Hamparan ladang tebu yang menjadi sumber pendapatan warga didaerah lembah dan perbukitan.
Ribuan hektar tebu siap panen setiap pertengahan tahun,kembang tebu yang melambai-lambai tertiup angin menambah keindahan pemandangan disekitar ditambah perbukitan yang penuh dengan pohon cemara.
"Kira-kira rumah siapa yang bisa dikontrak selama panen berlangsung."Tanya Pak RT setempat.
"Ada beberapa rumah kosong didesa T."jelas Martono.
"Apa yang punya rumah mengijinkan?"tanya Pak RT lagi.
"Masih belum dapat informasinya Pak."kata Martono.
Sementara tinggal satu bulan lagi panen raya dimulai,sebelum semua daunnya mengering.
Martono dan dan temannya Ari berkunjung ke pemilik rumah kosong yang hendak disewa.
"Kulonuwun Pak Rahman."kata Martono mengucap permisi dalam bahasa Jawa.
"Masuk,Mas."jawab Pak Rahman yang ternyata sedang membuat lintingan rokok dari kertas garet dan tembakau.
"Maaf,mengganggu Pak,kami mau menyewa rumah kosong milik Bapak untuk ditempati para pegawai tebu."kata Martono.
"La yo monggo silahkan ditempati saja,tapi saya belum bersihkan tempatnya."jawab Pak Rahman.
"Biar kami nanti yang bersihkan Pak,dapat ijin saja kami sudah sangat senang."jawab Martono.
Karena negosiasi dengan pemilik rumah berjalan tanpa hambatan Martono dan dan Ari pamit karena harus menyelesaikan pekerjaan yang lain.
Beginilah kehidupan didesa yang jauh dari pusat kota,bila badan kuat dan mampu semua pekerjaan harus dilakukan.
Martono membuka warungnya,hari ini istri dan anaknya perempuannya pergi kepasar untuk belanja kebutuhan warung.
Dua orang pelangan datang untuk sekedar minum kopi.
"Mas,kopi hitam dua ya."pinta Ari.
"Iya Mas tapi masih nunggu ya airnya baru dimasak."jawab Martono.
"Apa istrimu juga akan berjualan saat musin panen Mas?"tanya Pardi.
"Belum tahu Mas Pardi."jawab Martono dengan mengaduk-aduk kopi.
"Yang pasti kamu harus terus awasi anak gadismu itu,jangan sampai kejadian setiap tahun selalu berulang-ulang."kata Ari.
"Adikmu juga Mas Ari."kata Pardi.
Ari hanya menganggukkan kepala,karena sebagai anak laki-laki tertua harus menjaga adiknya.
Karena tidak memiliki saudara ditempat lain,mungkin kalau ada sudah dititipkan ketempat saudara.
Istri Martono dan anak gadisnya pulang dari pasar dengan membawa banyak barang belanjaan.
Disinilah satu-satunya tempat membeli sayuran,tahu,tempe dan ikan asin.
Sesekali istrinya belanja ayam potong dan daging namun selalu sisa karena ekonomi didaerah ini hanya mampu makan tahu dan tempe.
"Nan,bawa ini kedapur terus kamu olah."pinta Ibu Murti.
"Iya bu."jawan Nanda.
"Pak'e,cepat panaskan minyaknya."suruh ibu Murti kepada Martono.
"Iyo buk."jawab Martono.
Setiap menjelang makan siang warung Martono selalu ramai didatangi warga yang ingin berbelanja.
Begitulah hari-hari terus berlalu hingga pada akhirnya masa panenpun tiba.
Kali ini dua truk menurunkan para pegawai kontrak yang siap memanen tebu.
Mereka berasal dari berbagai kalangan ada yang petani,peternak bahkan ada yang masih usia sekolah.
Dua rumah yang disewa Martono dan Ari belum bisa menampung para pekerja.
Akhirnya Ari berinisiatif meminjam tenda kedesa sebelah.
Tiga tenda sudah berdiri tepat berada dihalamam rumah Martono.
"Siapa yang mau tidur ditenda dalam cuaca malam yang dingin."tanya Martono.
"Kalau gak ada ya buat jualan istrimu Mas."jawab Ari.
Hari pertama panen sudah bisa mengirim beberapa truk tebu.
Warung Martono menambah dua orang buat membantu melayani para pembeli,sebenarnya Murti tidak ingin berjualan tahun ini namun karena permintaan para pekerja ya akhirnya jualan.
"Mbak nasi goreng sama teh hangat ya."pinta seseorang yang baru datang.
"Nggih Mas,sebentar jawab Murti.
Murti meminta kepada Nanda dan Alya melayani diwarung.
"Ini buat Bapak yang didepan."kata Murti kepada Nanda.
Nanda menghidangkan sepiring nasi goreng pesanan sibapak.
"Silahkan Pak."kata Nanda.
"Iya cah ayu,makasih."jawabnya.
Dari jauh nampak seorang pemuda berjalan kearah warung.
Ternyata dia adalah anak sibapak yang sedang makan.
"Bapak ini makan tidak ngajak-ngajak."kata si anak.
"La tadi ibumu marah sama bapak makanya bapak makan diluar."jawab Sibapak.
"Kamu mau makan juga?"tanya si bapak.
"Aku sudah makan Pak."jawab si anak.
"Terus kamu ngapain kesini?"tanya Sibapak.
"Nyari bapaklah."jawab sianak.
Anak laki-laki itu bernama Aldi,diantara yang lain Aldi paling bagus alis tampan.Memiliki perawakan yang tinggi dan gagah,tentunya karena dia adalah anak dari seorang mandor.
Aldi melihat kedalam warung dan menemukan makanan yang paling disukai.
"Mbak pisang gorengnya berapa?"tanya Aldi.
"Dua ribu dapat tiga Mas."jawab Nanda.
"Tolong dibungkus enam ya mbak."pinta Aldi.
"Iya,Mas."jawab Nanda.
Nanda membungkus pisang goreng dengan daun pisang,cara membungkusnya sangat cekatan dan rapi.
"Ini aja Mas?"tanya Nanda.
"Iya,nanti Bapak saya yang bayar."katanya.
Nanda tersenyum mengangguk melihat ekspresi Bapaknya.
Begitulah hari-hari kehidupan didesa,selama panen berlangsung warung Martono selalu mendapatkan berkahnya.
Aldi rajin berkunjung kewarung meski hanya sekedar minum kopi,dan satu alsannya karena ingin bertemu dengan Nanda.
"Nanda ini buat kamu."kata Aldi memberikan kembang tebu.
Nanda hanya tertawa melihatnya,harusnya Aldi memberikannya bunga mawar bukannya kembang,tebu.
"Harusnya bunga mawar Mas,masak pake kembang tebu."jawab Nanda.
"Disini tidak ada bunga mawar Nan."kata Aldi lagi.
Benar juga apa yang dibilang sama Aldi,mana ada mawar didaerah sini.
Ya benar satu-satu yang ada hanyalah kembang tebu.
Aldi mengajak Nanda bertemu diluar,namun Nanda sudah diperingatkan sama Bapak untuk tidak ikut-ikutan yang lain.
"Nduk,kamu jangan ikut-ikutan kawanmu pacaran sama pegawai-pegawai sewaan."jelas Bapak.
"Iya Pak,jawab Nanda.
"Bener lo."kata Bapak.
Nanda kembali terkenang dengan masa satu tahun lalu,pernah jatuh cinta dengan salah satu pegawai namum dia malah berkhianat pacaran sama teman Nanda.
Harusnya Nanda sudah menikah dengannya namun dia lebih memilih Tiur.
Sebelum masa panen berakhir Nanda memilih pergi kerumah neneknya dikampung sebelah.
Aldi masih sering kewarung namun tidak melihat Nanda didalam.
Sudah lebih dari sepuluh hari Aldi tidak bertemu Nanda,rasa gelisah terus membayangkan Nanda.
Berbekal modal nekad Aldi bicara kepada Bapaknya yang mandor.
"Pak,ijinkan aku melamar Nanda."pinta Aldi.
"Boleh,tapi kamu harus janji sama Bapak sama Ibu."jawab Bapak.
"Iya Pak."jawab Aldi.
Jannji Aldi kepada Bapak dan Ibu adalah kembali melanjutkan kuliahnya dan bekerja dengan ilmu dibidangnya.
Pak Ilyas bapaknya Aldi mengunjungi rumah Martono untuk melamar anaknya yang akan dinikahkan dengan Aldi.