itu.
" Eh. Kok ngga sampai To...tolongin dong..!!" Terdengar suara pinta mbak Tina.
" Iya mbak.. iya..." Jawabku dan segera menghampirinya.
Sesampainya disebelahnya, aku pun segera mendekatinya.
" Biar Anto yang ambil mbak..tapi maaf," kata ku.
" Maaf apa To,,... ? " Tanya Bu boos ku penasaran.
Entah punya keberanian dari mana, tiba-tiba tanganku berani menurunkan baju Bu bossku itu untuk menutupi pinggulnya yang kelihatan dari belakang.
" Bajunya dibenerin dulu mbak... Kelihatan dari belakang.., nggak enak kalau ada yang lihat. " Jawabku sambil menurunkan baju itu.
" E.,e.. iya.... Makasih ya To.. " jawab Bu boss dengan canggung.
Segera ku ambil kursi kecil yang biasa aku gunakan duduk disitu, dan segera aku naik ke atasnya, untuk mengambil hp mbak Tina. Aku pun langsung memberikan hp itu pada pemiliknya, terlihat senyum manisnya kembali tergambar diparas cantiknya.
" Biar Anto yang beresin mbak, mbak Tina duduk aja didalam. Sekalian Anto pel dulu lantainya." Kataku.
" Iya To..." Jawabnya sambil menganggukan kepalanya dengan senyumnya yang lembut itu.
" Eh ini sekalian dibawa masuk mbak..!" Kataku.
" Apa.. ?" Sahut bu boss.
" Ini mbak, uang jualan hari ini" kataku sambil melepas laci tempat uang yang ada didalam gerobak itu.
" Ohhh iyaaa...., terima kasih ya To." Jawabnya sambil menerima laci berisi uang itu.
Setelah beliau masuk, aku segera membereskan semua pekerjaanku. Semua harus sudah bersih sebelum meninggalkan kios ini, itu adalah aturan utama yang ada.
Tak butuh waktu lama, untuk ku membereskan semua itu apalagi ini sudah menjadi kebiasaan sejak dua bulan lalu, bukan perkara besar untukku.
Selesai kubersihkan tempat itu, kemudian segera aku bereskan perlengkapan pel dan lap yang sudah kotor dikamar mandi seperti biasanya. Saat semua sudah benar-benar selesai, mbak Tina sudah duduk dikursi dan siap dengan dua porsi nasi goreng yang ada didepannya. Aku sendiri tak tahu kapan nasi goreng itu tiba di kios.
Akhirnya kami pun menikmati makanan itu setelah menyelesaikan pekerjaan kami. Aku pun tak menyangka, mbak Tina bisa bersikap seperti itu, menjadi boss sekaligus rekan kerja yang luar biasa, hampir tak ada batasan antara boss dan karyawan.
Cukup lama kami ngobrol berdua, setelah selesai makan malam itu. Mulai dari pekerjaan sampai semua rencana apa yang akan dilakukan untuk usahanya ini, dan semua mengalir begitu saja tanpa ada rekayasa. Bercengkerama, bercanda dan tertawa bersama ditengah malam yang belum pernah sekalipun bosku bisa lepas dan bebas seperti ini.
Akhirnya jam dinding di kios sudah menunjukkan pukul 23.40 tak terasa waktu menjadi begitu cepat malam ini.
" Udah malem mbak....kita pulang sekarang..? " Tanyaku.
" Eehhmmm iyaa...nggak terasa udah hampir tengah malam. Ya udah ayo pulang To. " Kata mbak Tina.
Kami pun segera keluar dari kios itu, dan sebelum pulang sekali lagi aku memeriksa semua pintu dan jendela sudah terkunci. Setelah memastikan semua aman, segera aku nyalakan motor itu, dan memboncengkan mbak Tina untuk pulang ke rumah.
Hampir tak ada obrolan setelah setengah perjalanan pulang kami. Namun tiba-tiba saja mbak Tina.. mendekap erat dadaku dari belakang, itu pun membuatku kaget seketika dan menghentikan motorku.
" Mbak.. tangannya.." kataku terbata-bata.
" Kenapa berhenti To...? Tangan mbak kenapa..?" Tanya Bu bossku itu.
" Iya . Iya ...nggak apa-apa mbak, cuma Anto belum terbiasa dipegang seperti itu." Jawabku dengan terbata-bata.
" Ohhh.... Baru sekali dipegang sperti ini To..?" Tanya Bu bossku itu sambil mendekatkan wajahnya samping telingaku.
Terang saja ini membuatku semakin canggung dan tak bisa berkata-kata. Baru sekali ini aku dipeluk seorang perempuan yang dewasa, apalagi ini adalah bossku.
" Kamu belum ngantuk kan To..?" Tanya mbak Tina tiba-tiba.
" Iya kenapa mbak...?" Tanyaku dengan rasa heran.
" Putar arah lagi To,.... Mbak masih pengen jalan-jalan, udah lama mbak nggak jalan keluar malam seperti ini." Kata mbak Tina.
" Tapi mbak...?!?" Jawabku.
" Nggak apa-apa To.. jalan aja... Nanti mbak arahin jalannya. Mbak butuh refreshing juga." Jawabnya.
Aku yang sudah tak bisa berkata-kata lagi, hanya mengikuti kemauannya. Mungkin benar apa yang dikatakan mbak Tina, dia butuh hiburan. Apalagi setiap hari harus memikirkan usahanya, yang harus terus berjalan, belum lagi harus memikirkan anaknya yang dirumah, belum lagi memikirkan kami karyawannya.
Ku ikuti jalan seperti yang diarahkan mbak Tina. Dekapannya pun terasa semakin erat didadaku. Namun ku lihat senyumnya yang terus tergambar di wajahnya, mungkin memang mbak Tina butuh hiburan seperti ini.
" Makasih ya To untuk malam ini.. sudah lama sekali mbak pengen jalan-jalan seperti ini tanpa banyak pikiran." Katanya.
" Iya mbak... Tapi..tangannya mbak." Jawabku.
" Ini nggak akan mempengaruhi pekerjaan kamu To, ini diluar jam kerja dan diluar tempat kerja. Mbak cuma pngen ditemani, tapi bukan sebagai boss dan karyawan, tapi sebagai teman." Katanya di telingaku.
Kata-kata itu semakin membuatku tak bisa berpikir untuk merangkai kata balasan. Yang ku tahu hanya dekap tangannya yang semakin erat didada, dan aku bisa merasakan sepasang buah melon yang siap panen berada tepat di punggungku.
Akhirnya kami pun sampai disebuah lereng bukit yang tenang dan sepi, tak ada seorang pun disitu karena sudah lewat tengah malam. Sepetak tanah lapang ini, menjadi tempat roda motor ini berhenti, dan segera mbak Tina turun dari motor. Dengan muka yang berseri-seri dia segera berlari kecil menuju sisi tanah itu, melihat ke arah yang jauh dimana terlihat kerlap-kerlip lampu yang ada dibawah sana. Ya itu adalah lampu-lampu yang ada di tengah kota, menjadi nampak indah saat terlihat dari kejauhan sperti ini.
Sama sekali aku tak mengganggu ketenangan mbak Tina, mungkin ada sejuta kata yang ingin diteriakannya, atau seribu cerita yang tak bisa diungkapkannya. Yang aku lihat hanya dia begitu menikmati suasana ini.
Setelah aku memastikan semua aman, aku pun menyalakan kembali sebatang rokokku. Lalu ku cari ranting-ranting dan dahan-dahan kayu kecil. Ku nyalakan ranting dan dahan kayu itu untuk membuat api unggun yang tak besar, untuk cahaya sekaligus mengurai dinginnya angin di bukit ini.
Setelah api unggul ini menyala, mbak Tina pun berjalan mendekat menghampiriku.
" Kamu sudah pernah kesini To...?" Tanya mbak Tina.
" Belum mbak...malah saya baru tahu kalau ada tempat seperti ini disini. " Jawabku.
" Kamu nggak takutkan jauh dari desa dan berada dikaki bukit kaya gini..?" Tanya mbak Tina lagi.
" Saya itu anak desa mbak, jadi kalau cuma soal hutan dan gelap malam sudah biasa. Tapi kenapa mbak kok ngajak kesini..?" Tanyaku.
" Mbak kangen sama tempat ini To, terakhir mbak kesini, saat kandungan mbak berumur 3 bulan." Katanya.
" Eeemmm .. maaf mbak..., Anto nggak ada maksud apa-apa." Balasku seketika takut kalau menyinggung.
" Iya nggak apa-apa To... Lagian mbak cuma kangen aja pengen jalan keluar gini, dan baru kesampaian hari ini. " Balasnya dengan senyum.
Akhirnya banyak cerita yang disampaikan mbak Tina,apalagi soal keluarganya yang telah dua kali gagal. Namun begitu dia sudah berusaha untuk mengikhlaskan semua, yang dia inginkan saat ini hanya bisa kembali memperjuangkan usahanya juga anaknya. Dan aku baru tahu kalau karyawan mbak Tina yang aku gantikan ternyata, sudah cukup banyak menggelapkan hasil jualannya. Semua itu diceritakan dengan begitu ringannya, sekarang tanpa beban.
Akhirnya sedikit banyak aku mulai kenal dengan bos ku itu, entah sengaja atau tidak dia juga menceritakan banyak kekurangan dan kelebihannya, dari masalah yang biasa sampai yang paling pribadi.
Akhirnya semua berbalik padaku, dengan tenang dia mengulik segala perjalanan kehidupanku, apalagi perihal pasangan bisa dengan mudah dia tebak. Setelah menghabiskan 3 batang rokok, sengaja aku mengeluarkan hp ku, kulihat layar di hp ku sudah menunjukan pukul 2.10 menit. Niatanku mengajak Bu bossku ini untuk pulang karena sudah dini hari.
" Sudah sini hari mbak..., kita mau pulang jam berapa..?" Tanyaku.
" Kamu sudah ngantuk ya To..?" Balas mbak Tina.
" Iya kan, nanti harus bangun pagi lagi mbak... " Jawabku.
" Iya tapi ada satu hal yang masih ingin mbak tanyakan sama kamu..? " Katanya mbak Tina.
" Apa mbak...?" Balasku..
Mbak Tina pun segera duduk merapat disampingku.
" Mbak cuma pengen kamu jawab jujur To." Kata mbak Tina.
" Kamu tadi lihatin apa waktu di kios?" Bisik mbak Tina ditelingaku.
" Lihat apa mbak....? " Balasku lagi.
" Nggak usah pura-pura To. Mbak tahu kok, kamu pake acara benerin baju mbak tadi, tapi kamu memperhatikan juga kan? " Balasnya
" Maksudnya mbak... " Balasku.
" Mbak juga nggak akan munafik To... Mbak juga butuh...mbak cuma kasih tau ini sama kamu To..." Kata mbak Tina.
Selesai mengatakan itu, tanpa banyak kata langsung melayangkan kedua tangannya dipundakku. Segera bibirnya pun mendarat dibibirku membuatku terbungkam tak bisa berkata-kata. Disitulah ku bisa Meraskan peluk hangat pertama dari seorang perempuan dalam kondisi yang sadar.