Muna sedang berada dihalaman rumahnya, sore itu tanah di halaman sedikit lembab karena bekas hujan semalam.
Dan sinar matahari mulai redup tangannya cekatan memetik daun_daun singkong, yang berwarna hujau pekat dari kebun disekeliling rumahnya kecilnya dipenuhi tanaman_tanaman sayur rapi tertata seperti kebiasaan muna.
Dari kejauhan suara azan asar bergema, muna menghentikan sejenak kegiatannya. Menarik nafas dalam menghirup udara sore dikampung yang mulai sepi.
Angin semilir menyapu rambutnya yang tergerai lepas, dia menyingkirkan helai rambut yang menempel di dahi. Saat itu pula terdengar suara pengumuman dari masjid, lantang terdengar lewat speker yang menempel dimenara.
"Innalillahi wa inna illahi rojiun,kabar duka cita telah berpulang acil umi kepangkuan illahi. Semoga diampuni dosa_dosanya.. Bla bla bla..
Muna tertegun tubuhnya mendadak kaku pikirannya berhenti sejenak, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.
"Acil umi, orang itu itu baru saja bertemu denganku semalam.diwarng kecil diujung gang.. Ucap muna.
Muna masih mengingat dengan jelas senyuman acil umi saat dia membayar belanjaan yang dibelinya, tidak ada tanda_tanda sakit atau kelelahan acil umi saat itu.
Pikiran muna kacau tubuhnya sedikit gemetar, daun singkong yang sudah dikumpulkan ditangan jatuh berserakan ditanah. Suasana sore yang tenang berubah jadi mencekam, kakinya bergerak tanpa berpikir keluar dari kebun berjalan cepat menuju jalan utama.
Kampung mulai rameh dengan orang_orang yang mendengar kabar serupa, semua bergerak seolah tanpa aba_aba untuk menuju kerumah duka.
Sepanjang perjalanan muna memandang wajah_wajah yang kaget, mereka saling berbisik membicarakan apa yang membuat acil umi meninggal mendadak. Didepan acil umi suasana sudah rameh, mencari tempat yang sudah disiapkan sebagai ruang bergabung.
Pintu rumah terbuka lebar dan didalam tubuh acil umi terbujur kaku, tertutup kain panjang beberapa perempuan tua duduk disampingnya. Membacakan doa dengan suara pelan tangan mereka memegang yasin yang terbuka lebar..
Muna berdiri diambang pintu matanya menatap acil umi yang sudah tak bernyawa, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ada rasa sesak didada berat membuatnya seprti sulit bernafas, pikirannya kembali kemalam sebelumnya acil umi tampak sehat_sehat saja. bahkan mereka terus berbicara mengenai harga barang yang terus naik.
Salah satu tetangga menepuk pundaknya pelan.
"Muna, ikam kenapa? Yuk masuk suaranya lembut namun tegas, muna hanya menangguk. Tanpa kata ia Pun masuk duduk diantara yang lain, suara orang menangis kecil terdengar dari sudut rumah.
Tiba_tiba rasa dingin menyusup ketengkuknya bulir_bulir keringat dipelipis, nafasnya mulai berat tanpa disadari matanya tertuju kepojok ruangan kearah pintu dapur yang setengah terbuka.
Dari celah pintu seolah ada bayangan yang bergerak pelan, bayangan wanita dengan baju lusuh dengan langkah tertatih_tatih bayangan itu berjalan menuju tikar dimana acil umi berbaring. Muna mengedipkan mata berusaha meyakinkan apa yang dilihatnya, tubuhnya gemetar ia menelan ludah kering seseorang disampingnya menyentuh bahunya.
"Ikam gakada apa_apa? Yang juga tetangganya yang tadi menepuk pundaknya, muna menggeleng pandangannya terpaku pada bayangan yang ada didekat jasad acil umi. Tetangganya menoleh ketempat yang sama tapi tak bereaksi seperti muna.
Muna mengusap wajahnya, "Mungkin cuma perasaanku..gumamnya dalam hati lalu mengambil buku yasin dan ikut membacanya, tapi bayangan tadi terus saja mengganggunya sementara diluar suara azan magrib mulai terdengar. Menambah suasana senja yang semakin suram, muna menarik nafas dalam_dalam usaha menenangkan dirinya.
Beberapa saat kemudian dia memutuskan berdiri untuk keluar dari rumah duka, Malam mulai turun hawa dingin semakin terasa diluar warga terus berdatangan menambah sesak rumah yang sedang berduka.
Muna perlahan melangkah meninggalkan rumah duka yang penuh tanda tanya, dia penasaran ingin bertanya penyebab kematian tersebut pada acil umi tetapi mereka sedang sibuk semua.
*******
Muna tiba dirumahnya dengan benak heran, pikirannya masih saja dihantui kejadian yang ada dirumah acil umi. Bayangan sosok wanita mirip acil umi, yang muncul tadi juga tak kunjung hilang dari benaknya.
Begitu masuk rumah muna melihat suaminya sedang duduk diruang tamu, baru saja pulang dari pasar pria itu masih mengenakan kaos lusuh dan celana panjang hitam yang dipakai setiap hari saat berjualan tahu. Suaminya tengah membuka sepatunya perlahan wajahnya tampak letih, setiap kali pulang muna tau suaminya akan membawa cerita hati itu.
Entah itu baik ataupun buruk akan tetapi kali ini muna tidak tertarik menanyakan hal itu terlebih dulu, dia harus menceritakan apa yang barusan dialaminya.
"Ka..panggilnya pelan suara muna sedikit gemetar, suaminya menunjukan kekawatiran saat melihat espresi istrinya.
"Kenapa muna, ada apa? Muna berjalan mendekat duduk disamping suaminya diatas bangku panjang. Tanpa basa basi muna langsung menceritakan apa yang terjadi dirumah acil umi. Berita tentang kabar duka acil umi yang meninggal tiba_tiba, cerita tentang bayangan wanita misterius yang dilihatnya disudut ruangan.
Semakin muna bercerita semakin bulu kuduknya meremang lagi meskipun sudah berada didalam rumah, suaminya mendengarkan dengan tenang pria itu tidak bereaksi berlebihan. Hanya sesekali mengangguk dan memijat_mijat bahu istrinya pelan menandakan bahwa dia mendengarkan dengan seksama.
Setelah selsai bercerita suaminya angkat bicara.
"Muna kita kan gak pernah tau kapan umur kita habis, mungkin acil umi sudah waktunya soal bayangan yang ikam lihat itu. Mungkin karena ikam terlalu uyuh sampai berpikir yang macam_macam.. Muna menunduk masih gelisah.
"Tapi kak, tadi ulun bujuran malihat gak mungkin itu cuma hayalan ulun.. Suaminya tersenyum kecil mendengar penuturan istrinya, lalu mencoba menenangkan dia menarik istrinya. Dia membiarkan istrinya bersandar dibahunya..
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan, yang terpenting sekarang ayo kita doakan yang terbaik untuk acil umi. itu lebih penting daripada memikirkan hal_hal yang gak jelas, namanya hidup ya begini pan hari ini ada besok bisa sudah gakada lagi.
Muna terdiam lalu memejamkan matanya, kata_kata suaminya dapat menenangkannya suaminya itu selalu saja bisa membuat hatinya tenang walau sebenarnya muna masih saja kepikiran.
Beberapa saat setelah terdiam suaminya melangkah mengambil kantong kresek yang masih tergantung dimotor, lalu memberikannya pada muna.
"Ini uang hasil jualan hari ini besok bisa buat belanja lagi, ikam yang mengatur ya.
"Besok kalau gak capek ikut jualan kepasar ya, ikam pasti bosan dirumah terus.. Suaminya berhasil membuat suasana menjadi lebih ringan ia mengangguk pelan.
"Mau kak, besok ulun ikut ya.. Suaminya meraih tangan muna dia tersenyum senang.
"Sudah sana ambil makan ulun lapar..muna bergegas ke dapur yang ditemani oleh arul, dia tau kalau istrinya itu penakut.
*******
Keesokan harinya muna benar_benar ikut arul kepasar, saat tiba dipasar suasana sudah mulai ramai beberapa pedagang sudah mulai membuka lapak mereka. Muna melirik sekeliling pasar itu tidak banyak berubah, sejak terakhir dia ikut berdagang disana.
Muna mengenali beberapa wajah yang dulu ditemuinya, beberapa wajah tersenyum ramah menyambut kembalinya muna ketengah_tengah hiruk pikuk.
"Muna lama gak kelihatan? Sapa seorang pedagang sayur di sebelah nya, muna tersenyum tipis tidak terlalu ingin membicarakan alasan. Kenapa ia berhenti berjualan dua tahun yang lalu..
"Iya.. Jawabnya singkat sambil membantu arul membereskan tahu diatas meja dagang mereka, tangannya cekatan menyusun kotak_kotak berisikan tahu itu dengan rapi. Mereka berdua bekerja cepat tahu yang mereka jual menarik perhatian para pembeli terutama ibu_ibu yang datang lebih awal untuk berbelanja.
Ditengah kesibukan mereka terdengar suara yang tak asing, muna menengok kesumber suara acil inab yang berjualan ikan yang lapaknya tak jauh dari tempat mereka. Wanita tua itu sedang menatapnya dengan tatapan tajam wajahnya yang keriput tidak menyembunyikan sinime.
"Muna ikut jualan lagi?. Muna mengangguk sambil mencoba tersenyum, meski ada rasa tak nyaman dihatinya.
"Inggih cil.. Acil inab menyipitkan matanya memandang muna dari atas kebawah lalu tanpa basa basi ia melontarkan pertanyaan, yang membuat darah muna mendadak terasa dingin.
"Kamu masih bisa hamil lagi loh, sudah dua tahun sejak keguguran itu kan? Pertanyaan itu seperti cambukan diudara yang lembab, wajahnya menegang dadanya berdenyut sakit ia tidak pernah menyangka jika pertanyaan sepribadi itu dilontarkan ditempat terbuka seperti ini.
Arul yang mendengar pertanyaan itu segera menoleh tidak suka.
"Acil inab, ini dipasar.. Tapi acil inab seolah tak perduli ia hanya menyeringai kecil.
"Ahh cuma bertanya ini, biasanya kalau sudah keguguran dua kali susah buat hamil lagi kah? Hemm ya kasihan hai kalau sampai kagak bisa punya anak lagi, siapa yang akan menemani masa tua kalian nanti.. Ucap acil inab.
Kepala muna berdenyut ingin sekali rasanya membalas perkataannya itu akan tetapi, lidahnya terasa keluh dan juga terasa sakit dan terasa marah bercampur aduk tapi dia tidak ingin memperkeruh suasana.
"Sudah cil.. Kata arul dengan suara yang tegas.
"Jangan mencampuri urusan keluarga kami, biar kami yang mengurus.. Acil inab mengangak bahu tak terpengaruh dengan teguran arul, dia kembali ke lapaknya.
Muna menarik nafas panjang mencoba menenangkan hati yang masih bergejolak, arul berbalik menghadap muna tatapannya penuh dengan pengertian.
"Sudah ya jangan diambil hati, orang seperti acil inab itu memang suka bicara seenaknya. Muna mengangguk pelan meski rasa sakit itu masih tersisa, arul meraih tangannya mengenggam erat memberi sedikit kehangatan ditengah suasana pasar yang hiruk pikuk.
"Kita disini untuk mencari uang bukan untuk mendengar sindiran orang, ucap arul.
"Sudah pokus saja pada jualan kita ya, kada usah memikirkan yang lain muna tersenyum getir.
"Inggih bang.. Jawabnya.
Muna duduk dibelakang lapak mereka tatapannya kosong, meski tangannya terus bekerja tapi pikirannya kosong. Perutnya mual bukan karena lapar tapi karena perasaan sakit yang tertinggal atas ucapan pedas acil inab tadi, Walaupun arul sudah berusaha menghiburnya omongan pedas acil inab masih saja berbekas dalam hati muna.
Arul yang menyadari kondisi istrinya melirik ke gerobak pedagang rujak, yang tak jauh dari mereka dia tahu betul bahwa muna istrinya selalu suka rujak, terutama ketika ia sedang tidak nafsu makan.
Arul segera melangkah ke gerobak tukang rujak, mona tetap aja pokus membantu pembeli yang masih saja berdatangan.
Tak lama kemudian arul kembali dengan dua bungkus rujak, dia menyerahkan satu kepada muna. Melihat senyum kecil muncul diwajah istrinya..
"Ayo makan dulu.. Kata arul sambil menbuka bungkusan rujaknya sendiri, muna mengambil bungkusan rujak yang diberikan kepadanya. Akan tetapi sebelum menyentuh rujak itu tatapannya beralih ke gerobak acil inab, wanita tua itu masih sibuk melayani pembeli.
Seolah takada yang terjadi sebelumnya, muna menatap acil inab lalu membawa satu rujak yang belum dibukannya. Arul menatapnya bingung tapi dia tidak mencegahnya, muna berjalan mendekati lapak acil inab.
Pedagang itu melihatnya datang raut mukanya tampak dingin, tapi muna tidak perduli setibanya disana muna langsung menyodorkan rujak itu ke acil inab.
"Cil ini rujak Tadi kak arul yang membelinya, acil inab memandang bungkusan itu penuh curiga seolah tak percaya muna mau memberikan rujak kepadanya setelah perdebatan tadi pagi.
"Hemm.. Gumam acil inab sambil menerima bungkusan rujak itu, kemudian membuka bungkusan tersebut lalu mulai memakannya perlahan.
Dagang arul dan muna sudah ludes, mereka bersiap membereskan barang dagannya namun tiba_tiba suasana menjadi riuh terlihat acil inab terhuyung sambil memegangi perutnya.
Orang_orang berteriak semua berkumpul dilapak acil inab mereka penasaran apa yang terjadi, muna ikut berlari mendekat dengan nafas memburu begitu sampai disana ia melihat acil inab tubuhnya menggigil. Tangan kirinya memegangi perutnya sementara tangan kanannya menekan nekan mulutnya wajahnya pucat.
Sebelum ada yang berbuat apa_apa dia tiba_tiba tersungkur ketanah.
"Haii kenapa si din.. Teriak ibu_ibu yang berada didekatnya.
Acil inab membuka mulutnya darah segar keluar dari mulutnya orang_orang yang tadinya sibuk berbelanja kini semua terpokus pada keadaan acil inab, muna menyaksikan darah yang menggenangi tanah dibawahnya.
"Apa yang terjadi? Gumam muna suaranya hampir tak terdengar, arul yang berada disebelahnya segera maju.
"Panggil bantuan.. Panggil bantuan.. Teriaknya ia segera berjongkok disebelah acil inab, dia mencoba membuatnya duduk namun tidak bisa. Muna gemeteran dia terus berpikir apa yang terjadi apakah ada hubungannya dengan rujak, tidak mungkin itu hanya rujak gak mungkin sampai mengeluarkan darah.
Arul mengajak muna pulang disepanjang jalan mereka hanya diam, muna terus saja kepikiran tentang acil inab tangannya gemetaran. Arul meletakan tasnya di atas meja lalu duduk disamping muna yang masih gemetar dan tangannya saling menaut.
"Ikam masih memikirkan acil inab? Muna menghela nafas panjang sebelum menjawab.
"Ulun kagak bisa habis pikir, kenapa acil inab muntah darah setelah makan rujak yang kuberikan kak. Arul menghela nafas. Lalu dia duduk disamping muna ia meletakan tangannya dibahu muna, dan menggengam tangannya erat.
"Muna, muna aku tadi makan rujak yang sama tapi tidak ada masalah kan? Sudahlah kamu itu terlalu banyak berpikir..
"Tapi kak..
"Cukup muna ini kebetulan, mungkin sidin sudah lama sakit.
"Tapi jika karena rujak yang kuberikan tadi.. Muna keras kepala.
"Astaga muna, ini lain gara_gara ikam.. Apa yang terjadi pada acil inab bukan karena ikam. Muna menghela nafas berat ada bayangan yang menghantui dirinya dia berjalan kearah jendela berharap ada angin yang mentegarkan dirinya.
"Ulun ketakutan kak.. Arul berjalan berdiri dibelakangnya memberikan kenyamanan.
"Sebaiknya ikam banyak_banyak berdoa supaya acil inab tidak kenapa_kenapa. Muna diam beberapa saat dia tau suaminya benar. Malam itu muna berbaring ditempat tidur suaminya sudah terlelap tidur Akan tetapi muna tidak bisa memejamkan matanya, dia berharap pagi segera datang dan mendengar kabar baik tentang acil inab.
Pagi pun datang arul sudah bersiap hendak berangkat kepasar namun muna yang masih terguncang, muna memilih duduk diruang tamu dia memandangi lantai tiap kali melihat lantai terbayang lagi darah yang keluar dari mulutnya.
Saat mereka sampai dipasar suasana masih sama seperti hari kemarin, hiruk pikuk para penjual yang saling teriak memanggil pembeli hanya saja ada yang berbeda. Acil inab tudak terlihat dilapak miliknya muna melihat lapak miliknya.
"Acil inab masih dirawat dirumah sakit, seolah mengerti apa yang ada dipikiran muna.. Menjelang siang dagangan sudah hampir habis.
"Lihat muna dagangan kita hampir habis, ucap arul pada istrinya. Disaat mereka mau membereskan dagangannya, tiba_tiba seorang perempuan dengan tergesa dan nafas tersengal.
"Acil inab meninggal, membuat pasar seketika heboh yang mendengar berita itu langsung berkumpul mencoba mencari tahu lebih lanjut.
Muna merasakan jantungnya seakan berhenti seketika, tangan yang sedang membereskan tahu gemetar dengan hebat dia menatap arul tetapi suaminya juga terdiam. Terkejut kala mendengar kabar itu..
"Meninggal? Tanya muna suaranya hampir tak terdengar, wanita yang membawa kabar itu mendekat masih dengan nafas yang terputus_putus.
"Iya barusan ada kabar dari rumah sakit, acil inab sudah tak sanggup lagi ia meninggal tadi siang. Muna membeku ditempat pikirannya langsung dipenuhi berbagai bayangan..
Acil inab yang muntah darah, sindiran_sindiran darinya semuanya berkelebat dibenaknya.
Sesampainya dirumah arul meletakan motor ditempat biasa, kemudian muna duduk dibangku kayu yang biasa duduki. Arul mendekati istrinya.
"Muna acil inab itu memang sudah waktunya meninggal dunia, dan itu tidak ada hubungannya dengan kita.. kata Arul mencoba menenangkan. Muna masih terdiam dia tidak bisa melepaskan rasa bersalah yang terus menghantuinya.
"Muna sudah jangan terlalu dipikirkan hal_hal seperti ini.. Katanya tegas.
"Acil umi itu mungkin sudah sakit sedari lama, kita saja yang tidak tau apa yang terjadi. Muna menunduk masih memahami apa yang terjadi.
"Tapi kak kejadiannya seperti acil inab, hah..
Ada sesuatu yang terasa janggal terlalu banyak kebetulan, yang membuatnya semakin curiga arul yang duduk disampingnya Menyulut rokok. Wajahnya keras seperti sedang menyembunyikan sesuatu..
"Kak.. Suara muna lirih
"Pian pasti tau sesuatu loh.. Tanya muna, arul menghela nafas panjang dia mematikan rokoknya arul tau muna tak akan pernah berhenti sebelum mendapat jawaban yang tepat.
"Ada apa sebenarnya kak, muna mendesak suaranya tinggi..apa pian tau tentang kematian acil inab dan acil umi..
"Kak tolong jawab apa pian yang sudah membuat mereka meninggal?
Akhirnya arul mengangkat wajahnya.
"Iya muna aku yang sudah mencelakakan mereka.. Muna terkejut tatkala mendengar jawaban dari suaminya.
"Apaaa, kenapa kak kenapa melakukan itu ..
"Aku punya racun muna, racun yang diwariskan dari datukku dan racun itu bisa membunuh orang pelan_pelan cukup dioleskan ke piring, atau dusentuhkan ke kulit maka mereka akan muntah darah dan seluruh organ tubuh akan busuk. Sama seperti yang terjadi pada acil inab dan acil umi.. Muna tertegun suaminya yang selama ini dikenal sebagai pria sederhana ternyata menyimpan rahasia yang mengerikan.
"Kenapa kak? Kenapa? Muna tak bisa menyembunyikan tangisnya lagi "kenapa pian memakai racun itu? Arul menunduk suaranya serak saat menjawab.
"Aku tidak punya pilihan lain muna racun itu meminta tumbal setiap tahunnya, kalau aku tidak memberinya tumbal maka kita berdualah yang akan kena racunnya. kita akan mati dengan cara menyakitkan seperti mereka..
Muna menggigil antara marah dan takut.
"Tapi kenapa mereka kak, kenapa acil inab dan acil umi. Arul menatap istrinya dengan tatapan yang dingin tapi penuh cinta.
"Karena mereka sudah menyakiti ikam, aku tidak tahan melihat ikam terus_terusan dihina.. Muna tersentak kala mendengar jawaban dari suaminya.