Siang yang terik sehabis jam pulang sekolah di satu rumah komplek perumahan tentara. "Gimana kalo si gadis jutek itu kita kerjain sekarang?" Ucap seorang gadis belia yang datang dari arah samping teras, memberi usul kepada kedua gadis belia yang sedang asyik membolak-balik majalah kawula muda. Salah seorang dari gadis belia itu melirik dengan sorot mata menyelidik. "Jangan bilang kalo bakal..." Sepertinya ia menduga kalau si gadis pemberi usul sedang menyembunyikan sesuatu dibalik ekor belakangnya. "Awas aja kalau itu anak chiken gue tendang loe," satu gadis belia yang lain merespon sengit sampai meloncat dari kursinya.
"Dasar Lolly tulalit yang mau dikerjain siapa, yang ngamuk siapa!?" Si gadis belia pemberi usul membalas sewot. "Nih, kosong!!" Lalu ia pun kemudian berlagak melemparkan sesuatu. Si gadis belia yang dikata tulalit menghindar takut. "Dasar Priska cewek sableng!" Gerutu Lolly kesal, si gadis belia yang dikata tulalit.
"Hush! Emang loe mau ngerjain apa?" Si gadis belia yang satunya terlihat penasaran berucap pelan. "Sini," ujar Priska memberi isyarat tangan agar si gadis belia yang penasaran mendekat. Si gadis belia yang penasaran pun mendekat begitupun si gadis belia yang dikata tulalit. Priska berucap selayaknya orang yang berbisik. Kedua gadis yang lain menggangguk-angguk paham.
"Eh, loe-loe pada ngapain berpelukan kayak begitu!? Loe kata lagi reunian apa pake peluk-pelukan segala!?" Seorang gadis belia sekonyong-konyong nongol di depan pintu.
"Eh, kakak Amelia udah siap bersih-bersihnya? Udah cebok belom?" Lolly meringgis bego. Si gadis belia yang dipanggil Amelia berucap sambil menggelengkan kepala. "Ditanya apa, dijawab apa."
"Mel, kita main ular tangga yok, "ucap Priska seraya membereskan meja yang sempat berisi setumpukan majalah kawula muda. Majalah tersebut kemudian ia pindahkan ke lantai kemudian diatas meja tersebut ia gantikan dengan sebidang permainan, permainan ular tangga.
"Males ah kalau gak ada taruhannya," ucap Amelia sekenanya. Priska sekonyong-konyong mengerling kecil kepada kedua gadis belia yang lain. Lolly si tulalit meresponi kerlingang tersebut. "Pucuk dicinta Ulil pun tiba." Tanpa bak-bik-buk kawan disebelah menampol pahanya, keras. "Aduh, Mitha monyet sakit!"
Amelia melirik dan menuding. "Loe berdua kenapa!?"
Lolly buru-buru berlagak, "Gue, gak ada apa-apa. Gak tahu kalau dia? Sensi aja gitu kalo gue nyebut-nyebut Ulil."
"Si Ulil!? Ulil siapa!?" Amelia penasaran.
"Maruli. Maruli Putra Fajar Sitohang. Si Culun Boy. Yang kata si Priska rada-rada mirip sama Clark Kent." Ucap Lolly sok serius. Priska nyolot. "Clark Kent kepala loe peang!"
"Memang mirip, tapi kalo dilihat dari puncak menara Eiffel." Mitha ngakak.
"Oh, si anak sotoy itu," tukas Amelia.
"Ketus amat, Non. Emang loe ada masalah apa sama tuh anak!?" Tanya Priska. Yang lain mengangguk penasaran.
"Masak dia ngomong ke orang-orang kalo motor yang bapak gue beli itu hasil malak dari toke-toke di pasar." Sergah Amelia galak. "Kapan!?" Priska merespon kesal. Amelia menggeleng kesal. "Udah deh gue males ingat-ingat itu lagi. Gini aja gue punya ide, gimana kalo tuh bocah tengil kita jadiin taruhan!?" Ucap Amelia dengan gurat muka memendam amarah. Lolly nyelutuk lagi. "Benarkan kata gue, Pucuk dicinta Ulil pun tiba." Priska dan Mitha mengangguk risih.
"Taruhannya bagaimana?" Tanya Lolly.
"Siapa yang kalah tarik celana tuh orang." Usul Mitha. Lolly bertepuk tangan. Priska menggelengkan kepala. "Gak seru! Ntar urusannya sama guru BP lagi, males ah!"
"Gimana kalo nonjokin muka tuh orang sepulang sekolah." Usul Amelia seraya menghujamkan kepalan tangan ke telapak tangan.
"Gak, ah. Ntar urusannya sama pak Polisi lagi."Priska bersikukuh menolak. Lolly pun berlagak seperti orang yang sedang berpikir keras. "Hmmm...."
"Gimana kalo yang kalah nyipok bibir tuh bocil sialan." Usul Priska sekonyong-konyong. Mitha dan Lolly serempak merespon. "Setuju!"
"Huek! Enak di-dia dong! Ogah ah!" Tolak Amelia. Lolly tampak berpikir. "Iya juga."
"Alah Lia ntar yang kalah juga kita-kita ini loe kan jagonya main begituan." Ucap Priska. Gurat kening Amelia tampak mengerut sepertinya dia sedang berpikir keras, ia pun manggut-manggut kemudian. Melihat lagak yang kayak begitu ketiga gadis belia yang lain pun tersenyum tersipu sambil kemudian melirik satu dengan yang lain. "Kena dia," seru mereka dalam hati.
"Oke! Gue setuju! Yang kalah harus nyipok tuh bibir si bocah culun bin sotoy!" Seru Amelia girang, sorot mata tertuju pada Lolly si gadis belia tulalit. Lolly pun mengerti arti tatapan mata itu, seraya ia pun berucap dalam hati, 'belom tahu aja loe rencana jahat kita, heheheh....'
Permainan pun dimulai. Rencana jahat yang telah disusun rapi pelan-pelan dijalankan. Benar-benar rapi, sungguh-sungguh perlahan, bak menyusun rangkaian puzzle, sehingga bau busuknya tidak terendus sama sekali.
Dan tentulah hasilnya tak jauh berbeda dengan apa yang sudah mereka rencanakan. "Sialan, gue kalah mulu," Amelia berucap kesal.
"Cipok deh tuh si Culun." Ledek Lolly si gadis tulalit. "Loe lagi sial aja kali, Lia." Ucap Priska berpura-pura. "Benar kata si Priska, anggap aja loe lagi buang sial." Timpal Mitha.
"Sial, sial, sial pala loe peang! Pulang loe pada!" Amuk Amelia bangkit berdiri dan balik kanan masuk ke dalam rumah, tak lupa itu pintu rumah ia hempaskan sekena hatinya.
Sekonyong-konyong dari dalam kamar bapak berseru galak."Amel kamu kenapa!?"
Sontak ketiga gadis belia lari lintang pukang seraya mulut mereka berucap pamit sambil lalu.