Pagi itu, suara knalpot motor Kenzo membelah suasana gerbang kampus yang ramai. Orang-orang spontan menoleh, seakan sudah hafal siapa yang baru saja datang.
"BRRRROOOOOOM!"
Motor sport hitam berhenti dengan gaya. Seorang pemuda turun dengan santai, membuka helm pelan-pelan. Rambutnya sedikit acak-acakan, tetapi malah menambah kesan keren. Sorot matanya datar, cuek, tidak menggubris perhatian orang-orang di sekitarnya.
Itu Kenzo, mahasiswa yang terkenal sering bikin keributan, baik di dalam maupun di luar kampus. Di belakangnya, Alex, Maxim, dan Damar mengikuti, melengkapi formasi Geng Viper yang terkenal dengan aura "jangan macam-macam."
“Zo, lo niat banget nyari masalah sama semua penghuni kampus, ya?” Maxim berkomentar sambil mengusap dada, seolah tidak percaya. Kenzo hanya mengangkat bahu sambil menyeringai tipis.
“Memang,” jawabnya singkat.
“Mamah lo ngidam apa sih pas hamil lo, Zo?” celetuk Damar dengan nada heran.
Tanpa menggubris, Kenzo langsung melangkah ke dalam kelas diikuti teman-temannya. Begitu mereka masuk, suasana langsung berubah. Beberapa mahasiswa melirik dengan hati-hati, tetapi tidak ada yang berani menyapa.
“Kenzo itu ganteng, tapi dingin banget,” bisik seorang mahasiswi sambil melirik sekilas.
“Ganteng doang nggak cukup kalau auranya serem begitu,” timpal temannya sambil berbisik.
“Tapi lihat Damar deh, ganteng juga, cuma kelihatannya lebih santai,” tambah yang lain dengan nada kagum.
“Kalau Maxim? Aduh, dia tuh kelihatan playboy banget, tapi tetap bikin deg-degan,” ujar temannya sambil cekikikan kecil.
Ya, begitu kira-kira komentar yang beredar setiap kali anggota Geng Viper lewat. Tidak ada yang berani mendekat, tetapi diam-diam banyak yang memuji.
TRIIINGGGGG!
Bel berbunyi, menandakan waktu masuk kelas. Suara gaduh di koridor langsung mereda saat mahasiswa mengambil tempat duduk masing-masing.
Di salah satu bangku tengah, Becca, seorang mahasiswi baru, sedang sibuk merapikan buku catatannya. Jantungnya berdebar-debar. Hari pertama kuliah di kampus ini, semuanya terasa asing.
"Oke, semoga nggak ada drama di hari pertama ini," batinnya sambil menarik napas dalam.
Sementara itu, Maxim duduk di bangku belakang bersama Alex. Mata mereka menangkap sosok Becca yang belum familiar.
“Kayaknya itu anak baru, ya?” Maxim bertanya sambil menyikut Alex.
Alex mengangguk. “Iya, kayaknya baru lihat dia hari ini.”
Di pojok ruangan, Kenzo duduk bersandar santai. Ia sibuk memutar-mutar pulpen di tangannya, tampak tidak peduli pada suasana kelas.
Becca yang tengah merapikan catatan mendengar suara ramah dari sampingnya. Seorang mahasiswi berkacamata dengan rambut dikuncir rendah tersenyum padanya.
“Hei, kamu anak baru, ya?” tanyanya.
Becca mengangguk kecil, berusaha tersenyum. “Iya, aku Becca. Baru masuk hari ini.”
“Salam kenal! Aku Nia,” jawabnya ceria.
Becca merasa lega. Setidaknya ada yang ramah padanya.
“Salam kenal juga, Nia,” ucapnya sambil tersenyum.
Dari bangku belakang, seorang cowok ber-hoodie abu-abu ikut menyahut. “Oh, mahasiswi baru, ya? Gue Ryan. Selamat datang!” katanya sambil tersenyum lebar.
“Makasih,” balas Becca sambil mengangguk kecil. Setidaknya, mereka menyambutnya dengan baik.
Namun, pandangannya sempat jatuh pada Kenzo di sudut kelas. Cowok itu tetap diam, sibuk dengan dunianya sendiri.

Cowok itu... kenapa kelihatannya cuek banget? pikirnya dalam hati.
Dosen masuk membawa tumpukan buku. “Baik, kita mulai. Semua siap?” tanyanya.
“Siap, Pak!” jawab beberapa mahasiswa serempak.
Setengah jam berlalu, Becca mulai kesulitan mengikuti materi. Ia menggigit bibir, melihat catatannya yang berantakan. Akhirnya, dengan ragu, ia menoleh ke arah Kenzo.
“Maaf, boleh minta tolong jelasin yang tadi?” tanyanya pelan.
Kenzo mengangkat kepala, menatap Becca tanpa ekspresi. “Lihat aja catatannya. Nggak susah kok.”
Becca terdiam sejenak, bingung harus tertawa atau kesal.“Serius, gue diginiin? Pengen rasanya ku getok tuh orang,” pikirnya dalam hati.
Dengan senyum terpaksa, ia menjawab singkat. “Oke, makasih...”
Kenzo hanya mengangkat bahu dan kembali pada pulpen di tangannya.
Maxim yang melihat itu langsung cekikikan sambil menyikut Alex. “Tuh, si Kenzo emang nggak berubah. Dingin kayak freezer!”
Alex menahan tawa. “Kasihan tuh anak baru, langsung kena si kulkas rusak.”
Becca menghela napas. Untung saja ada Nia yang tersenyum lembut padanya.
“Kalau kamu butuh bantuan, tanya aku saja. Jangan malu,” katanya.
Ryan menimpali sambil tersenyum manis, “Iya, tanya gue juga nggak apa-apa. Santai saja.”
Becca tersenyum kecil. “Makasih, ya.”
Hatinya sedikit tenang. Setidaknya, tidak semuanya terasa dingin seperti Kenzo.