Babak I: Kembalinya Kaidën
Di Kerajaan Tenebrous, kematian Raja Aerius meninggalkan kekosongan takhta yang memicu perebutan kekuasaan. Kaidën, anak haram Raja yang misterius, kembali ke kerajaan setelah bertahun-tahun bersembunyi di negara tetangga, Kerajaan Valtoria. Ia dibesarkan oleh penyihir bijak, Master Eryndor, yang mengajarkannya ilmu sihir dan kesatriaan.
Kaidën memiliki kekuatan luar biasa sebagai kesatria Aura langka dan penyihir bintang ★★★★★★★. Kekuatannya membuatnya ditakuti dan dihormati. Namun, statusnya sebagai anak haram memicu keraguan di kalangan bangsawan. Kaidën juga memiliki kenangan masa lalu yang pahit, ketika ibunya, Lady Aria, dibunuh oleh Ratu Valtira.
Babak II: Perebutan Takhta
Kedatangan Kaidën memicu keraguan dan kekhawatiran di kalangan bangsawan karena harus memilih antara Kaidën dan Putra Mahkota Arin, penyihir tingkat ★★★★★★★★★★ yang tak tertandingi di benua. Arin, yang telah lama dipersiapkan sebagai penerus takhta, merasa terancam oleh kehadiran Kaidën.
Ratu Valtira, ibu Arin, memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisi anaknya. Ia menggunakan intrik dan politik untuk mengalahkan Kaidën. Sementara itu, Kaidën bertemu Lyra, seorang gadis misterius yang memiliki kekuatan sihir yang sama dengan Kaidën. Lyra menjadi sekutu Kaidën dan membantunya mempersiapkan diri untuk pertarungan melawan Arin.
Babak III: Konflik dan Rahasia
Kaidën menemukan rahasia masa lalunya yang tersembunyi. Ia belajar bahwa Raja Aerius telah memberinya kekuatan Aura dan sihir sebelum meninggal. Kaidën juga mengetahui bahwa Ratu Valtira memiliki rahasia gelap yang dapat menghancurkan kerajaan.
Arin menjadi semakin agresif dalam memperebutkan takhta. Pertarungan sihir antara Kaidën dan Arin semakin dekat. Lyra membantu Kaidën mempersiapkan diri untuk pertarungan tersebut. 6 bulan sebelum Kaidën kekerajaan Tenebroun, Kaidën yang sedang jalan jalan ditaman istana Valtoria melihat seorang nenek-nenek yang sedang menyirami bunga, kemudian ia mengamati nenek tersebut, kemudian sang nenek memanggil Kaidën yang berada disemak, sontak Kaiden terkejut karena seorang Aura peringkat Ke 4 dikerajaan dan seorang penyihir tingkat ★★★★★★★ dapat mengetahui keberadaan dirinya yang bahkan seorang penyihir setingkat putrs mahkota Arin saja tidak bisa mengetahui dirinya dan bahkan ia menggunakan teknik persembunyian Assasian tingkat Atas.
Babak III: Konflik dan Rahasia (lanjutan)
Nenek tersebut, yang ternyata adalah Penyihir Agung Elvira, memanggil Kaidën dengan suara lembut. "Kaidën, anakku, aku telah menunggumu. Aku tahu rahasia tentang masa lalumu dan kekuatanmu yang sebenarnya."
Kaidën terkejut dan penasaran. "Bagaimana Anda bisa mengetahui keberadaanku? Bahkan Putra Mahkota Arin tidak bisa menemukanku."
Penyihir Agung Elvira tersenyum. "Aku memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari Arin. Penyihir Agung Elvira tersenyum. "Tidak perlu meminta maaf, Kaidën. Aku mengerti kecurigaanmu. Apa yang kau mau setelah kau--" tidak usai, Kaidën malah berkata "mohon maaf atas perilaku tidak sopan saya madam, saya akan melakukan apapun yang anda perintahkan madam."
Penyihir Agung Elvira memandangnya dengan lembut. "Tidak perlu, anakku."
Penyihir Agung Elvira berkata, "Aku cuma ingin meminta tolong kepadamu, wahai anakku."
Kaidën berkata, "Apapun itu, demi Madam, aku akan membantu walau harus mempertaruhkan nyawaku!"
Penyihir Agung Elvira tersenyum sinis. "Baiklah, anakku. Aku cuma ingin meminta tolong..."
Kaidën menjawab, "Baiklah, aku cuma melakukan itu kan, Madam?"
Kaidën pergi kembali ke tempat Asrama Akademi Ksatria Kerajaan Valtoria dengan tatapan kosong. Kemudian datang temannya, yaitu Pangeran Cardius, suami Putri Nayaa, menepuk pundaknya. Kaidën berkata, "Dimana aku?"
Pangeran Cardius berkata, "Apakah kamu menjadi gila? Aku tahu pelatihan kita tidak manusiawi, namun jangan menjadi gila juga."
Kaidën menjawab, "Heh, sia-sia saja aku bertanya padamu. Mungkin aku kecapekan jadi nggak sadar sampai sini."
Kembali pada saat ini, Kaidën yang mempersiapkan pertarungan perebutan tahta dengan tekun, mempelajari teori dan pedang serta sihir selama satu bulan sebelum perebutan takhta. Kaidën berhasil mencapai sihir bintang ★★★★★★★★.
Dua minggu kemudian, Kaidën berhasil mencapai peringkat pedang Aura ke-2, meningkatkan kemampuan tempurnya.
Dan dua hari sebelum pertarungan perebutan tahta, Kaidën mencapai sihir bintang ★★★★★★★★★, memperkuat kekuatan magisnya.
Pertarungan dimulai dengan ujian tertulis yang mencakup ekonomi, keuangan, dan strategi perang. Ujian ini selesai dalam satu minggu.
Minggu kedua, ujian perubatan tahta menilai kemampuan berpedang, dan Kaidën memenangkannya. Sementara itu, Putra Mahkota Arin unggul dalam memanah, berkuda, dan sihir.
Pada minggu keempat, Kaidën mengalahkan lawannya dalam tanding.
Minggu terakhir, mereka melakukan perburuan hewan magis. Yang mengumpulkan hewan magis terbanyak akan menjadi raja. Mereka berdua memburu hewan buas dan magis yang tak terkalahkan oleh 5 ksatria bintang ★★★★★ dan 5 penyihir bintang ★★★★★.
Kaidën bertemu berbagai hewan magis: kucing emas, manusia-setengah kuda, dan lainnya. Ia berhasil memburu sekitar 40 makhluk tersebut. Namun, saat menghadapi Manusia Serigala, Kaidën mengalami kesulitan. Makhluk ini tidak hanya memiliki kekuatan luar biasa, tetapi juga bisa menggunakan pedang Aura dan sihir yang sangat kuat.
Kaidën tidak menyadari bahwa Manusia Serigala telah menyiapkan jebakan. Ia tertusuk dari pangkal paha hingga kepala. Menghadapi kematian, Kaidën berpikir, "Apakah ini akhirnya? Aku tidak pernah menginginkan kekuasaan, tapi mengapa aku datang ke Kerajaan Tenebrous?"
Kenangan pahit masa lalu muncul. Ia dibuang, ibunya meninggal di kerajaan ini. Kaidën berusaha mengobati luka dengan sihir penyembuh, sembari mencari jawaban atas kebingungan masa lalunya.
Tiba-tiba, ingatannya kembali. "Enam bulan yang lalu... tidak, sejak aku berusia 10 tahun!" Kaidën berusaha mengingat dengan sisa nyawa dan sihirnya, perasaannya campur aduk.
Bagian 1: Pengingat Masa Lalu
Kaidën mengingat dan mengingat lagi, dan akhirnya ingat pada usia 8 tahun bersama ayah dan ibunya. Namun, kenangan itu terusik dengan kenyataan pahit: ibunya dibunuh.
Bagian 2: Perubahan Kepribadian
Saat berusia 10 tahun, Kaidën bertunangan dengan Lyra. Ia bahagia dan mudah tertawa. "Huhhhh, aku bertunangan dengan Lyra!" Namun, dua hari setelah pertunangan, Kaidën pingsan selama satu minggu. Setelah sadar, kepribadiannya berubah drastis. Ia menjadi pemarah dan jarang tertawa.
Bagian 3: Kekerasan dan Penyesalan
Kaidën tidak mengendalikan dirinya lagi. Ia membunuh ibunya tepat di depan ayahnya dan Lyra. Ayahnya berusaha mengobati ibunya, tapi Kaidën menyerang lagi. Lyra melindungi ayahnya dan terluka parah.
Lyra berteriak, "Kaidën, Kaidën! Kumohon berhentilah! Kamu menyebabkan ibumu dan ayahmu terluka!" Kaidën tertawa maniak. "Hahaha, apakah kau masih berpikir aku adalah Kaidën? Tunanganmu sudah mati!"
Bagian 4: Sadar dan Meminta Maaf
Lyra menangis. "Tidak mungkin! Kaidën, kamu masih hidup! Jangan menyerah!" Ia berusaha menenangkan Kaidën. "Kamu mencintai bibi dan paman, sadarlah!"
Kaidën terbangun dari kesadaran yang tidak lengkap. Ia berhenti menyerang dan pergi menemui ibunya. Dengan sihir penyembuh, ia meminta maaf. "Ibu... aku sungguh minta maaf."
Bagian 5: Pengampunan dan Kematian
Ibu Kaidën terbangun, mataanya berbinar dengan cinta dan pengampunan yang terakhir. "Nak, aku tidak pernah marah kepadamu... Aku minta maaf karena tidak mengetahui kesulitanmu," katanya dengan suara lemah yang bergetar.
Ayah Kaidën menangis, air matanya mengalir tak terkendali. "Jangan berkata lagi, aku tidak ingin kau mati! Aku tidak bisa hidup tanpamu! Siapa yang akan menjaga kami?"
Ibu Kaidën tersenyum lemah, tangananya meraih tangan suaminya. "Astagaaa, sayang... jangan membuatku malu di depan menantuku. Jaga anak kita, jangan membenci. Aku percaya padamu... Maafkan aku, nak."
Dengan kata-kata terakhir itu, ibu Kaidën menutup mata, napasnya perlahan memudar. Ayah Kaidën memeluknya erat, menangis tak terkendali. Kaidën dan Lyra menatap, air mata mereka mengalir bersamaan.
Suasana hening, hanya terdengar isakan tangis dan napas terakhir ibu Kaidën. Kehilangan yang tak tergantikan.
Bagian 6: Kehilangan dan Pengkhianatan
Kaidën menangis tak terkendali, air matanya mengalir seperti hujan. Dikelilingi keheningan yang mencekam, ia merasa kesepian dan kehilangan. Pintu kamar terkunci, tidak ada pelayan yang datang. Ia berusaha mendobrak, tapi gagal.
"Kenapa... kenapa tidak ada yang membantu?" Kaidën berteriak, suaranya bergetar.
Tiba-tiba, muncul wanita cantik yang dikenalnya saat berusia 8 tahun. Kaidën berteriak, "Puasss! Kamu telah mengambil ibuku! Mengapa kamu muncul sekarang?! Mengapa kau biarkan aku membunuhnya?! Aku tidak bisa hidup tanpamu, Ibu!"
Wanita itu tersenyum sinis, mataanya berkilauan dengan kejahatan. "Astagaaaa, bukan kah kamu jahat? Aku baru sampai, dan kamu langsung menyerangku. Bukankah kamu yang membunuhnya? Kamu yang menyebabkan kematian ibumu! Kamu tidak layak memiliki kebahagiaan!"
Kaidën terdiam, hanya tertawa maniak. Ia melihat sekeliling: ayahnya menangis tak terkendali, ibunya tak bernyawa, dan Lyra terbaring lemas. Rasa bersalah, penyesalan, dan kesepian menghimpitnya.
"Aku tidak bisa hidup lagi... Aku membunuh ibuku... Aku kehilangan segalanya..." Kaidën menangis, suaranya tercekik.
Bagian 7: Pengikut Baru
Wanita itu memanfaatkan kerusakan mental Kaidën. "Astagaaaa, lebih baik kamu menjadi pengikutku. Kamu tidak akan merasa bersalah saat membunuh orang."
Dengan senyum licik, wanita itu menggunakan sihir hipnotis. Kaidën merasa pikirannya dikendalikan. Ia tidak bisa melawan.
Bagian 8: Kehilangan dan Kekacauan
Ayah Kaidën melihat adegan itu dan berusaha melindungi anaknya. Namun, terlambat. Wanita itu telah membawa Kaidën pergi.
Pintu kamar akhirnya terbuka, dan para pelayan serta prajurit kerajaan berdatangan. Mereka terkejut melihat:
- Lyra terbaring lemah.
- Ratu kerajaan telah meninggal dunia.
- Raja menangis, memegang sepatu putra mahkota terakhir yang dipakai Kaidën.
Kerajaan tenggelam dalam kesedihan. Hari itu dikenang sebagai hari paling menyedihkan dalam sejarah kerajaan.
Kedukaan belum berlalu, namun ancaman baru muncul. Dua bulan kemudian, Raja Kerajaan Tetangga mendeklarasikan perang terhadap kerajaan yang sedang berduka.
Tidak ada waktu untuk bersedih dan mencari Kaidën. Kerajaan harus bersiap menghadapi ancaman baru.
Bagian 9: Kenangan dan Keraguan
Kaidën teringat percakapannya dengan Nenek Tua di Akademi Ksatria.
"Baiklah, anakku. Aku cuma ingin meminta tolong kamu bunuh ratu dan putra mahkota saat ini, dan jadilah raja yang baru di kerajaan itu," kata Nenek Tua dengan senyum licik.
Kemudian, Kaidën mengingat perkataan Pangeran Cardius.
"Apakah kamu masih mau ke kerajaan Tenebrous yang telah membuangmu? Mungkin saja mereka tidak bisa melakukannya karena perang, a-akuu bukann mengatakan kerajaan Tenebrous baik namun, Akrrgggg. Hati-hati di jalan, sahabatku," kata Cardius sambil tersipu malu.
Kaidën menjawab dengan nada mengejek, "Yaa ampun, wajahmu merah tuh!"
Sekarang, Kaidën merasa terjebak dalam labirin kesadaran dan keraguan. Apakah ia hanya boneka dalam permainan kekuasaan?
Berikut teks yang telah direvisi:
Bagian 10: Pengorbanan dan Pengampunan
Pangeran Mahkota Arin mendekati Kaidën, air matanya mengalir. "Kak, aku dan Ibu minta maaf. Aku tidak bisa melindungimu seperti pesan Ahyanda. Kami harus melakukan ini untuk menyelamatkan satu benua. Aku sungguh minta maaf, Kak."
Kaidën menjawab dengan suara lemah, "Astaga... Kamu... jangan menangis... Seharusnya... penjahat... kerajaan... seperti aku... mati... lebih sulit..."
Arin menangis. "Kak, kamu jangan bicara lagi. Aku akan memanggil prajurit dan pelayan."
Kaidën memotong, "Jangan... Kita harus... mendatangkan Wanita itu... dan mengakhiri perang... agar tidak ada korban lagi."
Arin terkejut, namun memahami keputusan Kaidën. Mereka berhasil menangkap Wanita itu dan memberinya hukuman mati.
Bagian 11: Kenangan Abadi
Untuk mengenang perjuangan anggota kerajaan yang wafat, Raja Arin membangun monumen.
Arin memanggil Lyra dan berkata, "Lyra, Kaidën memberikan ini untukmu."
Lyra menerima kalung berbentuk arloji. Setelah membukanya, air matanya mengalir. Di dalamnya terdapat foto Kaidën, Paman, Bibi, dan dirinya pada hari pertunangan.
Lyra menangis tersedu-sedu, mengingat kenangan indah bersama Kaidën.