Suasana di ruang tunggu kantor agensi terasa lebih tenang dari biasanya. Beberapa rekan anggota GreatLady sudah pulang setelah sesi latihan yang melelahkan, meninggalkan hanya beberapa orang di ruangan itu. Di sudut ruangan, Kim Sehyoon duduk dengan gelisah, tangannya bermain dengan ujung rambut yang sedikit kusut. Matanya memandangi layar ponsel, tetapi pikirannya tidak benar-benar terpaku pada apa yang tertulis di sana.
Pagi itu, dia baru saja melakukan tes kehamilan yang menunjukkan hasil positif. Awalnya, dia tidak yakin apa yang dia rasakan—antara kebingungan, kegembiraan, dan kecemasan yang datang begitu cepat. Baru saja dia memulai tur terbaru mereka dan semua rencana karir sedang berjalan lancar, namun sekarang, ada hal yang lebih besar yang harus dihadapinya.
Apakah dia siap untuk ini?
"Sehyoon?" Suara lembut dari temannya, Jeong Manya, menyadarkannya. Manya yang sudah selesai berganti pakaian, berdiri di depan Sehyoon dengan tatapan prihatin.
"Ada apa?" Sehyoon berusaha tersenyum, namun senyum itu tampak dipaksakan.
"Ada yang mengganggumu?" Manya bertanya, duduk di sampingnya. Mereka sudah cukup dekat untuk saling memahami perasaan satu sama lain tanpa kata-kata. Manya menatapnya dengan tatapan penuh pengertian.
Sehyoon menghela napas panjang. "Aku... Aku hamil, Manya."
Manya terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun, seiring dengan waktu, senyum lebar mulai menghiasi wajahnya. "Itu berita bahagia, Sehyoon! Kenapa kamu terlihat cemas seperti itu?"
Sehyoon memandang sahabatnya, perasaan campur aduk memenuhi dadanya. "Aku tahu, Manya. Tapi ini... semuanya terasa begitu cepat. Aku baru saja merasa aku punya kontrol atas hidupku, dan sekarang... segalanya bisa berubah begitu saja."
Manya menggenggam tangan Sehyoon dengan lembut. "Perubahan itu pasti, Sehyoon. Tapi kadang, perubahan adalah hal yang kita butuhkan untuk tumbuh. Kamu akan melalui ini, aku yakin."
Sehyoon mengangguk, meskipun hatinya masih terasa berat. "Tapi, bagaimana dengan fans? Bagaimana dengan grup? Aku takut ini akan merusak semuanya."
Manya menatapnya dengan penuh keyakinan. "Kamu adalah Sehyoon yang mereka cintai, bukan hanya karena kamu seorang idola, tetapi karena siapa dirimu. Mereka akan mendukungmu. Dan kamu tidak sendirian. Kami semua ada di sini."
Mereka berdua terdiam sejenak, meresapi kata-kata tersebut. Di luar jendela, cahaya matahari mulai meredup, tetapi dalam hati Sehyoon, ada secercah harapan yang mulai muncul. Mungkin, kehamilan ini bukanlah akhir dari perjalanan idola yang dia impikan. Mungkin, justru ini adalah awal dari sesuatu yang lebih berarti—sesuatu yang tak hanya berhubungan dengan panggung, tetapi juga dengan kehidupan pribadi yang lebih dalam.
"Terima kasih, Manya," Sehyoon berkata, suaranya sedikit bergetar. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi setidaknya aku tahu aku tidak sendirian."
Manya tersenyum dan memberi pelukan hangat pada Sehyoon. "Selalu ada jalan. Kita akan melalui ini bersama."
Dan di luar jendela, dunia terus berputar, namun bagi Sehyoon, perjalanan baru saja dimulai.
Hari-hari setelah pengakuan Sehyoon kepada Manya terasa seperti berlarian cepat. Berita tentang kehamilannya, meskipun masih dalam rahasia, semakin membuatnya cemas. Setiap kali berdiri di depan kamera, dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyumnya. Rasa cemas itu semakin membesar setiap kali dia memikirkan bagaimana seharusnya mengungkapkan kabar ini kepada agensi, dan lebih jauh lagi, kepada penggemar yang selama ini setia mendukungnya.
Pagi itu, Sehyoon duduk di depan meja di ruang pribadinya, memandang cermin dengan raut wajah yang penuh pertimbangan. Hormon-hormon yang tidak hanya mempengaruhi tubuhnya, tetapi juga emosinya, semakin terasa. Ini adalah saat-saat di mana segala sesuatunya terasa lebih rumit daripada yang dia bayangkan.
Ponselnya bergetar, dan sejenak Sehyoon ragu untuk melihatnya. Tapi ketika dia melihat nama yang tertera, hatinya berdebar. Itu adalah pesan dari manajernya, yang sudah lama mengenal dia lebih dari sekadar seorang idola.
"Sehyoon, kita perlu bicara. Ada yang ingin aku diskusikan."
Dahi Sehyoon berkerut. Tentu saja, dia tahu itu adalah pembicaraan penting. Segera, dia meraih ponselnya dan membalas pesan itu.
"Tunggu sebentar, aku akan datang."
Setelah beberapa saat, dia berdiri dan mengenakan jaket, berusaha menenangkan diri. Langkah kakinya terdengar di lorong yang sepi. Saat tiba di ruang manajer, dia terkejut melihat wajah sang manajer yang tampak serius, namun tidak marah. Itu adalah ekspresi yang sulit untuk dibaca.
"Sehyoon, aku tahu kamu pasti sedang berpikir keras akhir-akhir ini," manajernya mulai. "Ada sesuatu yang kita perlu bicarakan, tentang langkah selanjutnya untuk grup. Kami sudah mendengar kabar dari beberapa orang terdekatmu."
Sehyoon menatapnya, cemas. "Apa maksudmu?"
"Kehamilanmu," jawab manajer dengan hati-hati, tetapi tetap tegas. "Kami tahu dan kami ingin mendengarnya darimu secara langsung."
Sehyoon merasakan perasaan campur aduk dalam dadanya. Tak ada yang lebih dia takutkan selain pengakuan ini. Mengungkapkan sesuatu yang begitu pribadi, yang bisa mengubah semuanya. Namun, dia tahu, tidak ada jalan lain selain berkata jujur.
"Aku hamil," Sehyoon akhirnya mengungkapkannya dengan suara yang lebih rendah dari biasanya. "Aku... aku takut ini akan memengaruhi segalanya."
Manajernya terdiam sejenak, mengamati ekspresi Sehyoon. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, dia akhirnya berkata dengan lembut, "Sehyoon, kamu bukan hanya seorang idola. Kami juga peduli dengan kehidupan pribadimu. Tapi kamu harus tahu, keputusan ini akan memengaruhi banyak hal. Kami akan mendukungmu, apapun yang terjadi. Tapi kita harus memikirkan apa yang terbaik untukmu, untuk grup, dan untuk penggemar."
Sehyoon menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, mana yang benar. Aku tidak ingin mengecewakan siapa pun."
Manajernya mendekat, dengan tatapan yang penuh empati. "Kehamilan ini adalah sesuatu yang sangat pribadi, Sehyoon. Tidak ada yang bisa memberi keputusan untukmu, kecuali dirimu sendiri. Tapi kamu harus tahu, kita akan melalui ini bersama. Keputusan apa pun yang kamu ambil, kami akan ada di belakangmu."
Sehyoon menunduk, merenung sejenak. Semua yang dia lakukan selama ini adalah untuk impiannya menjadi idola, untuk membawa kebahagiaan bagi penggemar dan rekan-rekannya. Namun, sekarang ada kehidupan baru yang tergantung padanya, dan dia harus menentukan arah yang benar. Seberapa banyak dia harus berkorban untuk menjaga keseimbangan antara peran sebagai seorang ibu dan seorang idola?
"Aku harus memberi tahu grup," katanya akhirnya, suara penuh tekad yang mulai muncul. "Aku tidak ingin merahasiakan ini lebih lama lagi. Aku ingin mereka tahu."
Manajernya mengangguk dengan penuh pengertian. "Itu adalah langkah yang tepat. Kapan pun kamu siap, kita akan mendukungmu."
Dengan langkah yang lebih pasti, Sehyoon kembali ke ruang latihan. Ketika dia membuka pintu dan melihat rekan-rekannya yang sedang bercanda dan bersiap untuk latihan berikutnya, hatinya semakin dipenuhi kekhawatiran. Bagaimana mereka akan merespon berita ini? Apakah mereka akan mengerti?
Saat dia berdiri di depan mereka, semua mata tertuju padanya, dan untuk pertama kalinya, Sehyoon merasa teramat cemas. Tetapi dia tahu, tidak ada lagi jalan mundur. Keputusan sudah diambil, dan kini dia hanya bisa berharap bahwa mereka akan menerima perubahan besar dalam hidupnya dengan cinta dan pengertian.
"Sahabat-sahabatku," Sehyoon memulai, suaranya sedikit gemetar, "Ada sesuatu yang ingin aku bagikan dengan kalian..."
Dan dengan itu, kisah baru dalam hidupnya dimulai.
Hari-hari setelah percakapan dengan manajernya berjalan dengan lambat. Sehyoon merasa terjebak dalam antara dua dunia—dunia di mana dia adalah seorang idola yang selalu tampil di atas panggung, dan dunia yang baru saja mulai terbentuk di dalam dirinya: dunia sebagai seorang ibu. Kehamilannya semakin nyata, dan rasa cemasnya pun semakin membesar.
Ketika pagi tiba, dan dia harus kembali ke ruang latihan untuk mempersiapkan pertunjukan berikutnya, hati Sehyoon kembali dipenuhi oleh kegelisahan. Selama beberapa hari terakhir, dia hanya berfokus pada pekerjaan, berusaha mengabaikan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. Namun, semakin lama dia menahan diri, semakin terasa berat beban yang ada di pundaknya.
“Apa aku bisa melakukan ini?” tanya Sehyoon dalam hati. “Apakah aku bisa terus menjadi idola dan ibu sekaligus?”
Sesampainya di ruang latihan, Sehyoon melihat anggota GreatLady lainnya sedang berbincang-bincang dan tertawa bersama. Manya, yang sepertinya sudah mengetahui tentang kehamilan Sehyoon, memberikan tatapan penuh dukungan. Namun, di luar itu, Sehyoon merasa semakin terasing dengan rasa cemas yang terus menghantui.
Pikirannya terganggu oleh kenyataan bahwa suatu saat nanti, mereka semua akan tahu. Meskipun dia telah membagikan cerita pribadinya kepada manajer dan Manya, itu tidak cukup untuk menghilangkan perasaan bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu dari orang-orang yang paling penting dalam hidupnya: rekan satu grupnya.
“Sehyoon, ayo kita mulai latihan!” teriak Park Seonmi, yang lebih akrab disapa Seonmi, dari ujung ruangan.
Sehyoon tersenyum dan mengangguk, meskipun hatinya masih penuh dengan pertanyaan. Namun, ia tahu bahwa dia harus tetap kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan di depan mereka. Seperti biasa, dia bergabung dengan rekan-rekannya dan memulai latihan koreografi yang penuh semangat. Namun, pikirannya terus mengembara.
Selama latihan, Sehyoon merasa setiap gerakan semakin terasa berat. Tubuhnya tidak bisa lagi menahan lelahnya, dan perutnya yang mulai membesar memberi tanda bahwa perubahan itu semakin dekat. Setiap kali dia melompat atau berputar dalam koreografi, dia merasa tubuhnya memberi sinyal untuk beristirahat.
“Aku tidak bisa terus berpura-pura,” gumamnya dalam hati.
Seusai latihan, Sehyoon mengajak anggota grup lainnya untuk berkumpul di ruang istirahat. Wajah mereka yang ceria dan penuh semangat membuat Sehyoon merasa semakin tertekan. Mungkin inilah saatnya untuk mengungkapkan semuanya.
Dengan napas yang dalam, dia mengangkat tangan, meminta perhatian. Semua mata tertuju padanya, dan suara riuh di ruangan itu pun mereda.
"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua," kata Sehyoon, suaranya agak terseok-seok. "Aku... hamil."
Sejenak, ruangan itu terasa hening. Semua anggota GreatLady saling bertukar pandang, mencoba memahami apa yang baru saja didengar. Sehyoon bisa merasakan ketegangan yang membekap udara. Meskipun dia sudah mempersiapkan diri untuk momen ini, tidak ada yang bisa sepenuhnya siap untuk menghadapi kenyataan seperti ini.
Kim Yunbi, yang duduk di dekatnya, adalah orang pertama yang berbicara. "Sehyoon... itu luar biasa," katanya dengan lembut, matanya berbinar. "Kenapa kamu tidak memberitahu kami lebih awal?"
Sehyoon menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang. "Aku takut, Yunbi. Aku takut kalian akan merasa cemas, atau aku akan mengecewakan kalian. Aku... aku tidak tahu bagaimana melanjutkan semua ini."
Jung Miran (Nira) yang biasanya ceria, kini menatapnya dengan serius. "Sehyoon, kami adalah keluargamu. Kehamilanmu bukan sesuatu yang bisa membuat kami menjauh. Kami akan mendukungmu. Jangan pernah merasa sendirian dalam hal ini."
Sehyoon terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata itu. Namun, seiring dengan mereka mulai memberi dukungan, perasaan cemasnya sedikit demi sedikit mulai mereda. Sehyoon menyadari bahwa meskipun dia takut akan reaksi mereka, kelompok ini adalah tempat yang aman. Mereka adalah teman-teman yang selalu ada untuknya, tak peduli apapun yang terjadi.
"Terima kasih," jawab Sehyoon dengan suara bergetar. "Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, tapi aku merasa jauh lebih ringan sekarang."
Kim Sehyoon menatap satu per satu wajah sahabatnya, dan dalam hati, dia merasa ada kekuatan baru yang muncul. Dia bisa menghadapinya. Kehamilan ini bukanlah akhir dari perjalanan idola yang ia impikan, melainkan sebuah awal dari perjalanan hidup yang baru. Satu langkah besar yang mengubah segalanya, namun memberikan kebahagiaan yang tak ternilai.
Dengan tatapan penuh keyakinan, Sehyoon mengangkat kepala, siap melangkah ke depan, dengan dukungan dari orang-orang terdekat yang mencintainya.
Setelah pengakuannya, suasana di ruang istirahat sedikit lebih tenang, meskipun semua orang masih tampak terkejut. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Sebagian besar anggota grup menatap Sehyoon dengan tatapan penuh perhatian dan empati. Mereka tidak terlihat bingung atau kecewa, melainkan memberikan ekspresi yang penuh pengertian, seolah mereka sudah tahu bahwa ini adalah momen yang berat bagi Sehyoon.
Kim Yoonhee, yang biasanya lebih pendiam, akhirnya membuka suara dengan lembut. "Sehyoon, kami tahu betapa besar tekanan yang kamu rasakan sekarang. Tetapi kita adalah keluarga, dan kita akan tetap berjalan bersama. Kehamilanmu tidak akan mengubah siapa kamu, atau siapa kita sebagai grup."
Kata-kata Yoonhee itu memberi Sehyoon semangat. Meskipun ada banyak ketakutan yang mengganggu pikirannya, ia merasa sedikit lebih lega mengetahui bahwa rekan-rekannya siap mendukungnya. Seiring dengan mereka yang mulai berbicara satu sama lain, Sehyoon merasa beban di pundaknya sedikit terangkat.
Manya, yang selalu memiliki naluri untuk menjaga teman-temannya, mendekat dengan senyuman lembut. "Sehyoon, kamu sudah seperti saudara bagi kami. Aku tahu ini bukan jalan yang mudah, tapi kita akan menghadapinya bersama. Kehamilanmu adalah kebahagiaan baru untuk kita semua."
Sehyoon terharu, dan untuk pertama kalinya sejak dia mengungkapkan rahasianya, ia merasa air mata yang menetes bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan yang baru ditemukan. "Terima kasih... kalian membuatku merasa lebih kuat."
Mereka semua mengelilinginya, memberikan pelukan hangat dan kata-kata semangat. Meskipun situasi ini sangat baru dan mengejutkan, suasana di ruangan itu terasa lebih seperti rumah. Mereka tidak hanya berbagi panggung dan impian, tetapi juga berbagi hidup dan perasaan.
Namun, Sehyoon tahu bahwa ini baru permulaan. Meskipun dukungan dari grup sangat berarti baginya, ada banyak hal lain yang perlu dipikirkan. Kabar kehamilannya masih harus sampai ke agensi dan penggemar. Keputusan itu tidak bisa ditunda lebih lama lagi.
Pagi berikutnya, setelah tidur yang cukup nyenyak meskipun penuh dengan mimpi tentang masa depan, Sehyoon kembali ke ruang latihan dengan tekad yang lebih kuat. Seperti biasa, dia mencoba fokus pada latihan, tetapi kali ini dia merasa ada sesuatu yang lebih besar yang menantinya di luar sana—keputusan besar tentang kariernya dan kehidupan yang baru akan dimulai.
Namun, saat latihan berlanjut, pikirannya tetap berputar tentang bagaimana menyampaikan kabar ini dengan cara yang tepat. Semua langkah yang telah ia tempuh menuju kesuksesan sebagai seorang idola kini harus bersinggungan dengan kenyataan bahwa dia akan menjadi seorang ibu.
"Bagaimana jika mereka kecewa?" tanya Sehyoon pada dirinya sendiri, meskipun dia tahu ini adalah bagian dari hidup yang harus diterimanya. Tetapi penggemar adalah bagian yang sangat besar dalam perjalanan kariernya. Mereka telah mendukungnya sejak awal, dan sekarang dia merasa bertanggung jawab untuk memberi tahu mereka tentang perubahan yang akan datang.
Setelah latihan, Sehyoon memutuskan untuk berbicara dengan manajernya lagi. Mereka bertemu di ruang pribadi agensi, dan Sehyoon dengan hati-hati menyampaikan rencananya.
"Aku berpikir untuk mengungkapkan kehamilanku kepada penggemar, manajer," kata Sehyoon dengan penuh ketegasan, meskipun sedikit cemas. "Aku tahu ini akan mengubah banyak hal, tapi aku tidak ingin menyembunyikannya lagi."
Manajernya menatapnya dengan serius, kemudian mengangguk. "Sehyoon, ini adalah langkah besar. Tetapi jika kamu merasa ini adalah saat yang tepat, aku akan mendukungmu. Kami akan membantu merencanakan bagaimana menyampaikan berita ini dengan cara yang terbaik."
Sehyoon menghela napas lega. "Aku khawatir penggemar akan kecewa atau merasa ditinggalkan. Mereka sudah banyak mendukungku, dan aku tidak ingin mereka merasa bahwa aku mengingkari janji."
Manajernya tersenyum dengan bijaksana. "Mereka akan mengerti, Sehyoon. Kamu adalah idola yang menginspirasi banyak orang, dan mereka ingin melihatmu bahagia. Ini adalah babak baru dalam hidupmu, dan mereka akan merasakannya denganmu. Kehamilanmu adalah berita bahagia, dan mereka akan mendukungmu."
Sehyoon mengangguk, merasakan sedikit ketenangan. Meskipun perjalanan ini masih panjang dan penuh ketidakpastian, dia merasa lebih siap menghadapi segala tantangan yang ada. Dia tahu bahwa meskipun perubahan ini mengubah hidupnya, dia tidak akan melakukannya sendirian.
Dengan tekad baru, Sehyoon mulai merencanakan cara untuk mengungkapkan kabar bahagia ini kepada penggemar. Meskipun tantangan masih ada di depan mata, dia siap menghadapinya—dengan cinta, dukungan, dan kekuatan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.