"ini dari kamu din?" Tanyaku pada Dina ingin memastikan lagi kalau bolu ini benar-benar pemberiannya dan sebagai jawaban ia hanya mengangguk.
Aku ragu apakah bolu ini benar-benar darinya, nomor Asing yang mengajakku kenalan tiba-tiba saja bertanya apakah bolunya sudah dimakan? Begitu kutanya kembali ia malah tidak membalas. Saat tengah malam aku memasak mi instan karna perut yang lapar membuat mataku enggan tertidur. Derap kaki dan nyanyian kecil terdengar semakin dekat,bola lampu dapur yang rusak dan belum diganti membuatku leluasa mengintip siapakah gerangan yang masih berkeliaran di tengah malam,ternyata kakak kelasku,namanya Randi. Pasti diam-diam dia menemui adik kelasku yang tak lain adalah pacarnya.
Ketika selesai makan dan mencuci piring,nomor Asing kembali mengirimiku pesan
"Jangan lama-lama di dapur,nggak takut kalau ada hantu?" Aku mulai kesal,dia tak mengenalkan dirinya hanya berkata sebagai pengagum rahasiaku, tapi mungkinkah dia salah satu penghuni kos putra? Dia tahu aku diberikan bolu,dia juga tahu aku memasak didapur kos sendirian,tidak mungkin kak Randi kan? Hanya dia satu-satunya orang yang berkeliaran di luar ketika aku sedang di dapur. Ah pasti bukan dia,lagipula dia sudah punya pacar dan aku bukan seleranya, pacarnya jauh lebih cantik, kulit putih,alis lebat dan bodynya persis gitar spanyol.
Keesokan harinya sepulang sekolah aku dan teman-teman seangkatan duduk di teras kos hanya untuk ngobrol ngalur ngidul, begitupun dengan kakak-kakak kelas duabelas, mereka sedang belajar kelompok.
Sebuah pesan dari nomor Asing semalam berhasil membuatku mengerutkan kening, kali ini aku yakin betul pasti dia adalah salah satu penghuni kos putra,atau ada temanku yang sengaja menyamar dan mengerjaiku?
"Mandi sana, sebelum kamar mandinya penuh dan kamu harus ngantri."
"SUdahlah jangan main-main kamu siapa sebenarnya?" Balasku.
"Aku salah satu Abang kelasmu." Jantungku berpacu cepat,perut mendadak mules dan teman-temanku menyadari itu,mereka bertanya apakah aku baik-baik saja dan aku tersenyum lebar meyakinkan kalau aku baik-baik saja.
Hanya ada dua orang disini,kak Randi dan kak Alif. Yang aku tahu Kak Randi sudah punya pawangnya,apa mungkin...kak Alif? Masa iya bintang sekolah tertarik padaku? Okelah kalau aku pintar dan punya segudang prestasi,tapi aku hanya mampu masuk dalam lima belas besar setiap ujian semester,minimal aku harus cantik kalau ingin mendapat perhatiannya,tapi aku jauh dari kata cantik.
"Kamu pasti teman seangkatan yang sengaja ngerjain aku kan?"tebak ku dalam pesan singkat itu.
"No,aku Randi. Kalau nggak percaya,coba lihat ke sini dan aku sedang memperhatikanmu." Spontan saja aku melihat ke arah kakak-kakak kelasku dan benar,kak Randi sedang menatapku dengan kedua ujung bibir yang sedikit terangkat. Membuat jantungku tak bisa memompa darah secara teratur.
Bukan karna senyumnya yang manis,bukan pula karna ketampanannya,tapi tak menyangka kenapa dia harus memilihku sebagai calon selingkuhannya,eh tapi tunggu dulu,apa dia suka padaku? Atau dia hanya ingin main-main?
"Kalau aku ingin mengenalmu lebih dekat,ada yang marah nggak" pertanyaan klasik
"Tentu! Pacar kakak,adik kelasku yang kamarnya diujung tentu akan marah."
"Jangan khawatir,aku dan dia sudah tidak punya hubungan apapun,hanya sebatas Abang-dan adik kelas,kamu sendiri bagaimana? Apakah Sedang menjalin hubungan dengan seseorang?"
"Tidak, aku tidak menjalin hubungan dengan siapapun,bolu kemarin...itu dari kak Randi ya?" Ia hanya membalas dengan emot senyum.
"Terimakasih bolunya kak,enak.beli dimana?" Tanyaku panjang lebar,tak ingin di cap sebagai orang yang tak tahu terimakasih.
"Nggak beli,itu buatan mamaku,beliau pintar sekali memasak.kapan-kapan aku bawakan makanan yang lain ya."
Ya Tuhan,bukan itu maksudku,bolu itu memang enak,tapi aku tak bermaksud mengatakannya agar dibawakan makanan yang lain,aku hanya ingin mencairkan kebekuan yang aku ciptakan sendiri, ya. Aku menutup diri untuk siapapun pada masa ini,tapi juga enggan mengatakannya langsung,bagaimana ini? Kalau kubiarkan saja dia tak akan berhenti,tapi kalau kuberhentikan saja bisa jadi dia menggunakan kekuasaannya sebagai senior untuk menekanku sebagai adik kelasnya.
Esok lusa dan seterusnya dia rutin sekali mengirimiku pesan untuk sekedar bertanya sedang apa,sudah makan belum, ada tugas apa,dan aku hanya menjawab sekadarnya,aku tak ingin terlalu dekat,rasanya sedikit canggung.
"Moza, kamu merasa terganggu nggak kalau aku selalu ingin tahu tentangmu?" Tanya kak Randi padaku ketika kami sama-sama di perpustakaan.
"Nggak terganggu sih kak,hanya saja,saat ini aku tidak ingin melewati masa putih abu-abu dengan main-main,aku cukup sadar diri,aku kurang pintar,aku harus berusaha lebih keras agar tidak menjadi yang terakhir. Wajar kan?" Balasku dengan kalimat panjang lebar demi tak ingin menyinggung perasaannya.
"Menurutmu yang sedang kita lakukan sekarang ini,main-main ya?"
"Selama tidak ada yang menggunakan perasaan mungkin sah-sah saja,aku yakin tanpa perasaan itu lebih aman,tak akan mengganggu konsentrasi belajar kita kan." Ucapku ingin memastikan apakah dia benar-benar ada perasaan atau hanya ingin menjadikanku pelarian sesudah diputuskan pacarnya.
"Katakanlah sekarang tanpa perasaan,lalu jika seiring berjalannya waktu ada perasaan yang tumbuh,bagaimana?"
"Mungkin harus di kasi racun supaya tidak jadi tumbuh " candaku seadanya.
" Haha..Emangnya rumput? Kalau kamu duluan yang jatuh cinta,bagaimana?"
"Tenanglah,aku hebat dalam mematahkan dan mengobati hati sendiri." Ucapku penuh percaya diri.
"Artinya aku tak perlu bertanggungjawab padamu jika itu terjadi kan?"
"Atau hentikan saja sebelum ada perasaan?" Pintaku lebih realistis,dan dia hanya menggelengkan kepala,menolak usulanku yang benar-benar tak ingin masuk ke hidupnya.
***
Hidupnya, Seperti yang aku katakan sebelumnya,aku tahu bagaimana hidupnya saat ini.
Sedikit banyak aku berhasil mencari informasi itu langsung,memang benar dia sedang patah hati,orangtuanya bercerai dan pacar kesayangannya juga memutuskan hubungan secara sepihak. Hidupnya terlihat kacau,tapi prestasi belajarnya tetap bagai laut yang tenang tanpa gelombang. Sedangkan aku yang punya keluarga lengkap tanpa gangguan laki-laki bagai perahu yang terombang-ambing dan hampir karam.
Dia menawarkan bantuan ketika ada tugas yang tak kupahami,mengajariku pelajaran hitung-hitungan dan memberikan bocoran tentang ulangan-ulangan yang pernah dia ikuti sewaktu di kelas sebelas. Bukankah dia seperti malaikat yang Tuhan kirimkan pada manusia lemot sepertiku? Rasanya tidak pantas menolak pemberian Tuhan,jadi aku putuskan untuk tetap menjadi pelariannya saja.
Ternyata dekat dengan lawan jenis tak selamanya buruk,aku lebih percaya diri Setiap ulangan,kemarin-kemarin aku hanya belum menemukan orang yang bisa mengajariku dengan lebih sabar.
Ketika merasa semuanya baik-baik saja karna dia tak pernah menuntutku untuk jadi pacar dan tetap menemuiku setiap hari hanya demi mengajariku,siang ini tiba-tiba dia ingin menyudahi semuanya.
"Mari berhenti bertemu dan kembali seperti semula,kita hanya sebatas Abang dan adik kelas." Begitu isi pesannya.
"Kenapa?" Tanyaku singkat
"Aku sudah menemukan rumahku yang hilang dulu. Kamu mengerti bukan?" Ulu hatiku terasa pedih.
"Baiklah,semoga kak Randi bahagia karna sudah balikan dengan orang yang kakak sayang ya."
***
Aku kalah, Sepertinya. Kupikir semuanya akan baik-baik saja. Tapi kenyataannya? Aku selalu menunggu pesan dari seseorang. Dia tak pernah kelihatan di kos putri,aku selalu mengintip dari balik gorden, berharap bisa melihatnya bahkan jika ia lewat untuk bertemu pacarnya. Tapi hal itu tak pernah terjadi,atau dia datang ke tempat pacarnya saat aku sedang tak berdiri di tepi jendela?
Di perpustakaan dia selalu pergi setiap kali aku datang,seperti menghindariku.
Sadar dirilah Moza! Dia bukan hanya bintang sekolah tapi juga bintang hati bagi kaum hawa di sekolah ini,hidupnya hampir sempurna. wajah tampan,tinggi dan berprestasi, dia juga bintang lapangan dan ketua ekskul. Yang tidak membuatnya sempurna adalah orangtuanya yang tercerai.
Benarkan,sekarang aku sedang di fase patah hati tanpa menyadari kapan sebenarnya perasaanku tumbuh.
Kalau sudah begini,aku tak mungkin bisa konsentrasi belajar, aku akan menghabiskan waktu beberapa jam untuk memetik gitar milik Risa,satu-satunya cara untuk mengobati lukaku.
Bukannya membenci,aku lebih merasa rindu. Berbeda sekali dengan patah hatiku yang dulu-dulu.
Di sekolah ketika kami berpapasan, dia sengaja membuang muka, seolah tak saling kenal. Aku yang ingin menegur pun menjadi sungkan. Bukankah seharusnya dia yang minta maaf padaku? Sekurang-kurangnya dia harus merasa bersalah.
Aku seperti tak rela ditinggal begitu saja,tapi bukankah kami tak pernah terikat status apapun?
Terlalu banyak berpikir membuatku hilang napsu makan dan tak bisa tidur,selanjutnya aku lebih rutin minta izin tak masuk sekolah karna sakit.
Dengan langkah yang terseok-seok karna persendianku terasa ngilu,aku meraih obat dan menelannya susah payah,detik berikutnya aku menertawakan diri sendiri.
Kini bukan hanya hatiku yang sakit,tubuhku juga ikut-ikutan sakit. Dia jahat bukan? Datang dan menjadikan ku pelarian lalu pergi begitu saja.tapi bukankah aku juga mengambil keuntungan dari dirinya? Memanfaatkan otaknya yang pintar demi kepentinganku sendiri.
Dalam hal ini kami sama-sama mengambil keuntungan tapi kenapa hanya aku yang merasa tersakiti?
Ketukan pintu membuyarkan lamunanku,siapa juga yang datang saat tubuhku sedang susah bergerak begini.
"Dari mamaku,buat orang sakit." Ucap tamu yang datang. Aku sedang berhalusinasi ya? Ini pasti salah. Aku menutup pintu pelan,tak ingin efek obat ini membuatku seperti orang gila. Pintunya tak berhasil ditutup,ada yang menahan dari luar,ternyata bukan halusinasi,orang yang membuatku patah hati ada di depanku menenteng kotak bekal tanpa rasa bersalah,ia justru tersenyum ramah.
"Kak Randi?" Tanyaku sendu,seperti bertahun-tahun tak melihat wajahnya
"Iya,nggak mungkin kamu melupakanku secepat itukan?" Tentu saja aku tak lupa,hanya ingin memastikan,siapa tau dia orang lain dan aku masih di bawah pengaruh obat yang bisa mempengaruhi penglihatanku.
dia duduk di muka pintu, membuka kotak bekal dan mengenalkan menu masakan mamanya satu persatu.
"Dan ini, bolu gulung cokelat yang dulu pernah ku kasih,dimakan ya." Dia mengacak rambutku pelan
"Jangan!" Ucapku menghindar "sudah dua hari aku tidak keramas." Dia terbahak,bagiku tak lucu sama sekali.
"Nanti saja makannya, persendianku terasa ngilu." Seakan paham dengan keadaanku,dia menyodorkan sendok yang berisi nasi dan Sop ayam,tapi aku masih enggan membuka mulut
"Makan sekarang saja,mumpung masih panas." Aku membuka mulut menerima suapannya,bukankah seharusnya dia datang dengan penjelasan? Atau baginya ini hanya bentuk rasa kasihan kepada anak rantau sepertiku?
"Kok bisa sakit? Kamu kurang istirahat ya?" Tanya kak Randi sambil terus menyuapiku makan,aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.
Ya, kurang istirahat karna memikirkanmu,batinku.
"Mikirin aku ya?" Sambungnya lagi.
"Uhuk,uhuk." Tenggorokanku perih, tersedak mendengar perkataannya yang sesuai dengan isi hatiku, dia memberikan air minum padaku.
"Kalau tersedak,berarti benar." Ucapnya lagi.
"Aku makan sendiri saja,nanti pacar kakak salah paham." Hampir saja aku lupa kalau sekarang dia sudah balikan dengan pacarnya.
"Kamu masih nggak ngerti juga ya?" Tanya kak Randi dengan wajah serius, aku hanya mengangkat kedua alis bertanya maksud ucapannya.
"Tidak mungkin aku tak punya hati padamu,usahaku selama ini masih belum mampu membuatmu jatuh cinta padaku?" Dia duduk memeluk lutut.
Ya,aku jatuh cinta,tapi kamu justru balikan dengan mantanmu. Rutukku dalam hati.
"Aku mau memulai semuanya dari awal, Moza. Tanpa bayang-bayang masa laluku. kupikir dengan menjauhi mu bisa menyelamatkanku dari cinta yang bertepuk sebelah tangan,ternyata perbuatanku malah membuat orang yang kucintai jadi sakit begini." Ucapnya lagi.
"Maksudnya orang yang kakak cintai,itu aku?" Kak Randi mengusap lengannya,memberi jeda sebelum menganggukkan kepala atas jawabanku.
"Jangan pernah bilang kalau kamu tak menyukaiku,aku selalu tau keadaanmu lewat Dina moz, aku tau ketika kamu berjam-jam memetik gitar dan memainkan melodi galau.aku juga tau kamu sering mengurung diri saat teman-temanmu ngumpul. Aku tau kamu tak konsentrasi saat belajar kelompok. Terakhir,tebakanku kamu pasti kurang istirahat karna memikirkanku."
Ya, dia tau semuanya kecuali tentang aku yang berdiri di tepi jendela demi mengintipnya datang ke kamar ujung.
"Iya. Kamu benar." Ucapku singkat, masih berusaha menghabiskan makananku.
"Jadi? Kamu mau kan menganggapku lebih dari kakak kelas, menganggapku teman ...yang spesial misalnya?" Tanya kak Randi dengan senyum manisnya.
"Baiklah,tapi jangan pergi tanpa penjelasan lagi." Aku mengerucutkan bibir dan membagi bolu gulung cokelat menjadi dua bagian,untukku satu,untuk kak Randi Satu.
Rasanya manis,seperti kisahku saat ini.