Sepengakuanya dia, dia ini bernama, Noni. Kalau sudah bernama Noni, tentulah dia berjenis kelamin perempuan. Katanya, dia ini anak Haji Jahja.
Tapi bukan Haji Jahja Miharja, seniman gaek asal Betawi ntuh. Melainkan, Haji Jahja Mintaharja. Ingat, Mintaharja. Bukan Miharja, bukan pula Mintaharta. Sekali lagi, Mintaharja.
Menurut pengakuanya lagi, dulunya, keluarga mereka ini adalah satu dari dua keluarga terpandang di desanya. Desanya itu bernama Desa Suka Makmur. Sayang, itu cuma sekedar nama. Karena kenyataannya, yang makmur, iya cuma dua keluarga itu. Selain dua keluarga itu iya melarat bin nyungsep. Makan nasi aja sekali sebulan belum tentu, begitu menurut pengakuan si Noni.
Kalau lama-lama diperhatikan paras si Noni ini kok iya rada-rada mirip dengan Julia Roberts. Iya gimana gak mirip, wong, nenek moyangnya dari pihak emak itu berasal dari benua biru.
Lebih tepatnya, tanah kompeni, alias Belanda. Jadi, bisa dibilang kalau nenek moyangnya si Noni ini, iya bekas penjajah. Dibilang bekas penjajah dia-nya mesem-mesem lucu. Iya, gimana dia gak mesem-mesem lucu, penjajah, kok iya bekas. Setahu si Noni yang namanya bekas itu iya cuma pacar dan suami. Kalau namanya penjajah iya penjajah, gak ada bekas-bekasan.
Wuess ngaku salah!
Jadi, kesimpulannya si Noni ini, cantik, titik. Dikata mirip Julia Roberts iya pastilah cantik, itu semua orang juga paham, apalagi mereka-mereka yang mata ke ranjang.
Tapi biar dikata cantiknya dikata mirip sama Julia Roberts kalau dikasih gue, seribu persen gue bakal nolak. Nolak!? Gimana ceritanya!?
Gak perlu deh cerita-cerita, loe tinggal buka aja mata loe lebar-lebar. Lihat tuh wujudnya dengan benar, dia ini, si Noni bekas manusia, alias hantu.
Iya, si Noni ini hantu, sekali lagi hantu. Iya, salam...
Trus, loe gak takut!?
Kata siapa!? Jelaslah gue takut! Tapi, setelah tahu dia hantu. Sebelumnya, malah gue pikir dia itu waria.
Iya, gimana nggak gue tuduh waria, lah si doi, gue ketemunya ditempat para waria biasa mangkal. Jelas, gue pikir dia waria. Lah, loe ngapain juga ngelayapnya sampai ke basecamp waria!?
Lah, kok iya sampeyan jadi mau tahu urusan dapur orang, gimana toh. Yang pasti pada saat itu saya tidak sedang berdakwah, berkampanye, apalagi jadi motivator. Kepentingan saya apa!? Biarkan itu jadi urusan saya dan Tuhan saya, bahkan keluarga saya pun tak perlu ikut campur.
Balik ke si Noni; pada saat itu ini cewek minta gue antar ke salah satu alamat rumah. Alamat rumah yang lokasinya memang lumayan agak jauh dari tempat dimana gue ketemuin. Bilangnya, dia kesasar, terus kehabisan uang, sementara hari sudah jauh malam.
Tapi sebelum gue antar, ini orang gue pastikan dulu statusnya, jangan seperti yang gue kata tadi, bukan makhluk jadi-jadian yang sedang pada mangkal ntuh. Meski ternyata dia-nya memang makhluk jadi-jadian, alias hantu!
Noni pun gue antar, diboncengan dia ngomong: perihal namanya, nama bapak, status dan asal keluarga. Gue sekonyong-konyong tarik kesimpulan kalau dia ini adalah seorang perantau di kota ini. Dan dia-nya mengiyakan. Gue tanya pekerjaan, dia bilang lagi mencari. Jelas, dia seorang perantau.
Sambil jalan tuh cewek parasnya gue puji, gue bilang mirip artis Hollywood. Dia senangnya bukan kepalang, meski dianya sempat bertanya Hollywood itu apa!? Yang pasti bukan sejenis lalapan, begitu candaku. Pikirku dia sedang bercanda, ternyata tidak.
Si Noni benar-benar tidak tahu Hollywood itu apa, benar-benar nih orang dari jauh, ucapku dalam hati.
Lalu kuberitahu, dia pun mulai agak paham. Lebih-lebih setelah aku memberi tahu siapa artis Hollywood yang kumaksud, dia pun bertambah girang, itu bisa terlihat dari bibirnya yang tertarik lebar dari ujung kiri dan ujung kanan, yang sempat kucuri pandang dari kaca spion kiri motorku.
Ternyata bukan cuma senyum indah itu saja yang aku dapat, si Noni ini malah kian merapatkan tubuhnya ke punggungku, dengan kata lain dia menempelkan tubuhnya ke tubuhku. Jujur saja kalau hawa malam pada saat itu memang terasa agak lebih dingin. Laju motor pun kian kuperlambat. Niatnya, biar agak lebih hangat.
Noni terus saja bercerita dan terus bercerita. Selain tentang keluarga, dia juga bercerita tentang keindahan desanya, teman dan handai taulan, hingga tentang kebiasaan buruknya pun juga dia ceritakan, tak lupa dia juga bercerita tentang mantan pacarnya; mantan pacar yang telah meregang nyawa karena terkaman harimau, waktu sedang berburu babi di hutan Sumatra sana.
Apakah gue menikmati semua ceritanya itu!? Bisa iya, bisa tidak. Tapi pada saat itu yang paling kunikmati adalah tubuhnya yang kian menempel rapat ke tubuhku.
Dan perlahan juga baru aku sadari, kalau, kedua tangannya itu telah melingkar ke pinggangku.
Apalagi, ketika dia bercerita tentang kemalangan yang ia alami, perihal mantan pacarnya tersebut, entah hal tersebut ia sengaja atau tidak, biar itu jadi urusan dia dan Tuhan saja, yang pasti dia telah merebahkan kepalanya ke pundakku.
Tak pelak hal tersebut hampir-hampir membuat aku menjadi lupa diri, berniat ingin membelokkan motor ke arah kiri jalan, ke satu penginapan murah yang kutahu tak jauh disitu.
Untungnya, senyum Minarsih si janda sebelah rumah yang telah kuikat dengan sebuah cincin mainan hadiah permen karet terbersit mengingatkanku, meski kenyataannya senyum itu kalah indah dibanding senyum si Noni ini.
Tanpa aku sadari ternyata jalan yang telah kami lalui benar-benar cukup jauh, dan pula benar-benar melelahkan. Terlebih-lebih bagi dia yang sedari akil balik memilih untuk bersembunyi dibalik cangcutku, bagi dia ini benar-benar melelahkan, sungguh-sungguh melelahkan; Junior, sabar iya.
Gue pun bertanya, apakah alamat yang hendak dituju itu masih jauh. Noni bilang, tinggal belokan di kiri jalan, berhenti. Aku mengangguk. Sungguh aku benar-benar takut kelak lupa diri, maka dari itu aku pun mempercepat laju motorku. Hingga sampailah di belokan kiri jalan, laju motor kuhentikan sesuai dengan perkataan Noni tadi, belokan kiri jalan berhenti.
Di belokan kiri jalan, yang berdiri cuma sebuah makam tua peninggalan Belanda, lain daripada itu tidak ada. Aku celingak-celinguk sana-sini, selebihnya hanya belukar belaka. Aku berbalik ke belakang ternyata Noni si Julia Roberts kW raib ditelan bumi.
Gue gak mau sok-sokan jadi dektif, sok penasaran kemudian melompat dari motor terus amati tuh makam tua peninggalan Belanda, gak, gue gak mau.
Ora sudi, kalau kata si Mulyono.
Yang ada gue langsung putar motor, tarik gas sekencang-kencangnya. Whoosh, si kereta cepat gak ada apa-apanya...