Seorang wanita paruh baya berjalan ke arah ayra yang sedang duduk manis menulis rangkayan kata perkata. Begitu namanya di sebut, ia terperangah karena ibunya masuk ke dalam kamar nya Tampa ketuk pintu terlebih dahulu.
Sebelum ibunya benar benar mendekat ke arah nya dengan gesit ayra menutup lembaran yang telah ia isi dengan rangkayan kata yang tidak ingin ia perlihatkan.
Sang ibu menatap kearah nya seakan kecewa dengan apa yang telah ayra perbuat. Sedangkan ayra sendiri pun sudah tau pasti apa yang sedang menjadi permasalahan nya saat ini ketika ia melihat ibunya memegang sebuah buku diary nya. Entah dari mana ibunya bisa menemukan buku yang selalu ia simpan.
"Jika kamu rindu dengan ayah kandung mu, maka pergilah."sang ibu berbicara dengan suara yang menekan di setiap katanya.
" Kenapa kamu begitu menyayangi ayah mu yang telah menelantarkan mu selama ini, Padahal ibumu ini yang telah berjuang sendiri membesarkan mu. Ibu kecewa, karena pada kenyataannya nya putri ibu yang selama ini ibu rawat ternyata lebih memilih ayah kandung nya yang telah membuang nya."
Sang ibu tidak membiarkan ayra untuk berbicara dan terus melanjutkan pembicaraan yang membuat nya sesak dan pedih. Padahal apa salah nya jika ia merindukan sosok ayah kandung nya, dan wajar saja bila ia begitu menyayangi nya. Karna ia membutuhkan kasih sayang dari ayah nya, sebagaimana gadis kecil lain nya.
Ayra tidak tau kenapa ibu nya sebenci itu dengan ayah kandung nya, sehingga mengharuskannya juga untuk membenci ayahnya. Padahal yang ia tulis hanya sekedar angan nya. Rasa nya menyakitkan ketika menyadari bahwa tidak ada lagi yang bisa ia percaya dan bisa ia jadikan tempat untuk pulang, ataupun hanya untuk ber keluh kesah.
" Nak, kamu tau bejat nya ayah kandung mu ketika menikah dengan ibu. Setiap hari ibu menderita karena ayah mu. Jika ayah mu marah ia slalu menampar ibu, ibu selalu di tuduh selingkuh padahal ayah mulah yang berselingkuh. Ibu slalu menangis melihat kalian merengek meminta uang jajan, padahal ibu tidak memegang uang sepeserpun karena ayah mu tidak bisa bekerja dan selalu menghabiskan uang yang di berikan nenek mu."
Gadis kecil itu terdiam, rasanya begitu berat baginya untuk berbicara. Sedih rasanya sampai ia ingin menangis. Tapi ia tidak bisa karena egonya begitu besar hingga membuat ia harus menahan nya.
Sang ibu terus melanjutkan ucapan nya dengan pandangan lurus kedepan. " Liat bapak tiri kamu ayra. Dia masih tetap membiayai anak dari istri pertama nya meski sudah lama bercerai. Tidak seperti ayah kamu. Boro boro ngasih duit, menjenguk anak nya yang di rawat di rumah sakitpun tidak." Sekali lagi ayra hanya bisa terdiam dan menulikan hati nya.
Hening, fikiran ayra mulai berkecamuk ketika ibunya membicarakan ayah tirinya. Mulut nya membisu, menahan rasa takut yang di timbulkan oleh nya.
" Jika kamu memang ingin bertemu dengan ayah mu, nanti ibu akan bicarakan pada bibimu agar ayah kamu menjemputmu. "Gak mau" jawab ayra spontan, tidak membiarkan ibunya membicarakan hal yang lebih jauh lagi.
"Terus apa maumu nak, kamu sayangkan sama ayah kamu ketimbang ibumu." Tanyanya sedikit keras.
Dengan mata yang mulai memerah, ayra berbicara "kapan aku bilang seperti itu ibu" ucapnya tak terima. Bagai mana mungkin ia tak menyayangi ibunya yang telah berjuang sendirian merawat nya.
"Kamu memang tidak bilang, tapi ibu membaca tulisanmu nak"
Ayra memalingkan wajahnya, tak habis pikir dengan ibunya sendiri. Memang apa salah nya jika ia menumpahkan rasa rindu nya kedalam tulisan. Yang bahkan ia pun tidak tau jika itu memang benar² tertuju pada ayah nya atau hanya imajinasi nya semata. Karena sudah 10 tahun lamanya ia tak melihat sosok yang di sebut ayah kandung nya itu.
Ayra berdiam diri pasrah dengan ibunya.
Tak lama dari keadaan sunyi dalam ruangan, sang ibu meninggalkan ayra dalam diam dengan perasaan yang sulit di artikan.
Dengan gontai, ayra berjalan menuju pintu dan menguncinya. Lalu ia berlari kearah kasur nya dan menjatuhkan badannya.
Ayra menangis dengan tubuh terkelengkum, apa salah nya jika ia rindu dengan ayah kandung nya sendiri dan apa juga ia harus membenci ayah nya seperti ibunya? Meskipun demikian, ia selalu berusaha membencinya, mengatakan kepada dunia bahwa ayah ku, yang telah membuat ku ada di dunia, telah menelantarkan anak kandung nya sendiri.
Rasanya sangat terpukul ketika dengan mulut nya sendiri ia mengumpati ayah nya, terlebih bayangan masa kecil saat bersama terus berkelebat di dalam fikiran ayra.
Air mata terus mengalir dengan rasa sesak yang terus membebani dada ayra. Hatinya terasa kosong, seolah tak ada perasaan di dalam dirinya.
Setelah puas menangis meluapkan segala emosi dalam diam, kedua mata ayra perlahan mulai meredup dan akhirnya ia masuk kedalam mimpi dengan keadaan hati yang kusut.
________________________________________
Ayra terbangun dengan badan bergetar ketakutan, matanya menatap waspada kesegala arah sembari memeluk tubuh nya. Lagi-lagi ayra bermimpi hal yang paling ia benci. Pelecehan yang dulu ayah tiri nya lakukan saat ia kecil sangat membekas hingga membuat nya slalu di hantui ketakutan setiap berhadapan dengan lelaki dewasa, dan itu berlanjut di dalam mimpi nya. Seolah, ia tak diberikan celah sedikitpun untuk merasakan ketenangan.
Ayra turun dari tempat tidur nya, ia berjalan kearah jendela kamar yang masih tertutup. Saat ayra membuka jendela, ia di sambut oleh hembusan angin serta percikan air hujan yang menerpa wajah cantik nya.
Dalam lubuk hati ayra, ia ingin bisa dekat dengan ibunya seperti yang lainnya. Bisa dengan mudah mengungkap kan Segala perasaan emosional yang telah di alaminya. Tapi entah mengapa sejak ayah tirinya memberikan nya trauma yang tidak pernah bisa ia lupakan, ia jadi membatasi dengan siapapun, terutama ibu nya yang telah memilih nya sebagai pengganti ayah.
Saat itu Ayra tidak memiliki rumah untuk pulang, rumah untuk bersandar dari pahit nya cobaan yang terus menerjang. Sehingga menjadikan nama ayahnya sebagai tempat untuk berkeluh kesah. seolah memang rumah itu ada, meski hanya imajinasi semata.
Ayra menangis mencekram dadanya sesak. "Aku pasti bisa" ucapnya menguatkan. "Kamu sudah sejauh ini ayra, halau saja segala kesalahpahaman yang menimpamu. Jangan biarkan energi mu habis sia-sia. Aku percaya bahwa kamu juga bisa mengendalikan ketakutan yang kamu rasakan saat ini. Terimakasih sudah menjadi kuat" monolog ayra sembari menepuk pelan dadanya.
Tetes demi tetes air mata ayra berjatuhan bersama deras nya hujan. Seolah merasakan kehadiran sosok ayah nya, ayra membuka mata dan tidak ada sosok nya di manapun.
"Ayah, terkadang aku salalu berfikir, kepada siapakah aku menyalahkan semua tragedi yang kualami saat ini. Semuanya terasa rumit ayah
" ucap nya tersenyum getir menahan tangis.
Beban hidup yang ia pikul tampa kehadiran sosok ayah nya membuat ayra selalu ingin berusaha mengakhiri hidupnya, terutama pada saat ketakutan menguasainya. Seakan di beri kesempatan untuk pulang tampa harus berusaha keras, ayra menderita berbagai penyakit yang membuat nya slalu berfikir"apakah saat ini" setiap hari nya. Tapi satu tahun berlalu dan ayra masih merasakan penderitaan itu. Seolah, ada keajaiban yang sedang di rencanakan.
Akan tetapi, di lubuk hati ayra yang paling dalam, ia slalu bertanya. Mengapa dunia slalu saja tidak berpihak pada nya, dan mau sampai kapan semua sandiwara ini berakhir. Ayra memang percaya pada keajaiban, tapi hatinya tidak bisa membohongi.
Ayra menarik kursi yang ada di dekat nya, ia menduduki kursi sedangkan kedua tangan nya bertumpu menahan kepalanya yang sudah tak bisa menahan kantuk. Aroma basah dan percikan air hujan membuat nya ingin kembali terlelap, berharap memimpikan sesuatu yang indah hingga bisa membuat nya lupa tentang penderitaan yang ia alami.
5 menit setelah nya, kedua mata ayra tertutup. Wajah nya yang kelelahan dengan sisa air mata membuat siapapun tak tahan melihat nya. Perempuan yang tumbuh tampa adanya kasih seorang ayah itu harus berjuang keras mempertahankan kewarasan yang terus terkikis di setiap ia melangkah.
________________________
"Ayah aku mau di gendong" ucap gadis kecil merengek merentangkan kedua tangan nya. Sedangkan seseorang yang di panggil ayah itu hanya tersenyum mendengar permintaan anak perempuan nya.
"Anak ayah mau digendong ya," ucapnya sembari mengangkat anak perempuan nya. Ia tertawa karna ayah nya membuat nya terbang dalam sesaat.
Setelah nya anak dan ayah nya itu berjalan kembali sembari berbincang bincang dengan gembira.
Di sisi lain, ayra hanya tersenyum miris melihat nya. Itu adalah ingantan masa kecil nya dulu saat masih bersama ayah kandung nya. Mimpi nya sangat persis seperti apa yang terjadi pada saat itu, Dan aneh nya ayra sadar akan mimpinya.
Ini adalah satu-satunya ingatan terindah yang iya miliki bersama ayah kandung nya, dimana pada saat itu ayra kecil masih tidak mengetahui tentang kenyataan menyakitkan yang diberikan ibunya.
Ayra tersenyum dengan air mata yang terus menetes, pandangan nya hampa. Meski hanya di dalam mimpi, kehangatan yang diberikan ayah nya saat dia masih kecil masih begitu terasa. Dan itu membuat nya seakan tak ingin bangun dari mimpi indah nya. Ia terlalu takut untuk menatap kenyataan yang ia alami di dunia nyata, tidak ada satupun yang berpihak kepada nya atau bahkan yang menganggap dirinya ada.
perlahan-lahan cahaya mulai menyinari ayra, menghilangkan sesuatu yang berada di sekitar nya. Mengembalikan nya pada dunia yang seharusnya, menggelitik mata ayra yang masih terlelap. Pada akhirnya Kenyataan akan tetap menjadi miliknya meski hanya ada kepahitan yang ia rasakan.