^••^*Happy Reading*^••^
Ini adalah kisah ku yang memiliki seorang ayah disabilitas. Aku kini hanya tinggal berdua saja dengan ayah, karena ibu ku sudah meninggal setelah melahirkan ku ke dunia ini.
Kata ayah, mereka sangat menantikan kelahiran ku. Ayah mengatakan pada ku kalau dia dan Ibu menantikan ku selama lima tahun lamanya. Dan akhirnya tuhan mendengarkan doa mereka. Kini lahirlah aku ke dunia ini. Reza Rahadian, itu lah nama yang diberikan ibuku dan juga ayah ku.
Sejak bayi aku di urus oleh Ayah. Hubungan aku dan Ayah terlihat begitu baik. Ayah sangat menyayangi ku, begitu pun juga aku. Aku sangat menyayangi Ayah. Selain sebagai orang tua, Ayah adalah Seorang superhero yang sangat aku idolakan.
Meskipun Ayah itu seorang disabilitas, dia tidak pernah menyerah untuk mengurus ku. Ayah bahkan bekerja berkeliling komplek menawarkan Sapu lidi yang di buat nya sendiri, hanya dengan bermodalkan sepeda tua yang dimilikinya. Meskipun hasilnya tidak seberapa, tapi ayah selalu pantang menyerah.
Kekurangan yang ada pada dirinya tidak bisa menghentikannya untuk terus berjuang demi membesarkan anak tercinta nya, dan itu adalah aku.
[Reza usia 6 tahun]
"Hiks.. Ayahh.. Kaki ku sakit. Huuu.. Ayahh.." Aku berjalan tertatih kearah ayah, dengan lutut ku yang sudah berdarah. Walaupun tidak begitu parah.
luka itu aku dapat karena terjatuh dari sepeda kecil yang dibelikan oleh ayah. Aku menangis begitu tersedu-sedu karena merasakan perih yang amat sakit di kedua lutut ku.
Saat itu ayah sedang membuat sapu lidi di depan rumah. Mendengar suara tangisan ku, ayah segera datang menghampiri ku sambil memeluk ku.
Pelukan nya terasa sangat hangat. Aku menangis begitu keras di bahunya, baju ayah tampak basah karena air mata yang aku keluarkan. Heheh maaf ya ayah..
"Ja-jangann na-ngiss lagiii.. s-ssttt.. ss-sstt.." Ayah menepuk-nepuk kepala ku dengan begitu lembut.
Tepukan lembut yang diberikan ayah bisa membuat ku tertidur lelap di pelukan nya. Kedua mata ku tampak sembab dan memerah karena habis menangis.
Ayah menggendong tubuh mungil ku masuk ke dalam rumah. Meskipun dia kesulitan berjalan, ayah tetap menggendong ku dengan kondisi nya yang seperti itu.
Aku tertidur begitu lelap di kamar ku. Hingga tidak terasa Waktu sudah pagi.
----------------
Tiga tahun berlalu dan kini usia ku sudah masuk ke 9 tahun. Ayah pergi bersama ku untuk mengantar ku ke sekolah dengan menggunakan sepeda tua nya.
"Woahhh~ angin nya kenceng banget. Ayah ayo lebih cepat lagi gowes sepeda nyaa. hahaha.." ucap ku dengan begitu gembira. sambil merenggangkan kedua tangan ku menirukan gaya superhero saat terbang.
"Hahaha.. Te-Teebangg hehe Re-Rezaa te-bangg.." Tidak kalah dengan ku, ayah juga tampak begitu senang. terlihat senyuman nya yang begitu lebar dengan suasana persawahan di sekitar desa.
(Sesampainya di depan sekolah)
"Ayah, Reza masuk dulu ya. Ayah pulang nya hati-hati.." Aku meraih tangan ayah untuk mencium punggung tangan nya yang tampak sudah berkerut dan kasar.
"Re-zaaa.. se-sekolahh yang be-benarr.. ja-jangann nakalll." Menepuk lembut kepala ku.
"Iya ayah, Reza akan sekolah yang benar. Biar bisa ajak ayah makan ayam yang enak~" ucap ku dengan antusias.
Setelah selesai berpamitan dengan ayah, aku segera masuk kedalam kelas dan melihat meja ku yang penuh dengan sampah. Ya, hal itu sudah terbiasa. Aku sejak kelas satu SD sering mendapatkan bullying dari teman-teman ku.
Tidak lain dan tidak bukan, mereka sering membully ku karena aku anak miskin dan memiliki ayah disabilitas.
"Reza! mana ayah mu yang cacat itu? Haha.. Rezaa punya ayah cacat~"
"Rezaaa punya ayah cacatt~"
"Rezaa punya ayah cacat ~~"
Mereka tidak henti-hentinya mengejek ku, menghina kekurangan yang dimiliki ayahku. Aku sangat kesal mendengar celotehan yang dilontarkan oleh teman-temanku tentang ayah.
Ejekan-ejekan itu membuat emosi pada diri ku semakin meningkat. Aku berdiri di dekat meja ku, menatap kesal kearah mereka semua.
"Apa salahnya punya ayah cacat? Aku sangat menyayangi ayah ku. Aku yang tahu perjuangan nya. Apa itu berdosa? Apakah dosa memiliki ayah yang cacat?!" ucap ku dengan suara keras, tangan ku terkepal erat hingga memutih.
Ucapan yang di lontarkan teman-teman ku membuat ku sangat marah. Aku sangat membenci mereka yang menghina ayah.
Dengan perasaan kesal, aku mendorong salah satu dari mereka sebut saja dia Andre. Kita berdua saling memukul, dan membuat suasana menjadi begitu menegangkan.
"Ugh! L-lepasin! lepasin aku!!" Andre memberontak, terlihat berusaha keras untuk mendorong tubuh ku agar menjauh dari dirinya.
"Gak mau!! Aku gak akan pergi sebelum kamu minta maaf karena sudah menghina ayah ku!" Teriak aku.
Tangan ku terkepal hingga memutih. Karena luapan emosi yang ada di diri ku, tanpa sadar aku memukul wajah Andre hingga hidung nya mengeluarkan darah.
"Ahhh! Sakit.. sakit.. hiks. Hidung ku sakit!" rintih Andre
Mendengar tangisan Andre, aku menghentikan diri ku sendiri. Dan terkejut melihat hidung Andre yang mengeluarkan darah. Andre memegang kearah hidung nya sambil meringis kesakitan.
Guru-guru datang setelah mendengar keributan dari dalam kelas. Mereka menghentikan perkelahian antara aku dan Andre.
"A-ahh ma-maa-" belum aku melanjutkan ucapan ku, salah satu guru menarik pergelangan tangan ku, cengkraman nya terasa sangat menyakitkan. Hingga membuat pergelangan tangan ku terlihat merah.
"APA YANG KAMU LAKUKAN PADA ANDRE?! REZA! KENAPA KAMU MEMUKUL HIDUNG NYA SAMPAI BERDARAH SEPERTI ITU?" Guru itu bernama ibu Yuna. Dia adalah guru agama. Aku tidak tahu kenapa tapi sejak dulu dia memang sangat tidak menyukai ku.
"Bukan aku yang memulai itu. A-Andre duluan yang menghi-"
Aku sangat takut saat hendak akan menjelaskan alasan ku memukul Andre. Tapi, belum aku menjelaskan alasan ku. ucapan ku selalu saja di potong oleh Bu Yuna.
"Berhenti! Ga usah mengelak lagi! Udah jelas-jelas kamu yang membuat hidung Andre berdarah!"
"Sekarang kamu jadi begitu nakal ya Reza. Pasti tidak lain dan tidak bukan karena kamu tidak mendapatkan didikan dari orang tua mu! Boro-boro mengurus anak nya, mengurus dirinya sendiri saja masih belum bisa." lanjutnya.
Aku terdiam beberapa saat setelah mendengar apa yang dikatakan Bu Yuna pada ku. Kata-kata nya membuat ku merasa sakit hati. Ayah selalu mengurus ku dengan baik, tapi Bu Yuna malah mengatakan aku kurang mendapatkan didikan dari orang tua.
Aku tidak bisa mengatakan apapun, tubuh ku mulai bergetar. Yang bisa aku lakukan hanya menangis sambil menatap kearah lantai putih di bawah sana. Namun, salah satu guru datang dan merangkul bahuku.
"Bu Yuna kenapa bicara seperti itu pada Reza?" Ucap pak Ibnu, guru dari mata pelajaran olahraga.
"Apakah yang saya katakan salah pak? Itu benar adanya! Reza menjadi begitu nakal karena kurangnya didikan dari orang tua. Apalagi orang tuanya seperti itu. Bagaimana bisa mereka memberikan didikan ke anaknya dengan baik?" Bu Yuna kini pergi dengan membawa Andre ke UKS.
Aku masih berdiri membeku di sana, air mata terus mengalir tanpa henti. Saat itu yang aku inginkan hanya ayah, aku hanya ingin memeluk nya dan menangis di pelukan nya.
Di saat itu, pak Ibnu menepuk lembut punggung ku. Mencoba menenangkan diri ku yang saat itu sedang ketakutan.
"Reza, udah ga usah takut. Nanti bapak yang coba jelaskan pada orang tua Andre dan juga Bu Yuna."
"Ma-makasih Pak. Reza, Reza minta maaf. Reza ga ada niatan untuk memukul Andre." ucap ku dengan suara yang bergetar.
"Iya-iya, bapak tau ko Reza ga bermaksud memukul Andre." menepuk kepala ku dengan perlahan.
----------------
Saat siang hari, pukul 10.20 Bu Yuna memanggil orang tua ku dan juga orang tua Andre. Aku duduk di sana sambil menggenggam tangan ayah.
"Eh Pak! punya anak itu di didik yang bener! Berani-beraninya anak Bapak memukul anak saya hingga berdarah!" ucap ibu Andre yang tampak kesal. Dia bahkan menunjuk-nunjuk kearah aku dan ayah.
"Ibu, tolong tenang dulu. Biar kita bicarakan secara baik-baik" ucap Pak Ibnu.
"Ma-maaf. Ma-Maaffkan.. anak Sa-Saya.." Ayah tiba-tiba saja berlutut dibawah kaki ibunya Andre, aku terkejut melihat itu. Mencoba menariknya kembali untuk duduk.
Tapi apalah daya ku yang saat itu tenaga ku tidak sebesar orang dewasa. Aku merasa sangat bersalah pada ayah. Karena aku, ayah harus melakukan itu.
"Ayah, Reza minta maaf ayah.." yang bisa aku lakukan hanya memeluk ayah dan ayah juga memeluk ku dengan tangan nya yang terasa begitu hangat.
"Ja-Jangan.. Minta ma-maaf, sa-sama Ayah.. Re-Reza anak ba-baik." Ucap ayah yang mencoba menenangkan ku.
Ayah memang kalau bicara tidak begitu jelas, tapi aku tahu bahwa ayah sedang mencoba menenangkan ku. Perasaan itu begitu hangat dan entah kenapa membuat ku merasa lebih tenang.
"BERLUTUT SEPERTI ITU GA ADA GUNANYA PAK! SAYA MASIH GA TERIMA SI REZA MUKUL WAJAH ANAK SAYA! ORANG MISKIN KAYA KALIAN AJA MASIH BISA-BISANYA BERPERILAKU SEPERTI ITU!" Ucap ibu Andre yang saat itu mendorong bahu ayah hingga membuat ayah terjatuh kebelakang. Untung saja saat itu Pak Ibnu mencoba membantu ayah.
BRUKKK!!!
"AYAHH!" Teriak aku menghampiri kearah ayah.
"Tolong jangan ada kekerasan di sini ya Bu! dan berhenti mengatakan hal yang membuat pihak sebelah merasa direndahkan." ucap Pak Ibnu dengan tegas.
Kata-kata yang diucapkan ibu Andre benar-benar sudah keterlaluan. Mungkin aku dan ayah memang hanya orang miskin, tapi meskipun begitu bukan berarti dia bisa mengatakan hal itu padaku dan ayah begitu saja.
Sejak saat itu, aku mulai berjanji pada diriku sendiri untuk menjadi anak yang sukses di masa depan. Setiap hari aku belajar dengan begitu giat. Tahun demi tahun sudah aku lewati. Bahkan, aku selalu mendapatkan begitu banyak prestasi.
12 tahun telah berlalu, dan sekarang aku sudah menjadi seorang manager dari sebuah perusahaan yang terkenal. Bahkan aku juga tinggal di kota dan memiliki rumah yang begitu mewah di sana. Aku merasa bangga pada diri ku sendiri, dan mungkin saja ayah juga bahagia dengan diriku yang sekarang.
Sepulang kerja, aku pergi mampir ke sebuah restoran, aku memesan dua ayam dan juga dua minuman.
"Mba, pesen dua ayam sama dua es teh ya" ucap ku pada pelayan itu.
"Baik mas, tunggu sebentar ya"
setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesenan ku tiba. Aku mengambil bungkusan itu dan pergi ke suatu tempat dengan menggunakan mobil ku.
[Pemakaman Indah]
Aku berjalan masuk kedalam dan berdiri di salah satu batu nisan dengan bertuliskan Herman Abdullah. Itu adalah nama ayah yang sangat aku cintai.
"Ayah, Reza Dateng." Aku duduk di dekat kuburan ayah. Mengelus lembut batu nisan itu.
"Coba tebak apa yang Reza bawa? Reza bawa Ayam enak buat ayah. Ayah inget kan? Dulu Reza ngomong sama ayah, kalo Reza udah sukses nanti. Reza bakal beliin ayam yang enak buat ayah." saat itu aku tak kuasa menahan air mataku.
"Ayah.. Reza kangen sama ayah. Reza mau di peluk ayah lagi. Sekarang Reza udah ga punya rumah ternyaman lagi. Makasih udah jadi ayah yang hebat buat Reza.. Ma-Makasih udah ngerawat Reza dengan kasih sayang yang ayah kasih buat Reza."
"Ayah, ayah itu superhero yang hebat buat Reza. Ayah ga usah khawatir lagi, sekarang Reza udah besar dan bisa jaga diri Reza sendiri. Tapi meski begitu, Reza masih mau jadi anak kecilnya ayah. bilang sama ibu kalo Reza juga sayang sama ibu. Kalian berdua adalah rumah ternyaman yang Reza punya. Makasih ayah, ibu.. Reza sayang kalian berdua."
Aku mencium batu nisan ayah dan memakan ayam yang aku beli dan duduk di samping kuburan ayah. Aku memakan ayam itu, rasanya tampak hambar karena ga ada ayah yang nemenin aku makan. Air mata menetes di pipi ku ketika mengingat kembali bagaimana saat itu ayah menyuapi ku makan dengan tangan nya.
Ayah adalah seorang superhero nyata yang ada di dunia. Pengorbanan nya dalam merawat anak tercintanya begitu besar. Kekurangan yang dimilikinya bahkan bukan hal yang besar.
Cinta kasih seorang ayah untuk putra tercintanya. [By.Lucas]