Hari itu, matahari bersinar cerah membuat semua orang menikmati hari mereka. Syakila, pegawai kafe yang ada di area kampus itu sedang menikmati waktu istirahatnya. Dia duduk di depan meja resepsionis, mengawasi aktifitas semua mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang.
"Hari ini cuacanya sungguh sangat enak, cerah tapi tak begitu teruk. Mendung namun terang." ia bergumam dan tersenyum sendiri.
Tiba-tiba, pintu kafe terbuka dan seorang pemuda tampan masuk. Dia memiliki senyum menawan dengan tatapan mata yang tajam dan paras wajah tampan juga manis jadi satu. Pemuda itu mengenakan kemeja hitam dan celana jeans. Shakila tidak bisa tidak memandangnya. Tatapannya bahkan terpaku padanya dan tak bisa berpaling.
"Maaf, bisa tolong buatkan saja americano," katanya dengan lembut yang berdiri didepan Shakila.
Shakila terpaku dan dia tak bisa mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pemuda itu.
"Hallo, nona." pemuda itu menegur lagi sambil melambaikan tangga tepat didepan Shakila.
"Ah, iya maaf," jawabnya, tersenyum tipis. Dia langsung berpaling sambil merutuki dirinya karena merasa malu.
"Oh, pesan apa tadi?" tanyanya lagi karena tadi dia tak mendengar.
"Americano satu." jawab pemuda ituagi dengan senyuman yang lagi-lagi mampu melelehkan hati Shakila.
Hampir tiap hari pemuda itu datang ke kafe tempat Shakila bekerja, pemuda tampan dengan senyum menawan itu, langsung menarik perhatian Aria.
"Sepertinya tugas kamu sangat banyak ya." Shakila membuka obrolan saat dia mengantarkan pesanan pemuda itu.
"Arka," ucap pemuda itu dengan senyuman menawannya.
"Oh, aku Shakila. Kamu bisa memanggilku Kila" jawabnya dengan senang karena mengetahui nama pemuda yang telah mencuri hatinya.
Selama perkenalan itu, Shakila dan Arka berbincang-bincang tentang banyak hal sampai dengan keinginan mereka masing-masing. Mereka berdua memiliki minat yang sama dan berbagi pendapat tentang apapun bersama. Tak kalah kadang Arka meminta pendapat pada Shakila soal desain arsitekturnya pada Shakila.
Setiap selesai kuliah, Arka selalu datang ke kafe kampus tempat Shakila bekerja. Mereka berbincang-bincang tentang impian dan cita-cita.
"Aku ingin menjadi MUA, itu sebabnya aku kuliah ambil jurusan tata rias." kata Shakila dengan senyum mengembang.
"Hmmm... kalau aku ingin menjadi arsitek yang handal," jawab Arka.
Mereka berdua kemudian menjadi akrab karena Arka sering datang walau sedang tak ada tugas. Dia datang hanya untuk mengobrol dengan Shakila. Hingga hubungan mereka semakin dekat dan menjadi sahabat karib, berbagi cerita, suka cita dan canda tawa.
Hari demi hari, Arka dan Shakila semakin dekat. Mereka tak hanya ngobrol tapi Arka juga sering mengajak Shakila nonton dan makan bersama. Arka merasa nyaman bersama Shakila begitu juga sebaliknya.
Tanpa disadari Arka pun mulai merasakan perasaan yang tidak biasa. Dia tidak tahu apakah itu cinta atau hanya persahabatan. Dia ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaannya.
Waktu berlalu, perasaan Arka semakin mendalam. Dia sering menghabiskan waktu bersama Shakila, menikmati pemandangan malam dan juga menghabiskan waktu akhir pekan bersama. Arka mulai menyadari perasaannya terhadap Shakila. Namun, dia takut mengungkapkannya.
Tak mau berbeda dengan Arka. Perasaan Shakila pun mulai berbeda karena dia mulai menyadari kalau dirinya telah jatuh dan terperangkap dalam cinta.
Di malam hari, Shakila termenung dan memikirkan apa yang harus dia lakukan saat bertemu dengan Arka besok. Karena dia tak bisa bahkan tak sanggup untuk mengakui kalau dia menyukai Arka. Shakila meeasa tak pantas untuk Arka yang merupakan seorang mahasiswa populer dan juga anak orang kaya.
Suatu sore, Arka mengajak Shakila jalan ke taman. Mereka berjalan bersama di jalan setapak, menikmati waktu sore hari yang hangat. Mereka berdua tersenyum, dan salingenyimoan perasaan satu sama lain.
Di tengah taman tiba-tiba Arka berlutut dan menyerahkan sebuah cincin dihadapan shakila. "Kila, aku mencintaimu. Apakah kamu bersedia untuk menjadi pacarku?" Shakila terkejut, dia tak menyangka kalau Arka akan melakukan hal itu, tapi sebelum dia menjawab, Arka mendapat telepon dari ibunya, bahwa Ayahnya sedang sakit parah.
"Maafkan aku Kila, ayahku sakit dan aku harus pergi." Arka langsung bangkit dan meninggalkan Shakila. Selama menunggu Shakila berdoa agar Arka kembali dengan kabar baik. Tapi, nasib tidak berpihak padanya. Arka menghubunginya dengan suara serak dan nada penuh dengan kesedihan karena ayahnya telah meninggal dunia.
Hari itu, hujan turun dengan derasnya, seolah-olah langit juga menangis bersama Shakila. Dia duduk di kursi resepsionis, memandang jauh kedepan dengan mata yang basah oleh air mata.
Arka kbali dengan hati hancur. Shakila mencoba menenangkannya, tapi Arka merasa bersalah dan menyesal karena tidak bisa menjaga ayahnya. Dia memutuskan untuk meninggalkan kuliah untuk merenungkan hidupnya.
"Arka, mengapa kamu harus pergi? Kenapa harus meninggalkan kuliahmu, tinggal sebentar lagi kamu akan lulus." Shakila bertanya dengan nada khawatir.
"Aku harus melakukannya, Kila. Aku harus membantu ibu untuk mengurus semua pekerjaan yang ditinggalkan oleh ayah, dan akun juga harus mencari tau arti hidupku. Setelah ayah pergi semua terasa sulit bagiku." Arka berkata dengan nada penuh dengan penyesalan.
"Tapi, bagaimana tentang kita? Aku mencintaimu, Ka?" Shakila menunduk dan meremas jemarinya.
Arka teriak sejenak, "Aku tahu, Kila. Aku juga mencintaimu. Tapi, aku tidak bisa menjamin kalau masa depan kita saat ini akan berakhir dengan baik." jawab Arka yang terdengar sangat bijak.
"Aku tidak peduli tentang itu. Aku hanya ingin bersamamu, Ka." tubuh Shakila bergetar dan nada suaranya juga ikut bergetar karena menahan tangis.
"Kila, jangan menangis, kamu layak mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku tidak ingin menahanmu, kamu harus bahagia." Arka menggapai tangan Shakila dan menggenggamnya.
Tangis Shakila pun pecah. "Tidak ada yang lebih baik darimu, Ka. Kamu adalah cintaku dan aku hanya ingin bersamamu."
"Maafkan aku, Kila. Tapi aku tak bisa memberimu kabahagiaan saat ini." Arka memeluk tubuh Shakila yang bergetar hebat.
Dalam hati Arka juga tak ingin berpisah dengan Shakila. Namun, ibunya lebih membutuhkan dirinya setelah kepergian sang ayah.
Shakila menunggu kabar dari Arka tapi tidak ada kabar. Dia merasa kehilangan dan sakit hati. Shakila menyadari bahwa dia mencintai Arka lebih dari segalanya, tapi semua sudah terlambat.
Hari ini, Shakila duduk di bangku taman tempat dia dan Arka terakhir kali saling mengungkapkan perasaannya dan juga perpisahannya, ia memandang banyak pasangan yang berjalan ditempat itu.
Dia duduk diam hampir tiga jam tanpa berpindah hingga hujan turun mengguyur bumi dengan derasnya.
Dia bangun dan berjalan menuju kagen tempatnya bekerja, setelah membersihkan diri dia duduk di posisinya sambil termenung melihat keluar kafe yang masih hujan.
"Dua tahun sudah," gumamnya dan dia menghela nafas dalam.
Selama dua tahun dia masih tetap bekerja di kafe kampus walau dia sudah lulus karena menunggu seseorang yang menempari hatinya. Dia mulai sadar dan merasa kasihnya tidak sampai kepada Arka. Tapi dia akan terus menyimpannya dalam hati.
Sda, 13 Januari 2025