Setelah memarkirkan sepeda motor di belakang gedung kantorku yang baru, aku pun bergegas memasuki gedung dengan lari tergesa-gesa. Namun derap langkahku sekejap terhenti, setelah melihat seseorang yang sepertinya ku kenal
"Haaa itu kan Si Dani"
ucapku dalam hati sambil menutupi wajahku dengan sebuah map berisi laporan kantor.
"Woi.. ngapain loe kayak orang aneh di sini..." ucap seseorang mengagetkan ku.
"Sstt diem loe.. kaget gue tau.." ucapku sambil menggeplak pundak si Fika dengan Map Laporan.
Aku yang takut ketahuan si Dani hanya bisa menunggu hingga ia akhirnya masuk ke dalam gedung kantorku yang baru itu.
"Mampus gue" gerutu ku pada Fika.
"Mampus kenapa sih? Habis sarapan apa sih loe, pagi-pagi kok udah aneh gini?
"Loe tau cowok yang tadi nyender di Mobil warna item?"
"Yang di sebelah situ tadi kan? Tau gue... Siapa emang dia Dil? Mantan loe?" ujar Fika menggebu-gebu.
"Loe tau? Dia itu cinta Pertama gue delapan tahun lalu!!!" Tegas ku dengan wajah panik.
•••
Aku dan Fero ternyata terlambat masuk ke dalam ruang rapat. Ternyata di dalam sudah terdengar suara seseorang sedang berbicara dengan lantang.
" Selamat pagi semua... Mulai hari ini saya akan jadi HRD di kantor baru Perusahaan ini".
Setelah mengetuk pintu, kami berdua pun masuk bersama. Setelah memandang wajah seseorang yang berdiri di depan monitor, aku pun melongo dan langsung terdiam.
"Pagi Pak, maaf Pak kami terlambat" ucap Fika sembari duduk di kursinya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, akupun mengikuti langkah Fika.
•••
"Kamu yang paling terakhir masuk ruang rapat, tolong tetap duduk di ruangan ini" Ucap Si Dani padaku.
" Haa saya Dan.. ehhh Pak Maksud saya.." ucapku Terbata-bata, hingga seluruh anggota rapat menatapku dengan aneh.
"Mampus beneran kan loe" bisik Fika padaku sembari meninggalkan ruangan rapat.
•••
"Kamu tau kan siapa saya?" ucap si Dani padaku.
"Ta..tau.. Pak.. Anda Kepala HRD di kantor baru ini kan?" ucapku dengan bibir dan tangan yang gemetar.
"Itu jabatan saya, selain itu apalagi yang kamu tau tentang saya?" ucapnya sambil mengikuti bola mata ku yang sedari tadi tak berani menatap matanya.
"Hemmm...ti.. tidak tahu pak..saya baru ketemu bapak hari ini". Sahutku sambil menghindari pandangan si Dani.
"Aku boleh enggak menjabat tangan kamu untuk yang terakhir kalinya. Besok kita kan udah lulus, pasti enggak bakal ketemu lagi!!". Celetuk Dani padaku dengan senyum nya yang menyebalkan.
"HAAA!!!" akupun tersentak di buat melongo mendengar ucapannya. Sehingga membuat semua kenangan ku delapan tahun lalu muncul kembali saat itu.
•••
(Flashback)
Aku bertemu dengan Dani saat duduk di bangku kelas satu SMA. Saat itu kebetulan saja kami di satu kelas.
Aku menatapnya pertama kali yaitu, di depan pintu kelas kami. Dia terlihat paling bersinar di antara para siswa lainnya. Tak ku sangka aku akan langsung merasakan jatuh cinta, tepatnya di hari pertama aku menjadi siswa di Sekolah Menengah Atas.
Sejak saat itu, hatiku mulai berbunga-bunga ketika memandang Dani. Sejak saat itu juga, aku mulai merasakan namanya jatuh cinta untuk yang pertama kali nya.
Namun karena kami sekelas dan aku juga takut jika teman-temanku akan mengetahui perasaan ku pada Dani ini, Aku putuskan untuk menyembunyikan perasaan ku ini sendiri.
Setiap hari aku selalu di buat kagum dengan pesona Dani. Ia terlihat keren, tampan, berwibawa, pintar, namun dia selalu bersikap cuek. Karena saking cueknya aku jadi tak berani mendekati Dani, walaupun kami tiap hari bertemu.
Berbulan-bulan menjadi teman sekelasnya, aku masih tak berani sama sekali berinteraksi dengan si Dani, mengobrol pun sama sekali kami tak pernah. Tapi, anehnya hampir semua siswi di kelas kami pernah di ajak mengobrol olehnya. Karena hal itu, lama-kelamaan aku pun tersadar. Ternyata selama ini hanya aku seorang diri yang tidak pernah di ajak berkomunikasi oleh si Dani.
Aku yang setiap hari hanya berpikir jika si Dani bersikap cuek pada setiap wanita, ternyata hal seperti itu hanya berlaku untuk diriku saja. Aku pun sempat kecewa berat saat itu, dan hampir menyerah pada sikap Dani. Tapi, perasaan kagum ku pada Dani mengalahkan segalanya. Aku masih tetap saja menyukai pria cuek itu. Rasa sukaku malah semakin menjadi-jadi setiap waktunya.
•••
Setahun akhirnya berlalu, tak terasa aku sudah kelas dua SMA. Masih seperti biasa, aku masih mengharapkan cinta pertamaku untuk menggubris ku. Aku tak berharap banyak, mungkin dengan sebuah senyuman mungkin sangat teramat cukup. Tapi hal itu pun masih jadi sebuah mimpi yang setiap malam selalu aku alami. Senyuman yang benar terjadi, tapi hanya di angan dan tak pernah sama sekali terjadi di dunia nyata.
Hingga hari yang ku tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Aku dengan Dani disatukan dalam satu kelompok belajar. Rasanya hatiku seperti jatuh dalam ribuan bunga yang bermekaran. Saat itu, akupun berharap kami bisa lebih dekat kala itu. Kami pun akhirnya untuk pertama kalinya berbincang dengan perasaan yang canggung. Walaupun berbincang tentang tugas dari sekolah, itupun membuat ku sangat bahagia.
Tugas kelompok itu terdiri atas 6 anggota, tiga siswi wanita dan tiga siswa pria. Lagi-lagi aku menyadari memang Dani sama sekali enggan berinteraksi denganku. Sikapnya sungguh berbeda kepada dua teman ku wanita, jika pada mereka ia bisa tersenyum bahkan tertawa berbanding terbalik denganku seperti sinis, jutek, cuek.
Karena hal itu, aku pun menjadi diam dan mulai mencoba bersabar dengan keadaan. Aku tak perduli dengan perasaanku lagi, yang ku perdulikan adalah tugasku agar segera selesai. Sejak saat itu aku mulai mencoba menurunkan perasaan suka ku pada Dani.
Seiring waktu berlalu, aku pun mulai bisa memudarkan perasaanku pada Dani. Aku mencoba membuka hatiku pada seorang teman yang kebetulan memang mempunyai rasa padaku. Hingga akhirnya aku pun mulai berpacaran dengan temanku yang bernama Gifran.
•••
Tak terasa sudah hampir dua bulan aku berpacaran dengan Gifran. Hubungan kami yang awalnya ku pikir akan terus indah ternyata lama kelamaan menjadi sangat membosankan. Setiap hari aku dan Gifran selalu bertengkar, karena hal itu aku mulai berpikiran akan sosok cinta pertamaku lagi. Iya, sosok Dani tiba-tiba saja hadir kembali di benakku. Lalu, tak berselang lama akhirnya hubunganku dengan Gifran pun kandas.
Dani masih saja seperti biasa, dia tetap Dani yang perlakuannya sama seperti sebelumnya. Tapi entah sikapnya yang seperti itu selalu membuatku ingin kembali menyukainya lagi. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk tetap mencintai Dani diam-diam. Meskipun, perasaan ku tak terbalaskan aku merasa sudah sangat bahagia karena setiap waktu dapat mengagumi pesonanya lagi.
•••
Di tahun ketiga atau akhir tahun pembelajaran, perasaanku pada Dani ternyata masih tetap sama. Tapi, saat itu aku memang sudah mengetahui jika Dani telah memiliki seorang kekasih hati. Aku pun sempat sakit hati, walaupun memang sebenarnya tak berhak aku untuk seperti itu. Tapi, lagi-lagi rasa cintaku pada Dani memang terlampau besar. Aku memang sudah sangat tergila-gila pada pesonanya, hingga hatiku telah mati rasa. Walau sakit di rasa tetap saja masih mencintainya.
•••
Cinta bertepuk sebelah tangan ini tak terasa sudah bertahan cukup lama tanpa pernah di ketahui Dani. Tepat tiga tahun sudah aku mencintai sosok Dani si my first love di hidupku. Seseorang yang tak pernah menggubrisku hingga detik ini. Walau, terkadang aku juga berpikir sikap Dani yang super cuek jutek itu dikarenakan ia telah menyadari perasaanku padanya selama ini.
Cinta ku pada Dani pun akhirnya bertahan sampai saat memalukan itu tiba. Pada hari itu, aku bertekad akan mengungkap perasaanku pada Dani. Hari itu juga bertepatan dengan hari kelulusan kami berdua.
Sebelum pergi ke acara kelulusan, akupun telah berlatih bagaimana cara mengungkapkan perasaanku pada Dani. Aku telah bertekad dan pasrah dengan jawaban yang akan di beri kan oleh Dani.
Waktu itu pun tiba, segera setelah upacara kelulusan berakhir. Aku dan teman ku bernama Ika segera menghampiri Dani yang kebetulan menuju tangga untuk keluar dari gedung. Di situlah aku mengumpulkan keberanian ku untuk mengungkap semuanya. Namun, skenarioku kemarin tiba-tiba buyar.
"Dan aku boleh ngomong sesuatu" ucapku dengan gugup.
Dani lantas menghentikan langkahnya, ia berdiri lalu hanya menoleh dan memandang diriku dengan aneh. Saat itu fikiranku pun menjadi kacau karena grogi.
"Mau ngomong apa?" Ucap Dani dengan sinis.
"Aku boleh enggak menjabat tangan kamu untuk yang terakhir kalinya. Besok kita kan udah lulus, pasti enggak bakal ketemu lagi!!" akhirnya aku pun mengucapkan kata-kata itu sambil menjulurkan tanganku ke arah Dani.
Dani pun hanya tersenyum sinis tak menggubris ucapanku sama sekali. Lalu ia pun pergi tanpa menjabat tanganku sama sekali.
"Duaaarr" Bagai petir di siang bolong hatiku langsung retak seketika. Ika yang menyaksikan hal itu seketika memelukku dan mencoba menenangkan ku. Tak terasa air mata ku mulai bercucuran. Sungguh aku sangat malu, baru pertama kalinya aku merasa sangat di permalukan. Semenjak kejadian itu, akupun langsung bertekad dan bersungguh-sungguh untuk berhenti mencintai si Dani. Pria berdarah dingin yang tak punya hati.
•••
(Masa kini)
"Woy ngelamun apa an kamu???" celetuk Dani menyadarkan ku sambil menjentikkan jarinya di depan wajahku yang sedari tadi melongo setelah mendengar ucapannya.
"Oh tadi ngomong apaan ya Pak?" Aku pun akhirnya memutuskan pura-pura bodoh saat itu.
"Maaf Pak, apa saya sudah boleh keluar dari ruangan rapat ini ya Pak?" Tanyaku pelan pada si Dani.
"Nih sekarang jabat tangan aku" ujar Dani padaku, sambil menyodorkan tangannya.
"Maaf Pak untuk apa ya?" Tanyaku dengan wajah heran.
Tiba-tiba saja dia meraih tangan kananku, kemudian menjabat tanganku dengan erat. Sontak hal itu membuatku kaget dan tak percaya. Hal yang aku idamkan delapan tahun lalu akhirnya kesampaian juga, meskipun hal itu sudah sangat terlambat.
"Maafin aku, delapan tahun lalu aku belum berani seperti ini, Aku dulu gak bisa gentle sama sekali. Maaf, mungkin saat itu kamu pasti sangat kecewa dan sangat sakit hati sama sikapku juga" ujar Dani yang tiba-tiba berbicara dengan nada serius.
"Kamu mau maafin aku" imbuhnya sambil menatap mata ku yang masih saja menunduk sejak tadi.
"Hemmm iya Pak" ucapku singkat lalu mencoba melepaskan tangan Dani yang menjabatku dengan erat.
"Aku senang, akhirnya bisa ketemu kamu lagi setelah bertahun-tahun. Kamu makin cantik aja Dila, masih sama kayak waktu sekolah dulu" ucap Dani sambil menarik tanganku yang hampir terlepas dari jabat tangannya.
Dani lantas memegang kedua pundak ku lalu menyuruhku untuk duduk lagi sebentar, untuk mengobrol dengannya. Akupun menolak karena takut rekan kerjaku yang lain akan berpikiran yang aneh-aneh tentang kami berdua. Aku pun pamit untuk ke ruangan kerjaku.
" Oke Dil, nanti kita lanjutin lagi sepulang kerja ya" ucap Dani sambil tersenyum manis padaku.