Hari itu gerimis yang melanda Ibukota begitu menyejukkan hati, langkah kaki sepasang sepatu hak tinggi milik Ayana terdengar beradu dengan rintik air hujan di ballroom gedung di sebuah hotel.
Hari ini dua pesta pernikahan di gelar dengan megah di sebuah hotel ternama di Ibukota. Ballroom yang bersebelahan membuat beberapa tamu undangan terkadang keliru ketika menghadiri acara pesta pernikahan tersebut. Dimana di satu sudut tertulis nama Ayana Agnesia & Frans Daniela Maquel, sedangkan di sebelahnya tertulis nama Aftar Akta Armeda & Amela Emelda.
Dua pasang pengantin yang berbeda namun terikat antara satu sama lainnya. Mengundang sebuah kisah di langit mendung yang terlukis di hari itu.
**
Ruang tunggu pengantin
Ayana terlihat tengah duduk sambil menggenggam bunga Higanbana di tangannya. Sebuah bunga yang mengandung banyak arti menyakitkan namun juga keabadian.
"Cinta yang tak bisa bersatu, cih mengapa kamu begitu cantik meski memiliki arti yang begitu mendalam. Meski aku tahu kamu memiliki arti kematian, namun aku harap keindahan mu akan mengubah semua hal yang telah terjadi." Ucap Ayana dengan raut wajah yang sedih.
Tak tak tak
Kriet
Seseorang pria dengan gagah nampak berjalan memasuki ruang tunggu pengantin, Ayana menatap dengan tatapan yang datar seiring dengan langkah kaki pria itu yang mendekat ke arahnya.
"Masih ada kesempatan, jika kamu ingin kembali padaku..." Ucap seseorang yang ternyata adalah Aftar.
"Kamu tahu? Bunga ini menyimpan begitu banyak arti dan aku menyukai itu. Sebuah rasa pasrah yang berbalut dengan keikhlasan juga terdapat dalam bunga ini. Takdir kita sampai di sini, aku sudah menyerahkan mu kepada kak Amela. Jadi aku harap kamu menghargai keutusan ku." Ucap Ayana sambil bangkit dari tempat duduknya.
Mendengar hal tersebut Aftar termenung, digenggamnya pergelangan tangan Ayana dengan erat, kemudian menyudutkannya ke arah sisi tembok sebelah kanan.
"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan? Bagaimana jika ada yang melihat kita seperti ini?" Ucap Ayana menatap tajam ke arah Aftar.
"Ini hanya keputusan sepihak, persetan dengan bunga higanbana! Dalam hati ku yang terdalam hanya ada nama mu Ayana bukan Amela!" Ucap Aftar dengan nada penuh penekanan.
Manik mata Ayana berkaca-kaca, begitu besar perasaan Aftar kepadanya begitu pula perasaannya saat ini, hanya saja sebuah hal yang terjadi kepada hidupnya membuatnya tak bisa memilih ataupun memiliki seseorang yang benar-benar ada di hatinya.
"Awalnya aku berpikir jika kamu benar-benar membohongi ku, namun manik mata mu tak pernah bisa membohongiku Ayana. Aku tahu kamu juga mencintai ku!" Ucap Aftar dengan nada penuh keyakinan.
Aftar yang tak mendapati sanggahan apapun lantas meraup bibir berwarna merah muda milik Ayana. Kedua bibir mereka bertemu dalam kehausan cinta yang entah sampai kapan akan bersatu. Bagai arus yang tak ingin mereka elak alurnya, baik Ayana maupun Aftar saling bermain seakan berusaha untuk melupakan segala hal yang terjadi kepada keduanya.
Aftar mengangkat tubuh Ayana dan meletakkannya di atas meja kecil yang terletak di sudut ruangan. Keduanya yang haus akan hasrat yang tak bisa mereka pendam, saling beradu dan bermain dengan bibir mereka. Aftar melum4t bibir Ayana tanpa henti, begitu juga sebaliknya. Lidah mereka beradu dan saling bermain menjelajahi rongga mulut keduanya.
Tangan Aftar mulai bergerak menyibak dress panjang milik Ayana dan mulai bermain di paha Ayana.
Air mata Ayana menetes seiring dengan perasaan yang tidak bisa terbendung lagi. Disaat rasa haus lagi dan lagi yang semakin memenuhi hati dan pikiran keduanya, sebuah ketukan pintu terdengar dari luar dan menghentikan gerakan keduanya saat itu.
Tok tok tok
Cekrek...
"Astaga! Ada apa dengan make up mu itu sis? Apakah baru saja terjadi badai di sini?" Pekik seorang penata rias yang melihat make up milik Ayana berantakan.
Penata rias itu melirik sekilas ke arah Aftar yang tengah berdiri di sudut ruangan, sedangkan Ayana sudah berada kembali ke bangku pengantin di ruangan tersebut.
"Aku hanya sedih karena sebentar lagi aku akan melepas masa lajang ku, tangisan ku benar-benar merusak riasan ku." Ucap Ayana berdalih.
"Oh Tuhan berhentilah menangis atau aku akan pusing karena dikejar waktu!" Pekik penata rias tersebut dengan gaya ngondeknya, sambil berlarian menghampiri Ayana.
"Aku akan pergi, masih ada urusan yang harus aku urus..." Ucap Aftar kemudian membuat tatapan Ayana berubah menjadi sendu.
"Tunggu sebentar, bukankah kamu pengantin di ballroom sebelah?" Ucap penata rias itu.
"Iya"
"Aku dengar pengantin wanita belum kunjung datang, apakah kamu tahu dimana keberadaannya?" Ucap penata rias tersebut.
Namun Aftar yang mendengar hal tersebut bukannya menjawab malah berlalu pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan raut wajah yang datar.
"Dasar tidak tahu sopan santun!" Ucap penata rias dengan raut wajah yang merengut, sedangkan Ayana tak berkomentar sama sekali dan hanya menatap kepergian Aftar begitu saja.
****
Sementara itu di sebuah kamar hotel yang terletak di gedung yang sama.
Amela terlihat terkejut ketika mendapati jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 8 kala itu.
"Sial! Mengapa kau tidak membangunkan ku sih? Aku benar-benar dalam masalah!" Pekik Amela sambil bangkit dari tempatnya.
Mendengar omelan Amela seorang pria dengan bertelanjang dada terlihat bergerak keluar dari balik selimut. Ya, dia adalah Frans calon mempelai pria Ayana.
"Ayolah, kita berada di gedung yang sama. Berjalan sedikit juga sampai, tak perlu terlalu serius begitu...." Ucap Frans dengan senyum yang menyeringai.
Amela mendungus mendapati sikap santai milik Frans sambil bersiap menuju ke arah kamar mandi.
"Kau selalu saja tak pernah berubah!" Ucap Amela sambil menutup pintu kamar mandi dengan keras.
Brak...
Frans tersenyum mendapati sifat jutek milik Amela, kemudian mengambil sebatang rokok dan mulai menyesapnya dengan perlahan.
Frans mengambil sebuah ponsel miliknya dan menatap ke arah sebuah foto preweding dirinya dan juga Ayana.
"Aku tidak sabar untuk memberinya pelajaran! Aku akan membuat kehidupannya seperti di neraka, sama seperti apa yang telah diterima oleh Amela selama ini." Ucap Frans dengan senyuman yang tipis di wajahnya.
Setelah mengatakn hal tersebut Frans bangkit dari tempat tidur, kemudian mulai berjalan menuju almari dan membukanya dengan perlahan.
"Kau tidak mandi atau cuci muka Frans?" Ucap Amela dari arah kamar mandi yang melihat Frans langsung mengenakan sebuah tuksedo pernikahannya.
"Untuk apa aku mandi, lagi pula aku tidak berniat untuk menarik perhatian gadis itu!" Ucap Frans dengan santai.
"Ckckck apa yang akan kau lakukan kepadanya?" Ucap Amela kemudian bertanya.
"Tentu saja melakukan sebuah pertunjukan, bukankah selama ini kamu tersiksa berda di keluarga itu. Tuan putri yang angkuh dan tak tahu aturan apapun harus di disiplinkan, bukankah begitu?" Ucap Frans sambil terus menghisap rokok miliknya.
Mendengar hal tersebut tentu saja membuat Amela bahagia dan langsung memeluk pria tersebut.
"Kau memang yang terbaik Frans..." Ucap Amela sambil mencium leher Frans dengan lembut, membuat Frans lantas membalasnya dengan lumatan bibir yang panas detik itu juga.
Amela dan Ayana adalah saudara tiri, keluarga Ayana mengadopsi Amela tepat sebelum kelahiran Ayana. Tak ada yang spesial dalam kehidupan keduanya, Amela diperlakukan layaknya seorang putri kandung keluarga besar Atmaja.
Hanya saja setelah kelahiran Ayana, seorang putri yang sesungguhnya, membuat kehidupan Amela tak lagi sama seerti dulu.
Apa yang Amela dapatkan memang selayaknya putri mereka, namun perlakukan Antonio dan juga Erika kepada Ayana sungguh berbeda dengan apa yang Amela rasakan.
Ayana, Ayana dan Ayana...
Semua hal tentang Ayana, perlahan-lahan Amela mulai tersisih dan tidak lagi menjadi putri kebanggaan keduanya. Apapun yang Amela lakukan selalu salah dimata mereka, sedangkan kesalahan apapun yang dibuat oleh Ayana selalu termaafkan oleh keduanya.
Lama kelamaan perasaan iri dan juga ingin mendapatkan apa yang dulu ia miliki mulai menggerogoti hatinya. Apapun yang Ayana dapatkan harus menjadi miliknya.
Karena itulah Amela berusaha untuk merebut Aftar dan menjadikannya miliknya.
Sebuah jebakan yang sengaja ia pasang agar bisa membuat Aftar jatuh kepelukannya, membuat Aftar pada akhirnya mau tidak mau harus menikahi Amela bukan Ayana pujaan hatinya.
****
Prosesi pernikahan keduanya berlangsung dengan lancar, pada akhirnya hari ini Ayana resmi menjadi istri Frans Daniela Maquel. Entah apa yang akan terjadi pada arus kehidupannya, tapi malam itu Ayana langsung di bawah ke kediaman pribadi milik Frans. Sebuah hal yang tak pernah ia pikirkan, dimana dirinya harus jauh dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Mobil yang di kendarai oleh Frans tiba di sebuah mansion yang terletak di daerah puncak, entah mengapa Frans memilih untuk tetap menatap di tempat ini, meski berulang kali Antonio meyakinkan Frans untuk tinggal bersamanya atau bahkan membeli rumah di daerah Ibukota. Sayangnya bagaimanapun Antonio berusaha membujuk, pada akhirnya Frans tetap pada pendiriannya.
Frans melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya, sedangkan Ayana hanya menatap rumah megah yang terletak di hadapannya saat ini.
"Turun!" Ucap Frans dengan nada yang dingin, membuat Ayana lantas mengernyit dengan raut wajah yang bingung.
Ini adalah pertama kalinya Ayana mendengar nada dingin keluar dari mulut Frans, padahal sebelumnya ia selalu melontarkan kata-kata yang manis dan terdengar menenangkan hatinya, meskipun Ayana tak pernah bisa berpaling mencintainya.
Frans membuka pintu mobil kemudian menghentikan langkah kakinya sejenak, begitu melihat Ayana yang saat ini masih melamun dan tak ingin beranjak.
"Bukankah sudah ku katakan untuk turun? Apa kau mau duduk di sini sampai pagi?" Pekik Frans yang tentu saja langsung membuyarkan lamunan Ayana.
"Ah maaf, aku akan segera turun!" Ucap Ayana sambil langsung bergerak menyusul kepergian Frans yang lebih dulu masuk ke dalam.
.
.
.
Area dalam rumah
"Tumben sepi Frans? Apakah kamu hanya tinggal seorang diri di sini?" Tanya Ayana yang menatap aneh ketika tak mendapati siapapun ada di dalam, mengingat ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di kediaman Frans.
"Sebenarnya aku tidak tinggal sendiri, ada 2 tukang kebun, 10 maid dan 1 kepala maid, namun sudah aku pecat semuanya tepat setelah kita menikah." Ucap Frans sambil berbalik badan dengan perlahan.
"Di pecat? Jika seperti itu apakah kamu mau menggantinya dengan yang baru? Kamu tak perlu memikirkan ku karena aku akan cepat beradaptasi dengan mereka, jadi aku harap kamu jangan memecat mereka..." Ucap Ayana dengan polosnya.
"Cih... Menggantinya dengan yang baru? Apa kau sedang melawak? Justru karena aku sudah menikah dan memiliki mu, bukankah seharusnya kamu yang melakukan semuanya?" Ucap Frans dengan nada yang santai.
"Apa? Bagaimana aku mengurus rumah sebesar ini sendiri Frans? Aku bahkan..." Ucap Ayana bingung yang tidak tahu harus mengatakan apa saat ini.
Hanya saja Frans yang melihat hal tersebut, lantas mendekat sambil mengusap wajah Ayana dengan lembut.
"Ini adalah bagian dari tugas seorang istri, apakah begitu saja kamu tidak mengerti Ay?" Ucap Frans sambil menatap dengan tatapan yang penuh intimidasi kepada Ayana.
"Tapi aku..."
"Berhentilah mengeluh karena aku tidak suka itu." Ucap Frans dengan tegas.
"Ba...baiklah akan aku usahakan.." ucap Ayana pada akhirnya.
"Good, gadis pintar..." Ucap Frans kemudian melangkahkan kakinya berlalu pergi dari hadapan Ayana.
***
Malam harinya di kediaman Aftar
Sambil mengulun senyuman yang begitu manis Amela melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Aftar berada.
Sebuah lingerie dengan warna merah darah terlihat anggung menampakkan setiap lekuk tubuh Amela.
Amela yang yakin jika Aftar akan tergoda kepadanya, lantas terus membawa langkah kakinya mendekat ke arah dimana Aftar berada.
"Tidakkah kamu ingin beristirahat saat ini?" Ucap Amela sambil langsung duduk di pangkuan Aftar saat itu.
Aftar yang memang sedang tidak ingin di ganggu, mendapati tinggah Amela lantas bangkit dari tempat duduknya, membuat Amela langsung terhuyun hampir saja terjatuh ke lantai.
"Jangan menggoda ku karena aku sama sekali tak berminat dengan mu." Ucap Aftar langsung berbalik badan hendak beranjak.
"Bukankah kita sudah menikah? Jadi tentu saja kewajiban ku adalah melayani dan juga bermanja dengan mu." Ucap Amela dengan nada yang di buat sangat manja, berharap itu akan membuat Aftar tertarik.
"Amela Amela... Aku menikahi mu di atas kontrak, yang berarti pernikahan ini akan berakhir dalam setahun. Jika bukan karena jebakan bodoh mu itu aku tidak akan berakhir di sini bersama mu. Ayana ku begitu polos hingga mempercayai setiap tipu muslihat mu, sayangnya aku sama sekali tak tertarik untuk ikut bermain drama bersama dengan mu." Ucap Aftar dengan nada penuh penekanan.
"Apa yang kamu katakan? Aku benar-benar menyukai mu, aku minta maaf jika apa yang ku lakukan terlalu berlebihan hanya saja..."
"Hentikan peedebatan ini Amela! Aku mencintai Ayana dan sampai kapan pun itu tidak akan pernah berubah!" Ucap Aftar sebelum pada akhirnya beranjak pergi meninggalkan Amela begitu saja.
Brak....
Suara pintu yang ditutup dengan keras lantas membuat rasa kesal semakin menyelimuti hati Amela kala itu.
"Ayana Ayana Ayana, apakah tidak ada satu nama ku terselip dalam hatimu Aftar? Benar-benar menyebalkan." Ucap Amela dengan nada yang menggerutu.
****
Beberapa bulan kemudian
Hari demi hari yang Ayana jalani benar-benar menyiksanya. Perlakuan kasar dan juga makian yang terus diberikan oleh Frans benar-benar membuatnya tersiksa lahir dan batin.
Beberapa kali Ayana mencoba untuk lari dan menghubungi kedua orang tuanya, namun lagi dan lagi Frans selalu saja bisa menggagalkan aksinya.
Prang.... Cetar...
"Sudah ku katakan untuk tidak coba-coba lapor ke polisi, apakah kau masih tidak mengerti juga Ayana?" Pekik Frans sambil melempar vas bunga di sekitarnya hingga membentur tembok.
Ayana terdiam mendengar kemarahan Frans saat ini, lagi dan lagi ia selalu tertangkap oleh Frans. Frans benar-benar selalu tahu apa yang hendak ia lakukan.
Melihat kediaman Ayana membuat Frans naik darah, ditariknya rambut Ayana dengan kuat hingga membuat Ayana meringis kesakitan.
"Apa sekarang kau berubah jadi bisu? Dimana mulut licin mu itu yang terus mengadu dan menuduh aku melakukan KDRT kepadamu?" teriak Frans dengan kencang.
"Kamu akan menerima balasannya..." Ucap Ayana dengan nada yang bergetar sambil menahan isak tangisnya agar tidak jatuh.
Plak...
Sebuah tamparan keras lantas mendarat begitu peekataan tersebut keluar dari mulut Ayana.
"Tahu apa kamu tentang pembalasan? Yang harusnya menerima pembalasan yang sebenarnya adalah keluarga mu itu. Kalian pikir perlakuaan kalian selama ini kepada Amela adil? Gunakan akal sehat mu itu sebelum mengatakan sesuatu." Pekik Frans dengan nada yang kesal.
"Apa yang dikatakan oleh kak Amela semuanya salah, baik mama ataupun papa sama sekali tak pernah memperlakukan putrinya dengan berbeda." Ucap Ayana yang mulai muak menjelaskan untuk kesekian kalinya kepada Frans.
"Tutup mulut kecil mu itu, apa yang terjadi hanya Amela yang merasakannya bukan kau ataupun mereka." Ucap Frans sambil mendorong tubuh Ayana hingga ke sudut tembok.
"Jika kamu sudah seperti itu, mengapa kamu menikahi ku? Bukankah seharusnya kamu menikahi kak Amela?" Ucap Ayana yang tak tahu lagi harus mengatakan apa kepada Frans saat ini.
"Dasar istri tak tahu diri... Berani kau melawan suami ha?" Ucap Frans yang tersulit emosi.
Frans yang sudah naik pitam, lantas terlihat langsung melepas ikat pinggangnya kemudian mengayunkannya ke arah Ayana dengan kuat berkali kali.
Ceplas...
Ceplas...
Akh..
Ceplas...
Akh..
"Katakan sekali lagi maka aku akan menghajar mu Ayana!" Ucap Frans dengan tawa menggema sambil terus memukuli dan menghajar tubuh Ayana dengan membabi buta.
Ceplas...
.
.
.
.
.
Setelah penyiksaan yang membabi buta Ayana terkulai lemas di atas lantai, tubuhnya benar-benar terasa begitu remuk redam. Wajahnya kini bahkan penuh dengan memar akibat ulah Frans beberapa waktu lalu.
Dengan tubuh yang begitu lemah, Ayana mencoba untuk bangkit dan berusaha kabur dari neraka yang diciptakan oleh Frans.
Ayana yang melihat pintu utama terbuka memanfaatkan kesempatan selagi Frans tak lagi berada di sisinya saat ini.
Dengan langkah yang tertatih dan kepala yang terasa kian berputar, Ayana meninggalkan kediaman Frans detik itu juga.
"Siapapun tolong aku..." Rintih Ayana sambil terus membawa langkah kakinya menyusuri ruas jalanan puncak yang terlihat berkabut kala itu.
****
Sementara itu tak jauh berbeda dari rumah tangga Ayana dan juga Frans, rumah tangga Aftar dan juga Amela terasa begitu kosong. Aftar jarang sekali di rumah, membuat Amela selalu di landa cemas karena Aftar tak bisa ia hubungi sama sekali. Sepertinya Aftar sengaja jarang pulang sambil menunggu waktu satu tahun berlalu.
Tak pernah ada percakapan apapun di antara keduanya, yang di lakukan Aftar selama ini hanyalah kerja, kerja dan kerja. Hal tersebuat membuat Amela semakin kesal dan tidak tahu lagi harus berbuat apa agar Aftar melihat ke arahnya.
Aftar yang tak menginginkan pernikahan ini, menciptakan sebuah cangkang kosong yang berkedok rumah tangga. Amela yang tak ingin tak mendapatkan apa-apa, diam-diam merencanakan sesuatu tentang pemindahan aset milik Aftar agar bisa sepenuhnya ia kuasai, tanpa sadar jika sebenarnya Aftar mengetahui setiap gerak gerik Amela dibelakangnya.
"Halo Pak, sepertinya nyonya kembali berulah dan menemui beberapa pemegang saham." Ucap sekertaris Aftar memberikan laporan.
"Biarkan saja, aku ingin lihat seberapa jauh dia bergerak. Lagi pula memasukkannya ke dalam perusahaan adalah bagian dari rencana ku. Jadi aku rasa sebentar lagi adalah saat yang tepat untuk mengusir perempuan tidak tahu malu itu." Ucap Aftar dengan nada yang terdengar dingin.
"Baik pak jika seperti itu, untuk rapat peninjauan di daerah puncak apakah saya perlu menyusul ke sana pak?" Ucap sekertarisnya kembali menawarkan diri.
"Tak perlu, lakukan saja tugas mu di sana aku tidak akan lama." Ucap Aftar sebelum pada akhirnya menutup panggilan telponnya.
Disaat Aftar baru saja mengakhiri panggilannya, tanpa sengaja ia menabrak sesuatu karena tak fokus menatap ke arah jalanan. Hal tersebut tentu saja membuat Aftar terkejut karenanya.
Brak
"Sial, apa yang ku tabrak barusan?" Pekik Aftar begitu mendapati suara keras barusan.
Aftar yang penasaran sekaligus khawatir dengan apa yang baru saja terjadi, lantas turun dari mobil.
Seorang wanita dengan dres yang bercampur darah di sekitar bajunya terlihat tergeletak di tengah jalan. Melihat hal tersebut Aftar yang baru menyadari jika ia telah menabrak seseorang, lantas langsung menghampirinya.
"Mbak...mbak... Apakah kamu baik-baik saja?" Ucap Aftar dengan raut wajah yang panik.
Sebuah suara yang menyapa telinga perempuan yang tergeletak di tanah, lantas meneduhkan hatinya yang selama ini merindui si pemilik suara.
"A...f...t...ar..." Ucapnya dengan nada yang tertatih.
Deg
Jantung Aftar lantas berdegub kencang, tak kala mendengar suara lirih yang selama ini mengikat jiwanya.
Aftar yang yakin jika suara tersebut adalah milik Ayana, lantas menyibak rambut Ayana dengan perlahan.
"Ayana! Apa yang terjadi kepadamu? Ada...ada... Apa dengan sekujur luka di tubuh mu? Apakah ini karena ulah ku yang tak sengaja menabrak mu barusan?" Ucap Aftar dengan raut wajah yang terkejut sekaligus panik.
"Tidak... Meski i..tu bukan ka..mu seka..lipun, aku akan te..tap berlarian ke jalan..an.. A..ku su..dah lelah Af...tar, tubuh...ku tak lagi bisa bertahan..." Ucap Ayana dengan nada yang terdengar begitu menyayat hati.
"Tidak...tidak... Apa yang kamu katakan, apa sebenarnya yang dilakukan oleh Frans kepadamu selama ini? Maafkan aku Ayana... Aku datang begitu terlambat.... Ay maafkan aku..." Ucap Aftar dengan tangis yang tak bisa lagi ia bendung.
"Ini bu...kanlah kesalahan...mu, nasib buruk yang menimpa ku, mem...bawa aku dalam takdir yan...g be..gitu tragis uhuk uhuk..." Ucap Ayana yang terlihat memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Dengan tangan yang bergetar Aftar mengusap darah tersebut dan mendekap tubuh Ayana dengan erat.
"Jangan banyak bicara aku akan membawa mu ke Rumah sakit, aku yakin kamu pasti selamat Ay..." Ucap Aftar yang terlihat bersiap hendak menggendong tubuh mungil itu.
"Tak per..lu, aku sudah lelah... Sampaikan permintaan maa..f ku kepada ma...ma dan pa...pa... Aku me...nyayangi kali...an semua..." Ucap Ayana untuk yang terakhir kalinya.
Ayana menutup matanya tepat setelah kata-kata tersebut keluar dari mulutnya. Aftar yang melihat hal tersebut tentu saja begitu terpukul dan terus menangis sambil mendekap erat tubuh Ayana.
Sementara itu tak jauh dari tempatnya berada, Frans yang semula berusaha untuk mengejar kepergian Ayana yang kabur dari rumahnya, melihat apa yang terjadi barusan membuatnya langsung berbalik arah dan kembali ke mansionnya.
****
Keesokan harinya di Perusahaan
Dua orang polisi terlihat melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari dalam lift. Beberapa bukti yang diberikan oleh Aftar membuat Amela ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penggelapan dana perusahaan.
"Saudari Amela Emelda anda di tangkap atas tuduhan penggelapan dana perusahaan." Ucap seorang polisi yang langsung memborgol tangan Amela kala itu.
"Tunggu sebentar, apa-apaan ini? Bapak tidak bisa seenaknya main tangkap begitu aja dong... Lepaskan saya..." Ucap Amela yang terus meronta minta untuk dilepaskan.
"Anda bisa menjelaskan segalanya di kantor polisi nanti..." Ucap yang lainnya sambil menyeret Amela agar mengikuti langkah kaki mereka.
***
Sementara itu di Bandara Internasional
Frans yang mendengar kematian Ayana, lantas terlihat melangkahkan kakinya dengan bergegas menuju ke pintu pemberangkatan.
"Aku harus segera pergi sebelum polisi berhasil menangkap ku..." Ucap Frans pada diri sendiri.
"Saudara Frans Daniela Maque anda di tangkap atas tindakan KDRT kepada saudari Ayana." Ucap seseorang yang terlihat menghadang langkah kakinya.
"Sial..." Ucap Frans yang terlihat berbalik badan hendak kabur namun langsung dicegat oleh polisi lainnya.
"Mari ikut kami ke kantor polisi..." Ucap yang lainnya sambil menyeret tubuh Frans yang semula hendak melarikan diri.
****
Sementara itu di sebuah hamparan bunga higanbana Aftar terlihat melangkahkan kakinya menyusuri area padang bunga sejauh mata memandang.
Sebuah bunga yang bermakna kematian, namun juga memiliki arti cinta yang tak bisa menyatu membuat hati Aftar merasa terkoyak.
Gadis dengan tawa manis yang selama ini mengisi hatinya pergi untuk selamanya. Kebodohan Aftar yang tak akan bisa ia perbaiki lantas mengakar di hatinya dan membuatnya membeku.
Aftar mengusap sudut matanya yang berair kemudian menarik napasnya dalam-dalam.
"Jika saja aku tahu apa yang terjadi kepadamu selama ini, apakah semuanya akan berubah Ay?"
"Jika aku saat itu tidak menuruti permintaan mu dan menikahi Amela, apakah semuanya akan berubah Ay?"
"Jika aku yang bodoh ini tidak menganggap bahwa dirimu telah bahagia bersama dengan Frans, dan segera beranjak menemui mu, apakah semuanya akan berubah Ay?"
"Aku benar-benar bodoh dan menganggap waktu satu tahun sebentar, jika saja aku tidak menahan egoku agar tidak menemui mu sebelum persidangan ku, aku yakin kamu masih ada di sini bersama ku... Aku mencintai mu Ayana... Aku mencintai mu...." Ucap Aftar lagi dan lagi sambil menatap ke arah hamparan padang bunga higanbana.
Apa yang telah digariskan akan tetap terjadi. Seperti bunga higanbana yang mekar di persimpangan musim gugur, memendam kisah yang tak terucap dalam balutan merah menyala.
Bunga higanbana mengajarkan kepada kita bahwa setiap peetemuan tak luput dari sebuah perpisahan. Daunnya yang tak pernah bertemu dengan bunga memberikan gambaran sempurna, tentang cinta yang tak bisa bersatu.
End