Bandung, 2012. Cuaca hujan mengguyur kota ini dari sejak dini hari hingga sekarang, seolah mencerminkan kesedihan yang mendalam. Dua hati yang pernah bersatu dalam cinta, yang kini terpisah oleh keadaan yang tidak terduga. Lingga dan Wisnu, dua jiwa muda yang saling mencintai dengan tulus, harus berpisah karena keputusan orang tua yang tidak dapat diubah.
Malam itu, Wisnu dan Lingga berdiri di atas jembatan yang menghadap ke lembah Dago, memandang hujan yang turun dengan sangat deras mengguyur tubuh keduanya. Mereka berpegangan tangan, berbagi kesedihan dan impian yang terputus. Cinta mereka yang indah, kini terancam oleh jarak dan keadaan yang tidak mendukung.
"Aku tidak ingin berpisah, Wisnu." kata Lingga, suaranya tercekat oleh air mata.
"Aku juga tidak," jawab Wisnu, matanya merah oleh kesedihan.
Mereka berdua diam, menikmati saat-saat terakhir bersama sebelum berpisah. Hujan terus turun, seolah mengiringi kesedihan mereka. Takdir telah memisahkan mereka, tapi cinta mereka tetap abadi. Apakah mereka bisa menemukan jalan kembali bersama?
Hari itu, 10 April 2012, Wisnu dan Lingga bertemu di sebuah kampus yang bernama Universitas Padjadjaran. Wisnu, mahasiswa jurusan Teknik Sipil, sedang menghadiri kuliah di Gedung A. Lingga, mahasiswi jurusan Seni Rupa, sedang menghadiri kuliah di Gedung B. Mereka berdua tidak sengaja bertemu di taman kampus. Keduanya bertabrakan saat sedang buru-buru karena sudah telat masuk kelas pagi.
Wisnu terkejut melihat Lingga, yang sedang menunduk memunguti baranyanya yang berserakan. "Lingga? Apa kabar?" tanyanya dengan senyum yang tergambar di wajahnya yang tampan.
Lingga mendongak dan tersenyum saat menyadari siapa orang yang dia tabrak tadi. "Wisnu! Aku baik. Kamu?"
"Aku juga baik." jawab Wisnu yang merasa senang bertemu dengan Lingga.
"Oh, maaf. Aku telat, nanti kita ketemu di kantin ya jam makan siang!" Lingga berteriak sambil lari buru-buru.
Tepat jam makan singa Wisnu sudah menunggu dinyanyikan jurusan Lingga. Mereka berdua berbincang-bincang tentang kuliah, hobi, dan impian. Wisnu terpikat oleh kecantikan dan kepribadian Lingga. Begitu juga dengan Lingga yang merasa nyaman berbicara dengan Wisnu.
"Kamu suka seni?" tanya Lingga, melihat Wisnu memandang lukisannya.
"Iya suka," jawab Wisnu. "Aku ingin melihat dunia dari perspektifmu." menjawab sambil menatap Lingga lurus.
Lingga tersenyum malu. "Aku senang kamu mengerti. Nanti akan aku beritau dan aku ajari kalau kamu mau."
"Tentu. Aku mau, kapan?" Wisnu menjawab dengan antusias.
"Hei..." Lingga tertawa dan Wisnu menatapnya dengan tersenyum.
Mereka berdua berbincang-bincang selama satu jam, tanpa disadari. "Maaf, Lingga. Aku ada kelas sore, jadi harus balik ke kelas sekarang." ucap Wisnu dengan sangat menyesal.
"Tak apa, jika kamu mau aku bisa menunggumu dan kita bertemu di taman samping kampus." jawab Lingga seolah dia tak keberatan menunggu lama.
"Benarkah?" Wisnu melihat Lingga mengangguk, "baiklah, janji ya? Aku akan menemuimu swtelah selesai jam kelas nanti."
Mereka berdua benar-benar kembali bertemu dan membicarakan banyak hal. Hingga tanpa mereka sadari sudah cukup lama mereka bersama, seolah tak ada habisnya topik pembicaraan mereka. Matahari pun mulai terbenam, memancarkan cahaya keemasan yang terlihat indah di taman kampus.
"Aku harus pergi," kata Lingga, melihat jam tangannya.
"Aku antar kamu," tawar Wisnu.
Lingga tersenyum dan mengangguk. "Aku senang."
Mereka berdua berjalan bersama, menikmati suasana kampus yang tenang. Cinta mereka mulai tumbuh, tanpa disadari.
Enam bulan telah berlalu sejak Lingga tiba-tiba pindah ke luar kota karena orang tuanya pindah tugas. Wisnu dan Lingga berkomunikasi melalui telepon dan pesan. Namun, jarak membuat mereka merasa semakin jauh.
Suatu hari, Wisnu menelepon Lingga. Dia mengungkapkan perasaannya dan rasa rindunya. "Hai, aku rindu kamu," katanya dengan suara lembut.
"Aku juga, Nu," jawab Lingga. "Aku merindukan Bandung dan kamu."
Wisnu menyesal karena tidak bisa menemani Lingga. "Aku ingin kamu kembali ke Bandung," katanya dengan suara sedih.
"Tunggu waktu yang tepat ya, Nu. Nanti aku akan kembali." jawab Lingga yang tak kalah sedih.
"Bagaimana kabarmu, Li?" tanya Wisnu untuk mengalihkan perasaan sentimentilnya.
"Aku baik, tapi merindukan kamu." jawab Lingga yang tak bisa membohongi perasaannya.
"Aku juga, Li. Aku juga sangat merindukanmu." kawan Wisnu.
Delapan bulan telah berlalu sejak Lingga dibawah pindah ke luar kota bandung dan tinggal di surabaya oleh keluarganya. Hari-hati dilalui dengan kesepian oleh Lingga walau dia dikerumuni oleh banyak sanak-saudara. Karena keluarga dari kedua orang tuanyanya memang asli Surabaya.
Kerinduan yang mendalam membuat tubuh dan kesehatan Lingga menurun, Lingga sakit. Dia mengalami demam tinggi dan harus dirawat di rumah sakit selama satu minggu.
Disisi lain, Wisnu tidak bisa tidur, dia terus memikirkan Lingga yang sedang sakit di Surabaya. Ia merasa tidak berdaya karena jarak. Wisnu merasa kesepian dan merindukan Lingga. Kehilangan dan kesepian membuat mereka semakin menderita.
Tiga tahun telah berlalu sejak Lingga pindah ke Surabaya. Surabaya. Wisnu dan Lingga tetap berkomunikasi, tapi jarang bertemu. Suatu hari, Lingga kembali ke Bandung untuk menghadiri pernikahan temannya.
Wisnu menunggu Lingga di bandara Hussein Sastranegara. Ketika Lingga keluar dari pintu kedatangan, Wisnu merasa jantungnya berdebar. Lingga tersenyum dan berlari ke pelukan Wisnu.
"Aku rindu kamu," kata Wisnu, memeluk Lingga dengan erat.
"Aku juga, Nu," jawab Lingga, dia menangis bahagia.
Wisni dan Lingga menghabiskan waktu bersama, mereka berjalan-jalan di sekitar kota Bandung untuk mengenang masa indah mereka dulu dan berbagi cerita. Mereka menyadari bahwa cinta mereka masih ada dan kuat. Pertemuan kembali ini membuka kesempatan kedua bagi mereka.
Setelah beberapa hari bersama, Wisnu dan Lingga menyadari bahwa cinta mereka masih ada dan sama kuatnya. Mereka harus membuat keputusan tentang masa depan mereka.
Wisnu membawah Lingga duduk di taman kampus, tempat mereka pertama kali menyatakan cinta dulu. Wisnu memegang tangan Lingga dan menatap matanya.
"Aku tidak ingin kehilangan kamu lagi, Li." kata Wisnu dengan serius.
"Aku juga tidak mau," jawab Lingga yang semakin erat menggengam tangan Wisnu.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah kamu punya solusinya?" tanya Wisnu.
Lingga terlihat berfikir sejenak. "Kita harus memilih jalan yang tepat." jawabnya kemudian.
"Aku ingin kita bersama, Li." Wisnu seolah ragu-ragu ingin melanjutkan ucapannya.
"Aku pun juga, Nu. Karena perasaanku sama dengan apa yang kamu rasakan." jawab Lingga penuh dengan keteguhan.
"Bagimana kalau aku menemui orang tuamu dan mengatakan semuanya." saran Wisnu.
Setelah cukup lama mereka berfikir dan merenung akhirnya. Wisnu dan Lingga memutuskan untuk melawan keadaan dan membangun hidup bersama. Mereka berencana untuk menghadapi orang tua Lingga dan menjelaskan perasaan mereka. Kalau mereka saling mencintai dan tak bisa hidup satu sama lain.
Wisnu dan Lingga berpelukan, menikmati kebersamaan mereka. Mereka menyadari bahwa cinta sejati tidak dapat dipisahkan oleh jarak atau keadaan. Keputusan ini membuka babak baru dalam hidup mereka.
Setelah keputusan yang dipikirkan secara matang dan mendalam oleh keduanya, Wisnu dan Lingga menghadapi orang tua Lingga. Mereka menjelaskan perasaan dan rencana masa depan mereka. Awalnya, orang tua Lingga ragu-ragu karena melihat orang tua Wisnu yang biasa saja, bukan dari golongan militer seperti semua keluarga Lingga. Yang kebanyakkan dari mereka adalah pengabdi negara, TNI, POLRI dan pejabat. Tapi melihat kesungguhan dan cinta Wisnu dan Lingga, mereka akhirnya menerima keputusan tersebut.
Wisnu dan Lingga pun menikah di gereja kecil di Bandung, dan dihadiri oleh keluarga besar Lingga, keluarga Wisnu dan teman-teman mereka. Mereka berbagi ciuman romantis di bawah sinar senja sore seperti pada saat hari dimana mereka saling mengungkapkan cinta mereka dulu. Sinar senja menjadi saksi bisu pernyataan cinta dan juga janji suci mereka berdua.
"Aku mencintaimu selamanya, Lingga Adi Winata." kata Wisnu penuh dengan tatapan cinta yang mendalam.
"Aku juga, Nu, aku mencintaimu selamanya. Wisnu Permana." jawab Lingga penuh dengan senyuman bahagia.
Seruan dan tepuk tangan dari hadiri yang datang menyaksikan pernikahan mereka, menambah kemeriahan dan kebahagiaan dua mempelai yang saat ini sedang berpelukan dengan erat. Mereka seolah tak ingin melepaskan satu sama lain karena merasakan dunia seolah menjadi milik mereka berdua.
Wisnu dan Lingga membangun hidup bahagia bersama. Mereka memiliki dua anak dan menjalankan bisnis seni bersama. Cinta mereka telah menjadi inspirasi bagi teman-temannya.
14 Januari 2025