Di bawah pohon mangga tua, Langit duduk sambil membaca novel di tangannya. Tempat favoritnya, tempat ia bisa menemukan ketenangan, jauh dari hiruk-pikuk teman-temannya yang sering membicarakan hal-hal tidak penting. Sifat dinginnya membuatnya terlihat kaku, tetapi senyumannya yang langka selalu sulit dilupakan orang.
"Gak bosen apa duduk sendirian di sini?" suara lembut seorang perempuan tiba-tiba memecah keheningannya.
"Siapa lo?" tanya Langit sambil mengangkat pandangannya. Di depannya berdiri seorang gadis bertubuh mungil.
"Gue Senja, murid baru di sekolah ini," jawab gadis itu santai sambil duduk di samping Langit.
"Oh, gue Langit," jawabnya cuek. "Tapi mending lo pergi aja, jangan ganggu gue."
"Ih, lo ngusir gue nih?" Senja mulai kesal.
"Iya, gue ngusir lo," jawab Langit dengan nada datar.
Karena kesal, Senja bangkit dan meninggalkan Langit. Dia berjalan menuju koridor sekolah.
-----
Jam pelajaran dimulai, dan Senja masuk ke kelas X-D bersama Bu Venny, wali kelasnya. Bu Venny meminta Senja memperkenalkan diri di depan kelas. Seluruh murid terpana melihat Senja, terutama Angkasa, salah satu murid paling populer di SMA Scottler High School. Wajah Senja yang cantik seperti bidadari membuatnya langsung menjadi pusat perhatian.
Setelah perkenalan selesai, Bu Venny meminta Senja duduk di kursi kosong di sebelah Langit. Wajah Angkasa seketika menunjukkan ketidaksukaan. Dia tidak senang melihat Senja duduk bersama Langit. Namun, Senja menuruti permintaan Bu Venny dan duduk di sebelah Langit tanpa ragu. Langit tetap cuek dan tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Ketika jam istirahat tiba, semua murid berhamburan keluar kelas menuju kantin. Angkasa mendekati Senja dengan senyumnya yang khas.
"Senja, ikut gue ke kantin, yuk," ajaknya.
Senja setuju dan pergi bersama Angkasa serta beberapa temannya, yaitu Raka, Jayden, Zayyan, dan Joan.
Di kantin, Angkasa dengan sengaja menunjukkan kedekatannya dengan Senja, berharap hal itu membuat Langit kesal. Namun, Langit hanya memandang mereka dengan tatapan dingin dari kejauhan, tanpa menunjukkan emosi apa pun.
Sebenarnya, Langit dan Angkasa adalah musuh bebuyutan. Mereka tidak pernah akur, bahkan untuk sedetik.
Bel masuk kelas berbunyi. Ketika hendak kembali ke kelas, Angkasa mencoba menggandeng tangan Senja. Namun, Senja melepas genggamannya dengan halus. Mereka berjalan berdampingan menuju kelas.
Di kelas, Pak Iqbal memulai pelajaran matematika. Setelah memberikan materi, ia meminta para siswa mengerjakan beberapa soal. Senja terlihat bingung saat mencoba memahami soal tersebut. Ia melirik ke arah Langit, yang tampak fokus menyelesaikan tugasnya.
"Langit, lo bisa ajarin gue gak? Plis." Pinta Senja dengan nada penuh harap.
Langit melirik Senja, lalu berkata, "Serius? Materi segampang ini lo gak paham? Lo gak dengerin Pak Iqbal nerangin apa tadi?" Sambil berbicara, dia mengetuk pelan dahi Senja. Namun, setelah itu, ia mulai menjelaskan materi tersebut dengan sabar.
Di sudut kelas, Angkasa yang diam-diam memperhatikan mereka merasa kesal dan cemburu melihat interaksi tersebut. Rahangnya mengeras, menunjukkan rasa tidak sukanya.
Jam pulang sekolah tiba, Senja hendak melangkah keluar kelas, Angkasa menghadangnya. "Gue anterin pulang aja gimana?" tawar Angkasa sambil memamerkan senyum lebarnya.
Senja mengernyit sejenak, lalu menggeleng pelan. "Gak usah, makasih. Gue bisa pulang sendiri kok."
"Tapi, serius nih? Gue gak bakal keberatan sama sekali, Senja," bujuk Angkasa.
"Makasih, gue pulang sendiri aja." Ucap Senja sembari meninggalkan Angkasa yang terlihat kecewa.
-----
Di tempat yang sama, di bawah pohon mangga tua, Langit duduk di sana setiap pulang sekolah untuk sekedar bersantai membaca novelnya. Tanpa disadarinya, Senja mendekat dan duduk di samping Langit.
"Ngapain lo kesini lagi?" Tanya Langit tanpa menoleh.
Langit menghela nafas berat dan menutup novelnya. "Gue kan udah bilang jangan ganggu gue." Ucap Langit dengan nada datar. "Siapa juga yang gangguin lo? Orang cuma duduk kok." Jawab Senja dengan santainya. "Mendingan lo sama Angkasa aja, kayaknya dia suka deh sama lo." Ujar Langit tiba-tiba dengan nada datar.
"Jadi lo merhatiin gue sama Angkasa?" Goda Senja.
Langit mendengus pelan. "Enggak. Gue cuma gak ngerti aja kenapa lo mau deket sama orang kayak dia."
"Kenapa? Angkasa itu orangnya baik kok." Ucap Senja dengan nada serius.
"Baik? Lo baru kenal dia sehari, dan lo udah bisa nilai dia baik?" Langit menatap Senja, matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan.
Dari kejauhan Angkasa melihat mereka berdua, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal.
"Senja itu punya gue, gak akan gue biarin dia jadi milik lo Langit." Ucap Angkasa dengan nada rendah, muncul seringai di wajahnya. Sesuatu yang gelap mulai muncul di dalam dirinya.
-----
Malamnya, Angkasa pergi mendatangi rumah Langit dengan botol anggur kosong di tangannya. "Liat aja lo Langit." Gumam Angkasa pada dirinya sendiri.
Ia berjalan menuju pintu rumah Langit, lalu mengetuk pintu dengan keras. Mendengar ketukan pintu, Langit dengan santai berjalan untuk membuka pintu. Dibukanya pintu dan dilihatnya Angkasa di depannya dengan botol anggur kosong di tangan Angkasa. Angkasa menatap tajam mata Langit dengan tatapan membunuh.
"Ngapain lo?" Tanya Langit santai, sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Kita selesain sekarang, lo, gue, dan Senja."
Tatapan Langit berubah tajam. "Maunya lo apa?" Langit menatap tajam Angkasa, tahu bahwa permusuhan mereka ini akan memuncak hari ini dan itu terasa berbeda.
"Lo mau apa Angkasa?" Tanya Langit lagi dengan nada dingin.
Angkasa melempar botol anggur kosong itu ke dinding di samping Langit, membuat kegaduhan dan menciptakan suara pecahan kaca. "Gue mau lo jauhin Senja." Tatapan mata Langit semakin membara bak api.
"Senja itu bukan barang, jadi terserah dia mau sama siapa aja." Jawab Langit santai sambil masih memainkan jemarinya.
"Gue serius Langit, gue gak akan biarin lo rebut Senja dari gue." Angkasa menaikkan nada bicaranya satu oktaf.
"Rebut? Lo bahkan belum jadian sama dia." Langit tertawa penuh ejekan.
Kalimat itu bagai cambuk untuk Angkasa. Emosinya kian memuncak dan berjalan semakin maju ke arah Langit memaksa Langit untuk mundur beberapa langkah masuk ke rumah. "Gue gak cuma ngomong, kalau lo gak jauhin Senja, gue janji hidup lo gak akan baik-baik aja." Menepuk-nepuk pundak Langit.
Langit tersenyum tipis penuh sindiran dan ejekan. "Gue jadi kasihan sama lo Angkasa. Mau cari perhatian ke Senja, malah sibuk mikirin gue."
Angkasa melayangkan satu pukulan ke arah Langit, tapi dengan sigap ditangkisnya pukulan itu sebelum mengenai wajahnya. "Mendingan lo pulang aja deh, kasihan gue sama lo soalnya dari tadi bahas omong kosong." Langit menutup pintu rumahnya dengan keras membuat Angkasa kesal.al
"Liat aja Langit, lo bakalan nyesel." Suara Angkasa seperti berbisik dengan seringai mengembang di wajahnya.
-----
Keesokan harinya, di sekolah, suasana semakin tegang dan panas. Angkasa sudah menyebarkan gosip bahwa Langit suka membuat onar dan keributan di luar sekolah, juga berbohong bahwa Langit sering balapan liar. Sebagian siswa mulai menjauhi Langit. Tetapi tentu saja Langit tidak peduli akan hal itu.
Saat Langit berjalan melewati kelas-kelas, Senja mengejarnya. "Langit, lo tau gak?"
"Tau, terus?" Jawab Langit singkat.
"Lo gak marah gitu?" Senja balik bertanya.
"Nyusahin hidup aja buat mikirin itu doang, nanti juga capek itu anak."
Usaha pertama sudah dilakukan Angkasa. Tak sampai disitu saja, Angkasa mengajak keempat temannya, Raka, Jayden, Zayyan, dan Joan untuk melakukan hal yang lebih parah lagi. Mereka berlima akhirnya memutuskan untuk diam-diam mengambil novel milik Langit dan pergi ke ruang guru. Sampainya di ruang guru, Angkasa langsung membuka paksa lemari tempat Bu Venny meletakkan dompetnya. Mereka mengambil beberapa uang di dompet Bu Venny dan meletakkan novel milik Langit di sela lemari yang sudah terbuka. Setelah jam pelajaran dimulai, Langit dipanggil ke ruang guru oleh bu Venny. Tanpa curiga sedikitpun, Langit bergegas pergi ke ruang guru untuk menemui bu Venny yang mencarinya. Tanpa banyak basa-basi, bu Venny langsung menuduh Langit mencuri uang di dompetnya. Sepertinya rencana Angkasa berhasil kali ini. Tapi, setelah Senja mengetahui hal itu, dia langsunga mendatangi ruang guru untuk membela Langit, karena dirinya merasa ada yang tidak beres.
"Maaf sebelumnya bu, tapi saya rasa ada kesalahpahaman di sini." Ucap Senja tegas.
"Bagaimana kalau kita cek CCTV di pojok ruang guru aja bu?" Tambah Senja.
"Oh ya, ibu baru inget ada CCTV, kita cek aja."
Setelah mengecek CCTV, ternyata yang mencuri uang bu Venny bukanlah Langit melainkan Angkasa, Raka, Jayden, Zayyan, dan Joan. Maka dipanggilnya ke ruang guru Angkasa dan 4 temannya itu menghadap bu Venny. Tidak bisa berkata-kata lagi ketika sudah ketahuan apa yang dilakukan oleh Angkasa dan teman-temannya, mereka berlima hanya diam tak berkutik. Apa yang akan dikatakan Angkasa dan teman-temannya?
"Kalian berlima ibu skors dari sekolah satu bulan dan akan ibu panggil orang tua kalian." bu Venny mulai naik pitam.
"Jangan bu, kami gak akan ngulangi lagi." Ucap Angkasa memohon.
Bu Venny menggeleng cepat. "Kalian harus dihukum, kalau gak dihukum akan kebiasaan nantinya, sekarang minta maaf ke Langit." Suara bu Venny memenuhi ruang guru.
"Kita minta maaf Langit." Serentak kelimanya berbicara.
Langit hanya mengangguk pelan. Bu Venny juga meminta maaf pada Langit karena sudah menuduh Langit mencuri.
-----
Setelah satu bulan di skors, akhirnya hari ini Angkasa dan lima temannya diizinkan masuk sekolah lagi. Angkasa mendekati Langit yang sedang duduk di bawah pohon mangga.
Dengan ragu-ragu Angkasa memanggil Langit. "Langit."
"Lo mau apa lagi?" Tanya Langit dengan nada santai.
"Gue mau minta maaf sama lo, gue selama ini cuma iri sama lo, seharusnya gue gak gitu." Ucap Angkasa tulus.
"Iya, gue maafin lo." Jawab Langit singkat sambil tersenyum pada Angkasa.
Senja berlari dari koridor sekolah menuju pohon mangga untuk bertemu Langit tanpa diketahuinya bahwa ada Angkasa di sana. Lalu Angkasa tersenyum singkat pada Senja, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Lah, ada apaan tu anak datang ke sini?" Tanya Senja bingung.
"Minta maaf doang." Jawab Langit.
Senja hanya mengangguk dan duduk di samping Langit. Keheningan terpecah ketika Senja tiba-tiba bertanya pada Langit.
"Kok lo suka sih duduk di sini? Kan sepi."
"Disini gue bisa liat langit, bisa liat senja lagi. Jawab Langit sambil tersenyum kecil menatap cakrawla. Senja memainkan jemarinya, pipinya memerah karena malu.
"Senja adalah alasan langit menunggu sore. Tanpa senja, langit hanyalah sebuah kanvas kosong." Langit tersenyum penuh arti dan menggandeng tangan Senja.
"Gimana kalau lo sama gue pacaran?"
"Siapa takut?" Ejek Senja sambil tertawa.
Langit dan Senja saling menatap, senyuman keduanya menghangatkan suasana sore itu. Pohon mangga tua menjadi saksi awal perjalanan mereka. Di bawah langit yang mulai berubah jingga, keduanya memahami bahwa takdir telah mempertemukan mereka dengan cara yang unik dengan perbedaan, pertengkaran, hingga akhirnya rasa yang tumbuh. Sekarang bagi mereka, senja adalah tempat terbaik menyimpan semua cerita mereka dan langit selalu menjadi kanvasnya.