_ _ _
Malam pertama di rumah itu terasa dingin, meski api di perapian menyala hangat. Rama duduk di depan laptopnya, jari-jarinya menari di atas keyboard. Suara ketukan keyboard memenuhi ruangan, bercampur dengan desah angin yang melintasi jendela-jendela tua. Dia baru pindah ke sini pagi tadi, ke sebuah rumah di tepi desa kecil bernama Tanah Permai. Rumah itu sudah lama tak berpenghuni, terlihat dari debu tebal yang menutupi lantai dan perabotannya. Namun, Rama sengaja memilih tempat ini untuk menyendiri, berharap kesunyian bisa menjadi katalis bagi kreativitasnya.
"Ini hanya tempat biasa," gumamnya pada dirinya sendiri, mengabaikan perasaan tak nyaman yang sejak tadi tak mau pergi.
Malam itu, saat jarum jam hampir menunjukkan pukul dua belas, dia mendengar sesuatu.
“Rama...”
Dia mengangkat kepalanya, matanya menyapu ruangan. Suara itu samar, seperti bisikan. Ia mengira itu hanya suara angin. Tapi, ketika suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
"Siapa di sana?" tanyanya, suaranya memecah kesunyian. Tak ada jawaban, hanya keheningan yang kembali melingkupinya.
Rama menghela napas panjang. "Mungkin hanya halusinasi," pikirnya. Ia menutup laptopnya dan memutuskan untuk tidur.
Namun, malam itu mimpi buruk menghampirinya. Dalam mimpinya, ia melihat seorang wanita berdiri di depan jendela. Rambutnya panjang, wajahnya pucat, dan matanya kosong. Wanita itu hanya berdiri di sana, memandangi Rama tanpa berkata apa-apa. Ketika Rama mencoba mendekatinya, wanita itu menghilang, meninggalkan bayangan gelap yang perlahan mendekat.
---
Keesokan paginya, Rama bangun dengan kepala berat. Mimpi itu masih segar dalam ingatannya. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan berjalan-jalan di sekitar rumah. Saat itulah dia menemukan pintu kecil di bawah tangga yang sebelumnya tak ia perhatikan. Pintu itu terkunci, tetapi rasa penasarannya mendorongnya untuk mencari kunci.
Setelah beberapa saat mencari, ia menemukannya di laci meja tua di ruang tamu. Dengan hati-hati, ia membuka pintu kecil itu. Sebuah tangga kayu yang menuju loteng tersembunyi di baliknya. Tangga itu berderit ketika dia melangkah naik, setiap suara seolah memperingatkannya untuk kembali.
Di loteng, dia menemukan berbagai barang tua yang tertutup debu. Ada koper-koper tua, bingkai foto yang retak, dan sebuah buku harian dengan sampul kulit yang sudah usang. Rama mengambil buku itu dan membuka halaman pertamanya.
“Ini milik Sari,” tulis seseorang dengan tinta hitam. “Jika kau menemukan ini, tolong dengarkan bisikan-bisikan itu. Mereka ingin aku menceritakan kebenaran.”
Rama merasakan bulu kuduknya berdiri. Siapa Sari? Dan apa maksudnya dengan "bisikan-bisikan itu"?
---
Malam berikutnya, Rama memutuskan untuk membaca lebih banyak dari buku harian itu. Sari adalah seorang wanita yang tinggal di rumah ini bertahun-tahun lalu. Dari tulisan-tulisannya, Sari tampak seperti seseorang yang penuh ketakutan. Dia menulis tentang bayangan yang mengikutinya, suara-suara yang memanggil namanya, dan mimpi buruk yang terus menghantuinya.
"Ada sesuatu di rumah ini," tulis Sari di salah satu halaman. "Dia tidak ingin aku pergi. Dia ingin aku tetap di sini... selamanya."
Rama menutup buku itu, mencoba menenangkan pikirannya. Tapi malam itu, bisikan-bisikan kembali menghantuinya, lebih keras dan lebih jelas dari sebelumnya.
“Rama... tolong aku...”
Dia terbangun dengan keringat dingin, dadanya naik turun. Bisikan itu terdengar seperti suara wanita, penuh kesedihan dan ketakutan.
Keesokan harinya, Rama pergi ke desa untuk mencari tahu lebih banyak tentang rumah itu. Penduduk desa tampak ragu-ragu saat dia bertanya, tetapi seorang wanita tua akhirnya membuka mulut.
“Rumah itu adalah tempat terkutuk,” katanya dengan suara gemetar. “Sari, wanita yang tinggal di sana, menghilang secara misterius bertahun-tahun lalu. Ada yang bilang dia dibunuh. Ada yang bilang rohnya masih berkeliaran di rumah itu, mencari keadilan.”
---
Malam itu, Rama kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Dia memutuskan untuk membaca halaman terakhir buku harian Sari. Namun, ketika dia membuka buku itu, halaman terakhirnya kosong, seolah-olah tulisan di sana telah menghilang.
Tiba-tiba, lampu di ruangan itu berkedip-kedip. Suhu udara turun drastis, dan Rama merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Dia berbalik, tetapi tidak ada siapa-siapa. Namun, ketika dia melihat ke cermin, dia melihat sosok wanita yang sama dari mimpinya.
"Sari?" bisiknya.
Wanita itu tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, matanya penuh dengan kesedihan. Kemudian, dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah loteng.
Rama merasa jantungnya berdegup kencang, tetapi dia tahu dia harus pergi ke loteng. Dengan buku harian di tangannya, dia naik ke atas. Kali ini, dia menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak dia lihat: sebuah kotak kayu kecil yang tersembunyi di bawah tumpukan kain tua.
Di dalam kotak itu, dia menemukan sebuah pisau berkarat dan selembar kertas yang penuh dengan tulisan tangan. Tulisan itu berbunyi:
"Aku tidak bisa melarikan diri darinya. Dia mencintaiku, tetapi aku tidak pernah mencintainya. Ketika aku mencoba pergi, dia membunuhku. Jika kau menemukan ini, tolong bebaskan aku. Aku ingin pergi dari tempat ini."
Rama merasa tubuhnya bergetar. Dia tahu dia harus melakukan sesuatu. Dengan bantuan penduduk desa, dia melakukan ritual untuk membebaskan roh Sari. Namun, selama ritual itu, bayangan gelap muncul, mencoba menghentikan mereka. Bayangan itu adalah pria yang membunuh Sari, terikat di rumah itu oleh dosanya sendiri.
Dengan keberanian terakhir, Rama membaca doa-doa dari buku harian itu. Bayangan itu akhirnya menghilang, dan suara Sari terdengar untuk terakhir kalinya.
"Terima kasih," bisiknya.
---
Setelah kejadian itu, Rama meninggalkan rumah itu. Dia membawa buku harian Sari bersamanya, menjadikannya inspirasi untuk novel barunya. Namun, setiap kali dia melihat cermin, dia merasa ada yang memperhatikannya. Apakah itu Sari, atau bayangan gelap itu, dia tidak tahu. Yang dia tahu, kisah ini belum benar-benar berakhir.
---
TAMAT