Sinopsis:
Arya, seorang remaja biasa yang merasa hidupnya monoton, tiba-tiba terlempar ke dunia lain yang penuh dengan sihir, makhluk fantastis, dan misteri. Di dunia tersebut, ia bertemu dengan teman- teman baru, menghadapi tantangan berbahaya, dan menemukan bahwa dirinya adalah kunci untuk menyelamatkan dunia itu dari kehancuran. Namun, untuk itu, Arya harus menghadapi ketakutannya sendiri dan memilih antara kembali ke dunianya atau tinggal di dunia fantasi ini selamanya.
Bab 1: Panggilan Petualangan
Hujan mengguyur atap rumah Arya dengan irama monoton. Remaja itu duduk di dekat jendela kamarnya, memandangi dunia luar yang tampak sama membosankannya seperti hari-hari sebelumnya. Sekolah, pekerjaan rumah, dan rutinitas tak berujung membuatnya merasa terjebak.
"Kenapa hidupku begini-begini saja?" gumamnya, menendang bola tenis ke sudut ruangan.
Panggilan dari bawah menyela lamunannya.
"Arya! Bantu kakekmu di gudang!" suara ibunya terdengar tegas.
Dengan malas, Arya bangkit dari kursinya, mengenakan hoodie usangnya, dan berjalan ke gudang di belakang rumah. Gudang itu penuh debu dan sarang laba-laba, tempat yang ia hindari sebisa mungkin.
"Kamu datang juga," ujar kakeknya sambil mengusap tangan dari debu. Kakeknya, meski sudah tua, masih penuh energi.
"Ayo, kita harus bersihkan ini. Siapa tahu ada barang berharga," lanjutnya sambil tertawa kecil.
Arya hanya mengangguk, mengambil sapu, dan mulai bekerja. Satu jam berlalu, hingga tangannya menyentuh sebuah peti kayu tua di sudut gudang. Peti itu tampak berbeda-dihiasi ukiran rumit dan dipenuhi simbol yang tak dikenalnya.
"Kakek, ini apa?" tanya Arya, mendorong peti itu keluar dari tumpukan.
Kakek menoleh, lalu alisnya terangkat. "Ah, itu... peti lama milik nenek buyutmu. Dia suka cerita- cerita aneh tentang dunia lain. Aku bahkan lupa peti itu masih ada."
"Boleh aku buka?" Arya menatapnya penuh rasa ingin tahu.
"Tentu saja, kalau kamu berani menghadapi debu," jawab kakek sambil tersenyum.
Arya membuka penutup peti dengan hati-hati. Di dalamnya, ia menemukan buku tua dengan sampul kulit yang sudah usang. Judulnya "Chronicles of Eryndor" terukir dalam aksara kuno.
"Apa ini?" bisiknya.
la membuka halaman pertama, membaca dengan suara kecil:
"Saat jiwa terpilih membaca ini, pintu menuju Eryndor akan terbuka."
Tiba-tiba, ruangan menjadi gelap. Angin dingin berembus dari buku itu, mengangkat debu-debu di sekitar mereka. Kakeknya mundur dengan wajah terkejut.
"Arya, tutup buku itu sekarang!" teriaknya.
Namun sebelum Arya bisa bereaksi, cahaya terang keluar dari halaman buku tersebut, membentuk pusaran di udara. Arya merasa tubuhnya ditarik oleh kekuatan yang tak terlihat.
"Kakek!" Arya berteriak, mencoba meraih tangan kakeknya, tetapi semuanya terlambat.
Bab 2: Dunia Baru yang Ajaib
Ketika Arya membuka matanya, ia menemukan dirinya di tengah hutan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Pepohonan besar memancarkan cahaya biru lembut, dan udara dipenuhi aroma manis yang tidak asing namun tak bisa dikenali.
"Apa... aku masih hidup?" gumamnya sambil bangkit berdiri.
la melangkah perlahan, mencoba memahami di mana ia berada. Di kejauhan, suara gemerisik terdengar. Dengan waspada, Arya mengambil ranting sebagai senjata.
Dari semak-semak, muncul sosok mungil bercahaya. Seorang peri kecil, setinggi satu lengan, melayang dengan sayap transparannya.
"Ah, kau akhirnya datang!" kata peri itu dengan suara melengking tapi ramah.
Arya terbelalak. "Apa aku... bermimpi?"
Peri itu terkikik. "Ini bukan mimpi, anak manusia. Kau telah dipanggil ke Eryndor, dan waktumu sangat tepat. Kami membutuhkanmu!"
"Membutuhkan? Untuk apa?" Arya mengerutkan kening, masih mencoba mencerna semua yang terjadi.
Namun sebelum peri itu menjawab, suara berat dan kasar terdengar di belakang mereka. "Dia itu anak yang dipilih? Tidak mungkin. Dia bahkan tak terlihat kuat."
Arya berbalik. Seorang pria tinggi dengan rambut acak-acakan dan pedang besar di punggungnya berdiri di sana. Tatapannya dingin, seolah menilai Arya dari kepala hingga kaki.
"Aku Kael," ujarnya singkat. "Dan kalau kau memang terpilih, kita punya banyak pekerjaan untuk dilakukan."
Arya mengangkat alis. "Tunggu, tunggu. Aku bahkan tidak tahu di mana ini, siapa kalian, atau kenapa aku ada di sini. Aku mau pulang!"
"Tidak ada waktu untuk penjelasan panjang," potong Kael. "Kegelapan sedang bangkit, dan kalau kau tidak membantu, seluruh Eryndor akan hancur."
Arya menatap mereka dengan bingung. Dunia baru? Kegelapan? Dan kenapa semua orang tampaknya mengharapkan sesuatu darinya?
Namun sebelum ia bisa protes lagi, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Tanah bergetar. Kael mencabut pedangnya, dan peri kecil itu bersembunyi di balik Arya.
"Bersiaplah," ujar Kael. "Mereka datang."
"Siapa mereka?" Arya bertanya panik
"Makhluk kegelapan," jawab Kael singkat. "Dan kalau kau ingin hidup, kau harus belajar bertarung. Sekarang."
Bab 3: Dunia Baru yang Ajaib (Bagian 2)
Hutan yang semula tenang berubah menjadi tempat penuh ketegangan. Dari balik pepohonan, muncul makhluk-makhluk menyeramkan dengan mata merah menyala. Mereka tampak seperti serigala, tetapi tubuh mereka dipenuhi asap hitam yang terus bergerak, seperti nyala api yang dipadamkan
Arya mundur, memegang ranting yang ia ambil sebelumnya. Tangannya gemetar, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
"Jangan hanya berdiri di sana!" bentak Kael. "Pegang ini!"
Kael melemparkan sebuah belati ke arah Arya. Arya menangkapnya dengan canggung, nyaris menjatuhkannya.
"Kael, jangan terlalu kasar padanya!" seru peri kecil, yang masih bersembunyi di balik Arya.
Kael hanya mendengus. "Kalau dia tidak belajar sekarang, dia akan mati."
Makhluk pertama menyerang, melompat ke arah Arya dengan cakarnya yang tajam, Dalam kepanikan, Arya mengangkat belati dan menutup matanya. Terdengar suara desingan, lalu tubuh makhluk itu terjatuh ke tanah dengan bunyi berdebum
Arya membuka matanya perlahan, melihat belati di tangannya sekarang dipenuhi dengan cairan hitam yang kental, la merasa mual.
"Aku... aku baru saja...?"
"Kau membunuhnya, ya," jawab Kael sambil menebas dua makhluk lainnya dengan gerakan cepat.
"Tapi jangan terbuai, masih banyak yang akan datang"
Makhluk-makhluk itu menyerbu tanpa henti. Arya mencoba bertarung, tetapi gerakannya kaku dan lambat. Beberapa kali Kael harus menolongnya, menebas makhluk yang nyaris mencengkeram Arya
Namun, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Saat Arya menangkis salah satu serangan, belati di tangannya tiba-tiba bersinar biru terang Makhluk yang ia tusuk langsung lenyap, menjadi debu
"Cahaya itu..." Kael berhenti sejenak, menatap Arya dengan ekspresi tercengang.
"Apa yang terjadi?" Arya bertanya dengan panik.
"Itu... itu energi sihir," jawab peri kecil, kini melayang mendekat. "Kau memiliki kekuatan yang tidak biasa, Arya. Kekuatan yang hanya dimiliki oleh jiwa terpilih."
"Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan!" Arya berteriak, suaranya gemetar.
Tiba-tiba, tanah di bawah mereka bergetar lebih kuat. Seekor makhluk yang jauh lebih besar keluar dari bayang-bayang pohon. Tingginya hampir dua kali lipat Kael, dengan cakar raksasa dan tubuh yang diselimuti kabut hitam pekat.
"Beruang kegelapan..." Kael mendesis. "Arya, menjauh! Kau belum siap untuk ini!" "Tapi-
"Tidak ada tapi! Pergi!" Kael melangkah maju, mengangkat pedangnya.
Namun, sebelum Arya bisa mundur, makhluk itu menyerang dengan kecepatan luar biasa. Cakarnya mengarah langsung ke Arya. Dalam kepanikan, Arya mengangkat tangannya untuk melindungi dirinya.
Saat itulah sesuatu yang luar biasa terjadi. Cahaya biru terang meledak dari tubuh Arya, membentuk perisai energi yang memantulkan serangan makhluk itu. Beruang kegelapan itu terhempas ke belakang, meraung kesakitan.
Kael menatap Arya dengan ekspresi tercengang. "Kau... Kau benar-benar jiwa terpilih."
Arya menatap tangannya, yang masih bersinar samar-samar. "Apa maksudmu? Apa ini semua?" "Kami tidak punya waktu untuk menjelaskan nya sekarang," kata peri kecil, menarik tangan Arya. "Kita harus pergi dari sini sebelum lebih banyak makhluk datang!"
Kael mengangguk. "Ikuti aku. Aku tahu tempat aman."
Dengan napas terengah-engah, Arya mengikuti mereka. Namun di kepalanya, ribuan pertanyaan terus bermunculan. Apa sebenarnya Eryndor? Siapa dirinya, dan mengapa ia disebut "jiwa terpilih"? la tahu, petualangannya baru saja dimulai.
Bab 4: Ramalan Sang Penyelamat
Malam mulai menyelimuti hutan Eryndor. Bulan berwarna ungu pucat menggantung di langit, menerangi perjalanan Arya, Kael, dan peri kecil bernama Lila. Setelah melarikan diri dari serangan makhluk kegelapan, mereka kini beristirahat di sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik tebing.
"Arya," suara lembut Lila memecah keheningan, "kau harus tahu apa yang terjadi padamu tadi bukan kebetulan."
Arya, yang sedang mencoba membersihkan belati dari noda hitam lengket, mendongak dengan ekspresi bingung. "Apa maksudmu? Semua ini tidak masuk akal. Aku hanya seorang remaja biasa. bukan prajurit atau penyihir"
Kael, yang sedang mengasah pedangnya, mendengus pelan. "Jiwa terpilih selalu bilang begitu di awal. Mereka semua merasa biasa. Tapi lihat hasilnya."
"Aku bahkan tidak tahu apa yang kalian maksud dengan jiwa terpilih!" Arya membalas dengan nada frustrasi.
Lila terbang mendekat, duduk di atas batu di samping Arya. Cahaya dari tubuh kecilnya menerangi wajahnya yang serius.
"Dengarkan baik-baik, Arya. Ada sebuah ramalan kuno di Eryndor. Ramalan itu mengatakan bahwa ketika kegelapan mengancam untuk menelan dunia ini, seorang jiwa dari dunia lain akan datang membawa cahaya. Cahaya itu akan menjadi kunci untuk menghancurkan kegelapan dan mengembalikan keseimbangan."
Arya menggelengkan kepala, mencoba memahami. "Tapi kenapa aku? Aku bahkan tidak tahu apa- apa tentang dunia ini!"
"Itulah mengapa kau di sini," potong Kael, suaranya tegas. "Ramalan itu tidak hanya tentang kekuatan, tetapi juga keberanian untuk belajar dan bertarung. Seperti tadi, saat kau melindungi dirimu dengan cahaya itu. Itu adalah sihir kuno yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang."
Arya menatap tangannya, yang kini terlihat biasa saja. "Aku tidak mengerti bagaimana itu terjadi. Aku tidak tahu cara mengendalikannya"
"Kau akan belajar," ujar Lila dengan nada penuh keyakinan. "Tapi untuk itu, kita harus menemui Elder Sylas. Dia satu-satunya yang bisa menjelaskan lebih jauh tentang ramalan ini dan melatihmu."
"Elder Sylas?" Arya mengerutkan kening "Siapa dia?"
"Penyihir bijak terakhir yang masih hidup," jawab Lila. "Dia tinggal di Pegunungan Elyrion, di utara. Tapi perjalanan ke sana tidak mudah. Banyak bahaya yang akan kita hadapi."
Kael bangkit, menyandang pedangnya. "Bahaya atau tidak, kita tidak punya pilihan lain. Kalau Zorath semakin kuat, tidak ada yang bisa menghentikannya."
Arya menatap Kael tajam. "Zorath? Siapa itu?"
Kael berhenti sejenak, lalu menoleh dengan mata yang penuh keseriusan. "Zorath adalah penyihir gelap yang menciptakan makhluk-makhluk itu. Dia pernah dihancurkan oleh para pelindung Eryndor, tapi entah bagaimana, dia bangkit lagi. Dan kali ini, dia jauh lebih kuat. Bahkan para raja sudah menyerah untuk melawannya."
"Kau bercanda, kan?" Arya merasakan dingin di punggungnya. "Kalau semua orang sudah menyerah, bagaimana aku bisa menghentikannya?"
Kael menatap Arya dengan tajam. "Karena kau bukan semua orang. Kau adalah jiwa terpilih."
Arya membuka mulut untuk membalas, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. la tidak tahu apakah harus merasa bangga, takut, atau marah. Dunia ini, tanggung jawab ini, semuanya terasa terlalu besar urituknya..
Namun sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Lila menepuk bahunya pelan. "Kami akan bersamamu, Arya. Kau tidak sendirian."
Kael mendengus, lalu menambahkan, "Selama kau tidak memperlambat kami."
Arya menghela napas panjang. Meskipun ia masih dipenuhi keraguan, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai berubah. Mungkin itu rasa ingin tahu, atau mungkin meski samar-keyakinan bahwa dirinya memang bisa melakukan sesuatu.
"Baiklah,"
"Kita temui Elder Sylas. Tapi kalian harus janji akan menjelaskan semuanya di sepanjang perjalanan."
Lila tersenyum cerah. "Tentu saja!"
Kael hanya mengangguk singkat, lalu mulai berjalan keluar gua, "Kita berangkat saat matahari erbit. Istirahatlah. Perjalanan ini tidak akan mudah."
Arya memandang ke arah mulut gua, di mana bulan ungu masih menggantung. Perasaan aneh muncul dalam dirinya, campuran ketakutan dan semangat
Petualangan ini baru dimulai
Bab 5 : Ujian Pertama
Matahari baru saja terbit ketika mereka meninggalkan gua. Cahaya oranye menyinari hutan Eryndor, membuat dunia terlihat kurang menyeramkan dibanding malam sebelumnya. Namun, Kael tetap berjaga-jaga, berjalan di depan dengan pedang di tangan. Lila melayang di dekat Arya, sesekali menghibur remaja itu dengan cerita tentang Eryndor
"Kau akan menyukai Pegunungan Elyrion," ujar Lila dengan antusias. "Puncaknya bersinar seperti kristal, dan-"
"Berhenti bicara, peri," potong Kael dengan nada dingin. "Kita hampir sampai di Lembah Bisikan, Ini bukan tempat untuk bersantai."
Arya mengerutkan kening "Lembah Bisikan? Kenapa terdengar menyeramkan?"
Kael tidak menjawab, tetapi Lila terbang lebih dekat dan berbisik, "Lembah itu penuh dengan energi kegelapan. Suara-suara yang berasal dari lembah akan mencoba memanipulasi pikiranmu. Hanya mereka yang bisa menghadapi ketakutan terbesarnya yang bisa lewat dengan selamat."
Arya berhenti sejenak, menelan ludah. "Dan kalau tidak bisa melewatinya?"
"Ya," jawab Kael dingin. "Kita tidak punya waktu untuk kegagalan. Jadi, pastikan kau siap"
Sesaat kemudian, mereka sampai di tepi lembah. Udara berubah dingin, dan kabut kelabu menyelimuti tanah. Lembah itu dipenuhi pohon-pohon mati dengan cabang-cabang seperti tangan. kurus yang menjangkau ke langit
"Selamat datang di Lembah Bisikan," guman Kael. "Tetap dekat denganku, dan jangan dengarkan apa pun."
Arya mengangguk ragu. Mereka mulai berjalan memasuki lembah. Awalnya hanya hening, tetapi tak lama kemudian, suara-suara aneh mulai terdengar. Suara itu seperti bisikan halus, tetapi cukup. jelas untuk dimengerti.
"Arya... Kau tidak cukup kuat."
Arya menoleh ke kanan, merasa suara itu berasal dari arah sana, tetapi ia hanya melihat kabut.
"Kenapa kau di sini? Kau tidak berguna."
Arya menggigit bibirnya. Suara itu terdengar seperti suara dalam pikirannya sendiri, la mencoba fokus berjalan, tetapi bisikan itu semakin jelas.
Semua orang akan meninggalkanmu, Arya. Kau sendirian.
Langkahnya terhenti. Genggaman tangannya pada belati melemah. Wajah ibunya muncul di pikirannya, dan rasa takut yang mendalam menyelimuti hatinya.
"Jangan berhenti!" bentak Kael dari depan, menyadari Arya tertinggal.
"Aku.... aku tidak bisa... Arya bergumam, tubuhnya gemetar.
"Dengar aku, Arya" suara Lila kini terdengar keras, seperti mencoba melawan bisikan. "Itu semua hanya ilusil Jangan biarkan mereka menguasaimu!"
Namun, suara dari lembah semakin kuat. Kini, bayangan-bayangan mulai muncul dari kabut, berjalan ke arah Arya. Mereka memiliki wajah yang menyerupai orang-orang yang ia kenal-ibunya, kakeknya, bahkan teman-teman sekolahnya
"Kau gagal, Arya. Kau selalu gagal."
Arya jatuh berlutut, menutup telinganya, tetapi suara itu tidak berhenti. Air mata mulai menggenang di matanya.
Kael mendekat, menarik Arya dengan kasar. "Bangun Kalau kau menyerah sekarang, kau akan mati di sini!"
"Aku tidak bisa." Arya menangis, merasa dirinya benar-benar lemah
"Lihat aku!" Kael memegang kedua bahunya dengan kuat. "Kau lebih kuat dari ini! Kalau kau tidak percaya pada dirimu sendiri, percayalah pada kami. Kau tidak sendirian!"
Kata kata itu membuat Arya terdiam. la menatap Kael dan Lila, yang kini berdiri di sampingnya, siap melindunginya
la menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Ini hanya ilusi, pikirnya. Aku bisa melewatinya.
Ketika bisikan kembali muncul, Arya berdiri tegak dan menatap ke arah bayangan-bayangan itu. "Aku tidak takut pada kalian. Kalian hanya kebohongan."
Cahaya biru samar mulai bersinar dari tubuh Arya, sama seperti yang terjadi sebelumnya. Bayangan-bayangan itu mundur, hancur menjadi kabut. Suara bisikan memudar, digantikan oleh keheningan.
Kael mengangguk dengan puas. "Itu dia. Kau mulai memahami kekuatanmu
Arya tersenyum kecil, meski tubuhnya masih gemetar. "Terima kasih... kalian berdua."
Lila terbang mendekat, menepuk bahu Arya. "Kau hebat, Aryal Aku tahu kau bisa melakukannya!" Mereka melanjutkan perjalanan melewati lembah, dan meskipun rasa takut masih ada. Arya merasa sedikit lebih kuat. Kini, ia tahu bahwa keberanian tidak berarti tidak merasa takut, tetapi tetap maju meski rasa takut itu ada
Bab 6: Jalan Menuju Elyrion
Setelah berhasil melewati Lembah Bisikan, Arya merasa lega, meskipun tubuhnya masih lelah. Perjalanan mereka kini membawa mereka ke padang rumput yang luas. Udara segar menggantikan hawa dingin yang mencekam di lembah, tetapi ketegangan masih terasa.
"Pegunungan Elyrion sudah dekat," kata Kael sambil menunjuk ke cakrawala. Di kejauhan, Arya bisa melihat puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi, bersinar seperti kristal, persis seperti yang Lila gambarkan.
"Sepertinya perjalanan ini akhirnya membaik," ujar Arya dengan sedikit lega
Kael mendengus. "Jangan terlalu santai. Padang ini mungkin terlihat aman, tapi selalu ada bahaya di Eryndor. Kita harus tetap waspada."
"Kael selalu pesimis," gumam Lila sambil terbang mendekati Arya. "Tapi dia benar soal satu hal- ini belum selesai."
Arya menghela napas. "Tentu saja. Dunia ini tidak pernah memberi kita waktu untuk istirahat, ya?"
Mereka melanjutkan perjalanan hingga siang hari. Langit cerah, tetapi angin mulai berhembus lebih kencang.
Di tengah padang, mereka menemukan reruntuhan bangunan tua, seolah-olah pernah menjadi sebuah kuil. Pilar-pilar besar yang runtuh dan batu-batu besar yang tertutup lumut memberikan kesan angker.
"Berhenti sebentar," ujar Kael tiba-tiba la mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam.
"Ada apa?" bisik Arya, mencoba mencari tahu apa yang membuat Kael waspada.
"Merasa ada sesuatu yang aneh di sini," jawab Kael pelan. "Reruntuhan ini bukan tempat biasa. Tetap di belakangku"
Arya mematuhi, mengikuti langkah Kael sambil menggenggam belati yang sudah ia bersihkan. Lila melayang rendah, terlihat lebih serius dari biasanya Ketika mereka melangkah lebih jauh ke dalam reruntuhan, suara-suara mulai terdengar seperti dengungan lembut, tetapi semakin lama semakin keras. Satu-satu di sekitar mereka mulai bersinar samar-samar dengan warna biru.
"Tunggu... apa itu?" tanya Arya, menunjuk ke sebuah lingkaran besar yang terukir di lantai
Lingkaran itu penuh dengan simbal-simbol kuno, mirip dengan yang ia lihat di buku tua yang membawanya ke Eryndor. Cahaya biru terang memancar dari lingkaran tersebut, dan dari tengahnya, muncul sosok transparan.
Sosok itu berbentuk seorang pria tua dengan jubah panjang, wajahnya bijaksana tetapi tegas. Matanya bercahaya biru, seperti pilar-pilar di sekitarnya.
"Selamat datang, jiwa terpilih," ujar sosok itu dengan suara yang bergema di seluruh reruntuhan.
Arya terkejut. "Siapa siapa kau?"
"Aku adalah penjaga kuil ini," jawab pria itu. "Namaku Morath. Aku di sini untuk memberimu ujian berikutnya."
"Ujian? Lagi?" Arya memutar matanya. "Belum cukup semua yang kualami?"
Morath tersenyum samar. "Setiap langkah yang kau ambil adalah ujian, anak muda. Untuk mencapai Elder Sylas, kau harus menunjukkan bahwa kau layak menerima bimbingannya. Apakah kau siap?
Arya menatap Kael dan Lila, mencari dukungan. Kael mengangguk pelan, sementara Lila memberinya senyum penuh semangat.
"Aku tidak tahu apakah aku siap," ujar Arya akhirnya, tapi aku akan mencobanya."
"Bagus," jawab Morath. la mengangkat tangannya, dan lingkaran di bawah mereka mulai bersinar lebih terang. Tiba-tiba, lantai di sekitar Arya berubah, dan ia mendapati dirinya berdiri di sebuah arena luas yang kosong.
Suara Morath bergema di udara. "Ujian ini adalah tentang keberanian dan keyakinanmu pada dirimu sendiri. Kau akan menghadapi musuh yang melambangkan keraguan terbesarmu."
Dari kabut yang tiba-tiba muncul, sosok besar terbentuk. Itu adalah makhluk hitam pekat dengan mata merah menyala, lebih besar dari makhluk yang Arya hadapi sebelumnya. Namun, yang membuat Arya gemetar adalah wajah makhluk itu-persis seperti dirinya
"Apa ini..?" bisik Arya, mundur beberapa langkah.
"Itulah sisi gelapmu," jawab suara Morath. "Ketakutan, keraguan, dan rasa bersalah yang selama ini kau pendam. Kau hanya bisa melewati ujian ini dengan menghadapinya."
Makhluk itu mengeluarkan raungan keras, menyerang Arya dengan kecepatan luar biasa. Arya nyaris menghindar, jatuh ke tanah.
"Aku tidak bisa melawan itul Itu terlalu kuat!" Arya berteriak, panik.
"Dia hanya sekuat ketakutanmu," jawab Morath tenang. "Percayalah pada dirimu sendiri."
Arya bangkit, tangannya gemetar memegang belati, la mencoba menenangkan napas nya, mengingat apa yang Kael katakan di Lembah Bisikan, aku tidak sendiri.
Ketika makhluk itu menyerang lagi, Arya melangkah maju. la mengangkat belatinya, tetapi kali ini cahaya biru keluar dari tubuhnya, lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu membentuk perisai yang melindunginya
"Tidak lagi," Arya berbisik, menatap makhluk itu dengan keberanian yang mulai tumbuh.
Makhluk itu mengaum, tetapi cahaya Arya semakin kuat Dalam satu gerakan, ia menyerang balik,
menusukkan belati ke jantung makhluk itu. Cahaya biru meledak, menghapus sosok gelap itu menjadi abu
Arya terengah-engah, jatuh berlutut. Arena mulai menghilang, dan kembali ke reruntuhan. Morath berdiri di depannya, tersenyum bangga.
"Kau telah lulus, jiwa terpilih," katanya. "Ingatlah ini: kekuatanmu datang dari keyakinanmu pada dirimu sendiri. Jangan pernah lupakan itu."
Lingkaran cahaya memudar, dan sosok Morath lenyap. Kael dan Lila segera menghampiri Arya. "Kau melakukannya seru Lila dengan senyum lebar.
Kael mengangguk, menepuk pundak Arya. "Kau membuat kemajuan. Tapi jangan sombong Perjalanan ini masih panjang."
Arya tersenyum kecil, meski tubuhnya masih lelah. "Aku mulai terbiasa dengan ujian-ujian ini, Siapa tahu, mungkin aku bisa menyelamatkan dunia ini."
Kael mendengus, tetapi ada secercah senyum di wajahnya. Mereka melanjutkan perjalanan ke Pegunungan Elyrion, dengan semangat baru yang mulai tumbuh di hati Arya.
Bab 7: Penjaga Pegunungan Elyrion
Setelah perjalanan panjang melewati padang rumput dan menghadapi ujian di reruntuhan kuil, mereka akhimya tiba di kaki Pegunungan Elyrion. Udara terasa lebih tipis di sini, dan kristal-kristal alami di lereng gunung memancarkan cahaya yang lembut, menciptakan suasana magis.
"Kita sudah dekat," ujar Lila, melayang-layang di depan Arya. "Rumah Elder Sylas berada di puncak gunung terbesar itu" la menunjuk ke sebuah puncak yang tampak jauh di atas awan.
Arya mendongak, merasa kecil di hadapan gunung yang megah itu. "Bagaimana kita bisa sampai ke sana? Itu terlihat mustahil"
Kael, seperti biasa, tampak tak tergoyahkan. "Tidak ada yang mustahil, hanya sulit. Tapi sebelum kita bisa mendaki, kita harus melewati penjaga gunung.
"Penjaga gunung?" Arya mengulang dengan nada khawatir. "Apa lagi ini? Makhluk lain yang akan mencoba membunuh kita?"
Kael mengangguk. "Penjaga ini adalah makhluk yang ditugaskan untuk melindungi akses ke Elyrion. Mereka tidak akan membiarkan sembarang orang lewat."
"Hebat." gumam Arya. "Semakin banyak tantangan saja."
Setelah beberapa jam mendaki, mereka tiba di sebuah lembah tersembunyi yang dipenuhi kristal berwama biru dan ungu. Udara terasa berat, dan suara gemuruh pelan terdengar di kejauhan.
"Di sini tempatnya," ujar Kael, berhenti di depan sebuah pilar batu besar yang tertutup rune bercahaya.
Tiba-tiba, gemuruh semakin keras, dan dari belik batu besar, muncul sesosok makhluk raksasa
Makhluk itu berbentuk seperti singa dengan tubuh yang terbuat dari kristal. Matanya bersinar terang, dan bulu kristalnya memantulkan cahaya seperti pelangi.
Makhluk itu mengaum keras, suaranya menggema di seluruh lembah. Arya merasa kakinya gemetar, tetapi Kael berdiri dengan tenang, menarik pedangnya
"Siapa yang berani mendekati Pegunungan Elyrion?" suara makhluk itu bergema, terdengar seperti gemuruh badai
Kael melangkah maju. "Kami datang untuk bertemu Elder Sylas. Ini Arya, jiwa terpilih. Dia memiliki. hak untuk melewati gunung ini."
Makhluk itu menatap Arya, seolah menilai. "Hanya mereka yang benar-benar layak yang bisa bertemu Sylas. Buktikan padaku bahwa kau adalah jiwa terpilih."
Arya tertegun, menelan ludah. "Bagaimana aku membuktikannya?"
Makhluk itu mengangkat satu cakarnya, dan kristal-kristal di sekitarnya mulai bergetar
"Bertarunglah denganku. Bukan untuk membunuhku, tetapi untuk menunjukkan kekuatan hatimu."
Arya merasa dadanya sesak. "Aku tidak bisa melawanmu! Kau kau raksasa, dan aku hanya seorang gadis dengan belati kecil!"
Lila mendekat, berbicara lembut. "Arya, kau bisa melakukannya. Ingat apa yang kau pelajari di Lembah Bisikan dan di reruntuhan kuil. Percayalah pada dirimu sendiri."
Kael mengangguk, tetap berada di belakang Arya. "Ini adalah pertarunganmu. Kami tidak bisa membantumu."
Arya menghela napas panjang, menggenggam belatinya erat-erat. Aku tidak bisa terus lari pikimya Kalau aku ingin menyelamatkan dunia ini, aku harus mulai dari sini
Makhluk itu menyerang lebih dulu, menerjang dengan cakarnya yang besar. Arya berguling ke samping, menghindari serangan itu dengan napas terengah-engah, la mencoba fokus, mengingat apa yang ia lakukan sebelumnya ketika melawan makhluk-makhluk lain.
Cahaya biru mulai muncul di tubuhnya lagi, tetapi kali ini lebih terang. Ketika makhluk itu menyerang lagi, Arya mengangkat belatinya, menciptakan perisai cahaya yang memblokir serangan tersebut.
Makhluk kristal itu mundur, mengaum keras. "Kau memiliki kekuatan, tetapi apakah kau memiliki keberanian?"
Tiba-tiba, dari tubuh makhluk itu, muncul bayangan lain. Bayangan ini berbentuk Arya, tetapi terlihat gelap dan menakutkan,
"Tidak ini lagi," Arya menghela napas, merasa jengkel. "Aku sudah menghadapi sisi gelapku. Kau tidak bisa menakutiku lagi."
Dengan penuh keberanian, Arya menyerang bayangan itu, dan dengan satu tebasan cahaya. bayangan itu menghilang. Makhluk kristal berhenti bergerak, menatap Arya dengan ekspresi kagum.
"Kau telah membuktikan dirimu," katanya. "Kekuatanmu bukan hanya dalam sihir, tetapi dalam hatimu yang teguh. Kau layak melanjutkan perjalananmu."
Makhluk itu mundur, membuka jalan menuju gunung. Arya berdiri dengan napas berat, tetapi senyum kecil mulai muncul di wajahnya.
"Bagus sekali, Arya!" seru Lila, melayang mendekat dan menepuk bahunya.
Kael hanya mengangguk, tetapi ada sedikit senyum di sudut bibirnya. "Kau membuatku terkesan, jiwa terpilih
Arya tertawa kecil. "Jangan terlalu sering memuji, Kael. Nanti aku terbiasa."
Mereka melanjutkan perjalanan ke puncak Pegunungan Elyrion, dengan semangat baru yang tumbuh di hati Arya. Namun, di sudut pikirannya, ia tahu bahwa perjalanan sebenarnya baru saja dimulai.
Bab 8: Pertemuan dengan Elder Sylas
Puncak Pegunungan Blyrion diselimuti oleh kabut keperakan. Angin dingin bertiup pelan, membawa aroma kristal dan energi magis yang terasa hingga ke tulang. Arya, Kael, dan Lila mendaki jalan terakhir menuju puncak, dengan hati penuh harapan, dan sedikit ketegangan
Ketika mereka mencapai puncak, mereka disambut oleh pemandangan luar biasa. Sebuah kuil besar berdiri di tengah lingkaran kristal raksasa. Pilar-pilar kuil itu terbuat dari batu yang bersinar lembut, dan di tengahnya ada kolam kecil berisi air jemih yang memantulkan langit
"Di sinilah dia," ujar Lila, suaranya penuh kekaguman. "Elder Sylas, penjaga kebijaksanaan Tertinggi
Arya melangkah maju dengan hati-hati. Pintu kuil terbuka perlahan, seolah menyambut mereka. Di dalamnya, seorang pria tua duduk di atas singgasana batu Jubahnya berwarna putih dengan larutan emas, dan rambutnya panjang serta berkilau seperti perak. Matanya, berwarna biru cerah, memancarkan kehangatan dan kebijaksanaan.
"Selamat datang, jiwa terpilih," ujar Elder Sylas dengan suara tenang yang bergema di seluruh ruangan. "Aku sudah menunggumu
Arya menelan ludah, merasa kecil di hadapan sosok megah ini. "Terima kasih. Elder Sylas. Aku di sini untuk mencari jawaban... dan bantuanmu."
Sylas tersenyum tipis. "Bantuan tidak diberikan dengan mudah. Kau harus memahami apa yang kau cari. Katakan, Arya, apa yang membuatmu datang ke dunia ini?"
Arya terdiam sesaat, mengingat malam ketika dia menemukan buku tua itu. "Awalnya, aku bahkan tidak tahu kenapa aku di sini. Tapi setelah semua yang kulalui, aku rasa aku dipanggil untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran
Sylas mengangguk, terlihat puas. "Kau memiliki tujuan mulia. Tapi apakah kau benar-benar siap menghadapi apa yang akan datang?"
Kael maju sedikit, berbicara dengan nada serius. "Dia telah membuktikan dirinya di Lembah Bisikan dan menghadapi ujian Morath di reruntuhan kuil. Dia bahkan melawan Penjaga Elyrion. Arya layak mendapatkan bantuanmu."
Sylas menatap Kael dengan penuh minat. "Kael, si kesatria yang terluka, selalu melindungi orang lain, meski hatinya sendiri hancur. Kau memiliki keberanian, tetapi juga beban yang berat."
Kael terlihat kaku, tetapi tidak membantah.
Lila terbang maju, mencoba menghidupkan suasana. "Elder Sylas, Arya adalah jiwa terpilih yang luar biasa! Bahkan aku yang tidak percaya pada ramalan pun mulai yakin dia adalah harapan kita."
Sylas tersenyum lembut. "Kalian adalah sekutu yang baik. Namun, Arya harus melalui ujian terakhirnya sendiri. Hanya dia yang bisa menentukan masa depan dunia ini."
Arya merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Ujian terakhir? Apa itu?"
Sylas berdiri perlahan, mengangkat tangannya. Di tengah kuil, sebuah lingkaran bercahaya muncul, memancarkan energi yang begitu kuat hingga Arya merasa tubuhnya bergetar.
"Masuklah ke dalam lingkaran ini, Arya," ujar Sylas. "Di dalamnya, kau akan menghadapi kebenaran sejati-siapa dirimu, apa yang kau takuti, dan apa yang harus kau korbankan untuk
menyelamatkan dunia ini"
Arya ragu, tetapi Kael meletakkan tangan di pundaknya "Kau bisa melakukannya. Ingat, kami di sini untukmu
Lila mengangguk dengan semangat. "Kami percaya padamu, Arya!"
Dengan napas berat, Arya melangkah ke dalam lingkaran. Cahaya di sekelilingnya semakin terang, dan tiba-tiba, ia merasakan dirinya ditarik ke tempat lain.
“Arya di Dunia Lain”
Ketika Arya membuka matanya, ia mendapati dinnya berada di tempat yang aneh. Tanah di bawah kakinya seperti kaca, memantulkan wajahnya. Langit di atasnya gelap, tetapi penuh dengan bintang-bintang yang berputar perlahan
Di mana aku?" Arya bertanya dengan suara pelan.
Suara lain menjawab, tetapi kali ini bukan Elder Sylas, Kael, atau Lila. Itu adalah suaranya sendiri. "Ini adalah hatimu. Arya. Di sini, semua yang kau sembunyikan akan terungkap
Tiba-tiba, bayangan dirinya muncul di hadapannya. Bayangan itu berbicara, tetapi nadanya sinis Kau pikir kau cukup kuat untuk menyelamatkan dunia ini? Kau bahkan tidak bisa menyelamatkan ibumu.
Arya tertegun, rasa bersalah menghantam hatinya seperti gelombang besar. "Aku.... aku tidak bisa mengendalikan itu. Aku-"
"Kau selalu mencari alasan," potong bayangan itu. "Selalu berpikir bahwa dunia ini bertanggung jawab atas semua masalahmu. Tapi kenyataannya, kaulah yang lemah
Arya menahan air mata tetapi ia tahu bayangan itu berbicara kebenaran yang menyakitkan. "Mungkin aku lemah," gumamnya, "Tapi aku berusaha menjadi lebih baik. Aku di sini bukan karena aku sudah sempuma, tetapi karena aku mau berubah."
Bayangan itu berhenti, tatapannya melunak "Jika itu yang kau percayai, tunjukkan padaku bahwa kau benar
Cahaya biru mulai bersinar di tubuh Arya, dan lingkungannya mulai berubah, Kini, ia berdiri di tengah pemandangan dunia Eryndor yang damai tanah yang ia tahu ingin ia lindungi
“Kembali ke Kuil”
Arya terbangun, masih berdiri di tengah lingkaran cahaya. Elder Sylas menatapnya dengan senyum puas
Kau telah lulus ujianmu, Arya," katanya. "Sekarang, kau adalah jiwa terpilih yang sejati. Kau memiliki kekuatan untuk melindungi dunia ini, tetapi perjalananmu masih panjang."
Kael dan Lija berlari menghampirinya, wajah mereka penuh kekaguman.
"Apa yang kau lihat di sana?" tanya Lila penasaran.
Arya tersenyum kecil. "Aku melihat kebenaran... dan aku tahu apa yang harus aku lakukan."
Sylas melangkah mendekat, memberikan sebuah batu kristal kecil kepada Arya Bawa ini bersamamu. Ini adalah pecahan energi Elyrion, sumber kekuatan yang akan membantumu dalam perjalananmu
Arya menerima kristal itu dengan rasa hormat Terima kasih, Elder Sylas. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Sylas mengangguk. "Aku tahu kau tidak akan mengecewakan kami."
Dengan semangat baru, Arya dan teman-temannya bersiap melanjutkan perjalanan mereka Namun, di hati Arya, ia tahu bahwa musuh sebenarnya masih menunggu di depan
Bab 9: Musuh Terakhir
Perjalanan mereka dari Pegunungan Elyrion membawa Arya, Kael, dan Lila ke jantung kegelapan dunia ini-lembah bernama Abyssal Rift. Di tempat inilah Eryndor pertama kali diliputi kegelapan yang disebabkan oleh makhluk bernama Malgrath, entitas kuno yang menyerap energi kehidupan dari dunia ini
Mereka berdiri di depan gerbang besar yang terbuat dari batu hitam. Rune merah berkilauan di permukaannya, memancarkan hawa jahat. Arya merasakan lututnya melemah, tetapi kristal Elyrion di tangannya berkilau lembut, memberikan kekuatan yang aneh.
"Kau siap?" tanya Kael, memegang pedangnya dengan erat.
Arya mengangguk meski dadanya berdebar keras. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku tahu aku harus melakukaninya."
Lila melayang lebih dekat, ekspresinya serius. "Ingat, Arya. Malgrath tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga akan mencoba menyerang hatimu. Jangan biarkan dia merusak keyakinanmu."
Ketika mereka memasuki gerbang, ruang di dalamnya seperti neraka-penuh api hitam dan bayangan yang bergerak di sudut mata mereka. Di tengah ruangan besar itu, Malgrath berdiri Tubuhnya besar, seperti perpaduan naga dan iblis, dengan mata merah menyala dan sayap hitam yang membentang
"Jadi, jiwa terpilih akhimya tiba, suara Malgrath bergema, penuh ejekan. "Aku telah menantimu, Arya. Kau yang mencoba mengubah takdirku, tetapi kau tidak tahu apa-apa tentang kekuatan sejati."
Arya berdiri tegak meski tubuhnya gemetar. "Aku tahu satu hal, Malgrath. Dunia ini tidak lagi milikmu. Aku akan mengakhirimu."
Malgrath tertawa, suara tawa yang mengguncang ruangan. "Kau? Hanya seorang anak manusia yang bahkan tak bisa menyelamatkan duniamu sendiri? Mari kita lihat seberapa jauh keyakinanmu bertahan."
Pertarungan dimulai dengan kekuatan besar. Malgrath menyerang dengan api hitam dan gelombang energi yang menghancurkan lantai di bawah mereka. Kael dan Lila melindungi Arya
menyerang balik dengan apa yang mereka miliki. Tetapi jelas bahwa ini adalah pertarungan Arya. "Gunakan kristal Elyrion!" seru Lila, "Hanya itu yang bisa menghancurkannya!"
Arya menggenggam kristal itu, merasakan energi yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Cahaya biru mulai memancar dari tubuhnya, lebih terang dari sebelumnya.
"Arya?" teriak Kael. "Ingat apa yang kau pelajari! Kekuatanmu berasal dari dirimu sendiri!"
Arya memejamkan mata, mengingat semua yang telah ia lalui. Ketakutan di Lembah Bisikan, ujian Morath, dan pertemuan dengan Elder Sylas semuanya mengajarinya satu hal penting, ia tidak sendiri
Ketika Malgrath menyerang dengan gelombang energi terakhirnya, Arya membuka matanya dan mengangkat kristal Elyrion tinggi-tinggi. "Ini bukan hanya kekuatanku!" serunya. "Ini adalah kekuatan semua orang yang ingin melihat Eryndor bebas!"
Cahaya biru dari kristal meledak, menyelimuti ruangan dengan kekuatan murni. Serangan Malgrath hancur di tengah udara, dan tubuhnya mulai retak, mengeluarkan cahaya dari dalamnya.
"TIDAAK" raung Malgrath, sebelum akhirnya tubuhnya meledak menjadi serpihan bayangan yang lenyap dalam cahaya.
Ketika cahaya memudar, ruangan itu kosong. Arya berdiri di tengahnya, lelah tetapi tersenyum.
"Kau melakukannya," bisik Kael, mendekat dengan langkah berat,
Lila melompat kegirangan. "Arya kau luar biasa! Kita menang!" Arya memandang mereka, matanya berlinang air mata. "Kita menang... bersama."
Epilog: Cahaya Baru di Eryndor
Kegelapan yang pernah meliputi Eryndor perlahan memudar. Dengan kejatuhan Malgrath, dunia ini kembali pulih. Tanaman kembali tumbuh subur, langit menjadi biru, dan energi kehidupan yang hilang mulai terasa lagi.
Arya, Kael, dan Lila berdiri di sebuah bukit memandang hamparan tanah yang kini penuh kehidupan
"Dunia ini telah berubah," ujar Kael dengan nada puas. "Semua berkatmu, Arya."
Arya menggeleng, tersenyum kecil. "Semua ini karena kita. Aku tidak akan bisa melakukannya tanpa kalian."
Lila mendekat, memeluk Arya dengan semangat. "Kau pahlawan sejati, Arya. Tapi aku akan merindukanmu jika kau kembali ke duniamu."
Arya terdiam. Elder Sylas telah mengatakan bahwa dia memiliki pilihan untuk kembali ke dunianya atau tetap tinggal di Eryndor
"Aku... merasa dunia ini seperti rumahku sekarang," ujar Arya akhirnya. "Tapi aku juga tahu aku harus kembali. Ada banyak hal yang perlu aku perbaiki di dunia asal ku"
Kael menatapnya dengan serius. "Kemanapun kau pergi, kau akan selalu menjadi pahlawan di sini. Dan jika kau membutuhkan kami, Eryndor akan selalu menyambutmu."
Dengan berat hati, Arya mengucapkan selamat tinggal. Elder Sylas menggunakan kekuatannya untuk membuka portal ke dunia Arya. Saat Arya melangkah masuk, ia memandang Kael dan Lila sekali lagi, mengukir senyum penuh harapan.
Di dunianya. Arya kembali sebagai gadis yang lebih kuat dan penuh keyakinan. la tahu bahwa petualangannya telah mengubahnya, dan kini la siap menghadapi apa pun yang akan datang.