Rasa gugup yang menderu menghampiri ku begitu saja ketika aku membuka pintu rumah dengan pelan berharap tidak ada ayah yang akan menanyai berapa nilai yang ku dapat hari ini.
Sepertinya tuhan tidak berpihak pada ku, baru saja aku ingin membuka pintu kamarku ayah sudah langsung memanggil ku dari belakang.
"Mana hasil nilai kamu hari ini?" aku tidak bisa membantah perkataan ayah dengan ragu aku berikan selembar kertas dan dua buku.
Ayah menghela nafasnya ketika membuka buku ku selanjutnya, "kenapa ada yang 85? ayah sudah bilang ke kamu arabella Algasra dapatkan nilai diatas 90." tekan ayah padaku.
Rasanya ingin menangis tapi percuma karena ayah pasti akan memandang ku lemah, aku hanya tertunduk mendengar semua amarah yang ayah berikan padaku.
"masuk kamar, jawab ulang soal yang salah kalo sudah temui ayah." ayah berlalu begitu saja setelah mengatakan itu.
Aku masuk kekamar sebelum mengerjakan apa yang diberikan ayah aku lebih dulu mandi lalu mengerjakan tugas yang tadi ayah suruh, aku lapar karena seharian ini aku belum makan apapun tapi jika aku belum menyelesaikan ini ayah akan semakin marah padaku.
Beberapa menit berlalu aku sudah selesai mengerjakan nya, aku keluar kamar ku untuk mencari keberadaan ayah yang rupanya sedang bercanda gurau dengan kak Aluna kakak perempuan ku.
Aku mencoba untuk menghampiri ayah dan memberikan tugas ku tadi, "ayah Ara sudah selesai mengerjakan nya." ku berikan buku itu pada ayah untuk ayah lihat.
"apa ini, kamu memang bodoh atau gimana Ara?!" aku terkejut ketika ayah menaikan nada bicaranya pada ku.
"kerjakan lagi sampai tidak ada salah satupun, kamu ngga boleh makan sampai semua ini benar." Apa yang salah kenapa ayah setega ini? kemana ayah yang dulu, ayah yang hangat dan tidak pernah marah ketika putri nya melakukan kesalahan.
"Ayah jangan terus-terusan memarahi ara." ucap kak aluna yang berjalan menghampiri ku.
"Jangan membela nya aluna." ucap ayah dengan datar tanpa mau melihat kearah ku.
Aku segera masuk kembali kekamarku dan mengerjakan nya ulang, aku terus mengerjakan nya sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan jam makan malam dan aku baru selesai.
Ada rasa takut ketika aku berjalan menghampiri ayah yang sedang makan di meja makan, aku menghela nafas terlebih dahulu berharap ayah tidak akan menyuruh ku untuk mengulang nya kembali.
"Ayah ini, aku sudah selesai mengerjakan nya. Ayah kalau itu masih ada salah boleh tidak ara mengerjakan nya nanti, ara lapar ayah ara belum makan apapun dari siang tadi." Aku mengucapkan nya dengan terbata-bata dan memohon agar ayah mau mengiyakan kata ku.
"Ya kamu boleh makan." Aku langsung tersenyum mendengar penuturan ayah, aku lekas duduk disamping kak aluna yang juga melemparkan senyum padaku.
Setelah selesai makan aku membereskan piring-piring kotor dan akan mencucinya, kak Aluna menghampiri ku menawarkan diri untuk membantu ku.
"senang tidak?" tanya kak aluna pada ku dan tentu saja aku menjawabnya dengan penuh semangat.
setelah selesai mencuci piring aku pamit pada kak aluna untuk pergi kekamar ku dan kak aluna juga pergi ke kamarnya.
Ku buka pintu kamar dan aku duduk ditepi kasurku, aku membuka laci meja belajar ku dan mengambil satu foto yang menampilkan Seseorang yang sangat cantik ya dia ibu ku yang meninggal karena melahirkan ku dan itu juga penyebab ayah bersikap berbeda padaku.
Ayah bilang aku harus seperti ibu, wanita yang cantik, pintar, dan tangguh tapi ayah selalu melihatku lemah padahal aku juga ingin seperti ibu.
Ku baringkan tubuh ku pada kasur agar membawaku pada mimpi yang selalu mempertemukan ku dengan ibu..
***
Ara memasuki kelasnya yang masih sunyi, dia duduk di dekat jendela agar bisa melihat kearah luar jendela jika pikirannya sedang berisik.
Kali ini jam pelajaran di ikuti dengan tenang dan tanpa ada bising yang terdengar dikelas nya, sampai jam pelajaran berakhir mereka semua keluar kelas dengan disiplin karena memang sudah aturan sekolah yang berlaku.
Hari ini dia menyempatkan diri untuk pergi ke makam ibu nya, sebelum itu dia terlebih dahulu membeli bunga kesukaan ibunya.
Dia berjalan menuju makam ibunya dengan sebuket bunga yang tadi dia beli, dia melihat ayahnya yang sedang mengusap nisan ibu nya ketika ayahnya sudah pergi dia segera menuju makam ibunya.
"Halo ibu, tadi habis bertemu ayah ya bu, ibu lihat ayah masih mengingat bunga kesukaan ibu dan karena aku sering melihat ayah membawa bunga ini jadi aku membawakan nya juga untuk ibu."
"ibu jangan marah pada ayah ya bu, walau sikap ayah ke ara sangat cuek ayah tetap mengajari ara belajar supaya ara pintar seperti ibu hehehe." Ara menaruh buket bunga itu dimakam ibu nya sebelum pamit untuk pulang.
Ara berjalan keluar area pemakaman, dia bertemu ayahnya yang ternyata belum pulang dan sedari tadi melihatnya dari kejauhan.
"eh ayah belum pulang ya, maaf yah ara tidak bilang mau ke makam ibu." ucapnya sambil menundukkan kepalanya takut-takut jika ayahnya akan memarahi nya karena tidak meminta izin dahulu.
"masuk mobil." perintah ayah, ara masuk kedalam mobil dan duduk di samping ayahnya. Tidak ada pembicaraan yang terucap keduanya kalut dengan pikiran mereka masing-masing, Ayah memarkirkan mobilnya ke dalam garasi dan ara turun dari mobil segera masuk ke dalam kamarnya untuk mengerjakan PR yang diberikan guru nya.
Ayah masuk kedalam kamar Ara dan meletakkan satu buku yang lumayan tabel.
"Baca itu, sebentar lagi ulangan bukan?" Ara mengangguk dan membuka buku itu untuk melihat isinya.
"Selesaikan tugas nya dulu baru baca buku itu." Ayah berjalan keluar dari kamarnya.
Ara melanjutkan kembali aktivitas nya dan setelah selesai dia mengambil buku yang telah ayahnya berikan, dia membaca sebentar sebelum akhirnya malah tertidur dengan buku yang masih terbuka.
Hari menunjukkan waktu malam dan dia baru saja bangun dari tidurnya, dia meregangkan otot-otot nya lalu berjalan ke kamar mandi karena sedari pulang dia belum mandi.
Ara keluar dari kamarnya ketika sudah selesai mandi, dia menghampiri kakak nya Aluna yang sedang duduk di ruang tamu sendirian.
"Ayah mana kak?" Ara duduk disamping kakak nya.
"Sedang ada urusan katanya." mendengar jawaban kakak nya ara hanya ber-oh saja karena dia tau urusan yang dimaksud kakak nya.
Mereka menonton tv bersama suara tawa mereka menghiasi ruang tamu itu, Ara memang sangat jarang dibolehkan menonton tv oleh ayahnya katanya hanya membuang waktu belajarnya saja, Ara tentu tidak bisa melawan kata ayahnya dia hanya bisa menuruti apa yang ayahnya katakan.
Suara mobil datang dari luar terdengar ara harus segera kembali kekamarnya sebelum ayah melihatnya disini, "Ara kekamar ya kak."
"Kamu takut dengan ayah ya, yasudah cepat gih sebelum ayah melihat ara."
Ara bergegas menuju kamarnya, dia memutuskan untuk kembali membaca buku yang sangat tebal itu.
"Aish kepalaku sakit jika harus membaca buku setebal ini." gumam nya.
Pukul 22.05
Ara memutuskan untuk tidur saja karena memang jam sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam.
***
Malam berlalu, gelap berganti terang kembali ara bangun dari tidurnya dengan muka pucat.
baru saja dia ingin berjalan menuju kamar mandi dia malah terjatuh, Ara memutuskan untuk kembali ke kasurnya saja sepertinya hari ini dia tidak bisa berangkat ke sekolah.
Ayah membuka pintu kamar nya dengan agak kencang dan disusul masuk dengan kak aluna yang tampak khawatir.
"Ara bangun! kenapa masih tidur, cepat bangun!!" Ara mengeluh sakit ketika ayah menarik tangannya dengan paksa.
"Ayah kayaknya Ara lagi sakit, jangan dipaksa yah." kak Aluna menghampiri ku dan duduk di sampingku sembari meletakkan tangannya di dahiku.
Ayah berdecak kesal, "menyusahkan, Aluna cepat berangkat."
"ga mau, aluna mau jaga ara."
"yasudah nanti kamu ayah izinkan sakit saja."
Baru saja Ara ingin mengatakan sesuatu ayahnya malah langsung berlalu begitu saja.
Aluna menjaga ara dengan mengompreskan kepalanya, menyuapi ara makan walau sempat menolak tapi tetap saja aluna akan memaksa adiknya untuk makan sampai ara mau membuka mulutnya.
"Hanya kak aluna yang di izinkan ayah kenapa Ara ngga di izinin juga." Aluna menatap sendu pada ara, sungguh dia juga tidak paham kenapa ayah mereka terkadang bisa bersikap peduli pada ara dan terkadang juga bisa tidak peduli.
"Ara istirahat saja dulu, nanti kaka bangunkan kalau sudah jam makan siang." ucap Aluna sembari menampilkan senyuman nya pada ara.
"Ara ngga ngantuk, Ara mau ketaman belakang duduk di sana." Aluna juga sepertinya nampak bersemangat ketika ara ingin pergi ketaman.
Aluna mengikuti ara dari belakang, mereka duduk di ayunan yang memang sudah ada disana dari lama.
Taman ini ibu mereka yang meminta di buatkan agar bisa melepas penat dan menenangkan pikiran.
Mereka berdua terdiam dengan pikirannya masing-masing, Aluna yang tiba-tiba teringat ketika sedang bermain dengan ibu ditaman ini dan ara yang membayangkan betapa serunya bisa bermain dengan ibu disini.
Mereka tidak sadar ayah mereka memperhatikan mereka dari jauh, sebenarnya dia berniat hanya untuk mengambil barang yang tertinggal namun ketika melihat kamar ara kosong dia segera menuju taman ini.
Sedikit rasa pedih memenuhi hatinya dia tau jika mereka tengah membayangkan ibunya.
Dia segera kembali kekantor karena sedang ada urusan penting yang harus dia kerjakan.
Ara dan Aluna, mereka masih kalut dengan isi pikiran mereka.
"pasti seru ya kak bisa bermain dengan ibu?" tanya Ara dengan nada yang sedikit bergetar karena menahan tangisnya.
"euhm seru sangat-sangat seru, ibu selalu berusaha membagi waktu ibu untuk bermain dengan anaknya."
"aku iri dengan kaka."
Aluna yang mendengarnya berusaha untuk tertawa walau sebenarnya dia ingin menangis.
"ishh Kaka malah tertawa."
"maaf ya, kaka cuman gamau kamu sedih." ucap kak aluna sembari mengusap rambut ara dengan pelan.
"Ayo kembali kekamar, kaka mau tidur." Aluna berdiri dan menarik tangan adiknya pelan untuk pergi kekamar.
"Bobo manis ya adikku, kaka kekamar dulu." setelah mengatakan itu aluna langsung pergi kekamar nya untuk tidur.
Ara hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kakaknya itu.
Dia juga akan pergi tidur karena matanya sudah mengantuk berat karena obat yang dia minum beberapa menit yang lalu.
***
Ara membuka matanya dia melihat kearah jam ternyata makan siang sudah lewat, Aluna membuka pintu kamar adiknya dengan membawa beberapa makanan untuk adiknya.
"Mau kaka suapin atau suap sendiri?" tanya aluna pada ara, Ara memutuskan untuk menyuap sendiri makanannya toh yang sakit bukan tangannya jadi dia memilih untuk makan sendiri.
"Kaka sudah makan?" tanya ara dan Aluna menjawab dengan mengangguk.
"kaka tinggal ya." ara mengangguk, aluna mengusap rambut adiknya dan berlalu pergi.
Ara menghabiskan makanannya dengan cepat tanpa tersisa apapun.
Seseorang mengetuk dibalik pintu, tumben sekali ada yang mengetuk biasanya langsung masuk, pikir ara.
Ara menyuruh orang itu untuk masuk dan ternyata itu adalah ayahnya, ara sedikit kebingungan kenapa tiba-tiba saja ayahnya mengetuk pintu dahulu dan membawa banyak sekali barang.
"Ini buat ara." ayah memberikan satu bingkisan yang berisi boneka Teddy bear yang selama ini ingin dia beli.
Rasanya sedikit ragu untuk Ara mengambil nya pasalnya tidak ada angin, tidak ada hujan ayahnya memberi nya hadiah yang tidak pernah dia terima dari ayahnya.
"ambillah, ini dari ayah... maaf jika sikap ayah membebani kamu selama ini." Ayolah sekarang Ara benar-benar tambah bingung ada apa dengan ayahnya, ara mengambil boneka itu dengan ragu dan mengucapkan terima kasih pada ayahnya.
"kenapa ayah tiba-tiba memberikan ara hadiah?" tanya ara dengan ragu pada ayahnya.
"ayah minta maaf atas sikap ayah selama ini ke ara, ayah terlalu menuntut ara untuk sempurna, untuk menjadi seperti ibu." ayah duduk disamping ara dan sesekali mengusap surai rambut anaknya dengan lembut.
"ayah ngga salah, ara suka seperti ibu, Ara mau menjadi wanita cantik, baik, pintar seperti ibu." Ara mengucapkan nya dengan penuh bahagia sangat bahagia, berharap ini bukan sekedar mimpinya.
Dia tidak pernah menyalahkan ayahnya atas sikap ayah yang selalu memperlakukan nya berbeda dengan kakak nya, ara menganggap sikap ayah seperti itu karena ayah merindukan ibu maka nya dia mau ara memiliki watak yang sama seperti ibu.
Ara memeluk ayahnya yang sepertinya akan menangis, dia berusaha menenangkan ayahnya.
"Aish kemana ayah ara yang selalu cool itu."
"sudah ayah tidak menangis lagi, kamu minum obat setelah makan ya."
"iyaa boss." ayah terkekeh pelan mendengar panggilan dari ara dan pergi membawa piring bekas makan ara kedapur untuk dicuci.
Ara memeluk erat boneka yang diberikan ayahnya.
***
Pagi ini rumah yang penghuninya jarang berbicara satu sama lain sekarang tengah asik dengan obrolan ringan yang mereka buat, canda tawa mereka seolah menghapus ingatan mereka tentang yang pernah terjadi didalam rumah ini.
Ara hanya berharap keluarga mereka selalu seperti ini meski tidak ada ibu disini.
.
.
.
.
Langkah demi langkah ditapaki nya diatas pasir pantai ara berlari menuju laut yang luas itu, aluna mengikuti nya dari belakang dan memotret ara tanpa sepengetahuan nya.
Ayah melihat kearah anak-anak nya yang sedang asik bermain, Aditiya Permana ayah yang dulu nya selalu bersikap dingin pada putrinya Arabella Algasra kini menatap anaknya dengan senyum bahagia yang tak pernah dia perlihatkan pada siapapun.
Perihal memaafkan itu gampang tinggal kamu bilang kamu sudah memaafkannya saja tapi melupakannya yang membuat susah, dan sedikit susah untuk sembuh dari semua itu.
Hari-hari berlalu dengan tenang dan penuh bahagia, hari ini ayah bilang dia akan berangkat ke luar kota untuk urusan pekerjaan nya, semoga ayah sampai dengan selamat.
Kali ini hanya ada Ara dan Aluna, mereka sedang berada di kamarnya masing-masing dengan tugas yang mereka kerjakan dikarenakan sebentar lagi mereka akan ujian jadi mereka tidak bisa bermain-main saja seperti anak-anak yang lain.
Ara sedang bergulat dengan bukunya mendapatkan telpon dari ayahnya dia segera mengangkatnya.
"Ayahh, ayah kapan pulang?" tanya ara pada ayahnya dibalik telpon.
"Minggu depan ayah pulang, putri ayah mau dibawa kan apa?"
Ara berpikir terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari ayahnya.
"ayah pulang dengan selamat." ayah mendengarkan penuturan ara dengan tersenyum.
"pasti ayah pasti pulang, belajar yang rajin dan jangan tidur larut malam tuan putri ayah.." Mereka mengakhiri telpon setelah selesai mengobrol.
Ara kembali melanjutkan pelajaran nya dengan tenang.
berbanding terbalik dengan aluna yang belajar sambil mendengarkan lagu alhasil membuatnya juga ikut bernyanyi, sungguh lagu yang disetel oleh aluna sampai masuk kekamar ara dan membuat Ara terganggu dengan lagu kakaknya itu.
Tapi walau begitu ara tetap berusaha fokus dengan buku-buku nya tanpa memperdulikan yang kakaknya lakukan.
Setelah selesai belajar mereka menghabiskan waktunya dengan menonton tv bersama dan memakan beberapa cemilan yang sudah mereka beli.
"Kak, kaka punya pacar ya?" Aluna menatap adiknya dengan kaget.
"gausah takut lah kah wajar kok kaka punya pacar diusia segini." jawab Ara dengan mata yang masih menatap kearah tv.
"Sibocah, tau darimana kaka punya pacar?"
"aku liat kaka kekantin bareng cowo." jawab ara dengan santai.
"ohh, udah malem mending kamu tidur ra." ara mengangguk dan pergi kekamar nya meninggalkan Aluna yang masih menonton disana.
***
Hari ini mereka akan melaksanakan ujiannya, ujian dilaksanakan dengan cukup baik tanpa kendala apapun ara dan Aluna mengerjakan soalnya tanpa mengeluh susah.
Ayah mereka? ayah mereka tidak jadi pulang hari ini dikarenakan ada masalah yang terjadi disana, jadi kemungkinan satu Minggu lagi baru akan pulang.
Sekolah telah selesai untuk hari ini, mereka akan langsung pulang kerumah dan kembali belajar untuk menghadapi ujian besok.
Ara masuk kekamar nya dan merebahkan tubuhnya pada kasur, dia menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan apa yang sedang ayahnya lakukan disana sebenarnya dia ingin menelepon ayahnya lebih dulu tapi dia takut menganggu ayahnya yang sedang berkerja dia lebih baik menunggu sampai ayahnya lah yang lebih dulu menelpon nya.
"lebih baik aku mandi aja deh." ucapnya dan mengambil handuk yang terletak tak jauh dari kasurnya.
Selesai mandi dia duduk lalu mengambil hpnya untuk mengecek apakah ayahnya ada menelpon nya tapi sayangnya tak ada satu pun pesan atau telpon yang masuk.
Dia kembali meletakkan hpnya dan duduk di kursi nya untuk belajar, baru saja ingin membuka buku nya Aluna datang dengan pakaian yang rapi dan wangi, sepertinya kakak nya akan pergi dengan gebetan nya.
"jaga rumah ya kakak mau pergi, Kaka juga udah siapin makanan buat kamu tinggal panasin aja." Ara mengangguk sebagai tanda jawaban, dan aluna kembali menutup pintu kamar adiknya.
Ara menghela nafas entah kenapa dia mengkhawatirkan ayahnya padahal dia yakin jika ayah mereka akan baik-baik saja.
Ara meraih kembali hp nya mencoba untuk memberanikan diri sekedar mengirim pesan pada ayahnya, perasaan ara melega ketika ayahnya membalas pesannya.
Ara keluar kamarnya untuk mengambil makanan sebagai teman nya belajar.
Ara terfokus pada kertas yang ditempelkan kakaknya dikulkas, dia mengambil kertas itu dan membacanya
'harus dimakan! awas tidak dimakan, kakak adukan pada ayah ketika ayah pulang nanti!'
"harusnya aku yang aduin Kaka ninggalin aku sendirian."
Ara kembali kekamarnya dengan membawa beberapa makanan yang telah kakak nya buat, dia makan dengan tenang sambil membaca buku-buku nya.
Setelah selesai menghabiskan makanannya dia kembali kedapur dan mencuci piring kotor bekasnya tadi, ara tidak langsung kembali kekamar dia akan pergi ketaman dibelakang rumahnya sambil menikmati udara disana.
Ada beberapa tanaman yang terlihat layu jadi dia berniat menyiram tanaman itu dan tanaman yang lain, beres menyiram tanaman dia berjongkok dan mengelus bunga-bunga yang mekar disana.
"Mekar dengan baik ya bunga-bunga." dia tersenyum dan kembali kekamarnya.
Ara kembali kekamar dan langsung duduk membaca buku nya.
Ara membaca buku nya dengan sangat fokus bahkan dia tidak tau kalau kakak nya sudah pulang.
Dia mengangkat telponnya dan melihat nama yang tertera rupanya ayah yang menelpon, "Ayah kapan pulang? Ara sudah kangen."
mendengar jawaban ayahnya dia menjadi menampilkan senyuman manis nya.
"sungguh? ayah akan pulang besok?" dari seberang ayahnya bisa membayangkan betapa bahagianya raut wajah putrinya ketika mendengar dia akan pulang lebih cepat.
"Ayah tutup ya, tunggu ayah besok nak." Ara mengiyakan dan menutup telponnya dengan ayahnya.
Dia kembali lagi melanjutkan belajar nya tapi kali ini dengan perasaan senang.
***
Paginya Ara datang kesekolah dengan perasaan senang dia tidak sabar setelah pulang nanti akan menjemput ayahnya dibandara, Aluna tentu sudah mengetahui nya karena pagi tadi ara memberitahukan nya.
Selesai pulang sekolah mereka pulang kerumah terlebih dahulu untuk berganti pakaian.
"aku kekamar ya kak." ucap Ara pada aluna dan aluna mengiyakan nya.
Aluna tidak langsung berganti pakaian dia duduk di kursi dan membuka hp nya, baru beberapa menit dia membuka hpnya dia terpaku dan lidahnya menjadi kelu ketika melihat satu berita yang lewat dimedia sosial nya berita itu menginformasikan pesawat yang menuju ke Jakarta hilang arah di lautan, Aluna mencari-cari nama pesawat yang jatuh itu seketika dada nya sakit dan dia tidak bisa menahan airmata nya, "Ayah ga mungkin ada dipesawat itu." dia berusaha meyakinkan diri nya bahwa itu hanya berita bohong tapi sayangnya berita itu terus muncul disana.
Ara melihat kakaknya yang menangis langsung menghampiri nya dan memeluk kakaknya, "kakak kenapa menangis?"
Aluna bingung bagaimana cara nya untuk memberitahu adiknya, dia menarik nafasnya dalam-dalam.
"pesawat yang ayah tumpangi jatuh ke laut dek."
"ka... kaka bohongkan?" Aluna menggeleng dia memeluk adiknya untuk menenangkan nya.
Sekarang sebentar saja kita berikan ruang untuk mereka saling menguatkan hati dan pikiran mereka...
Mereka datang kebandara untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap namun pihak bandara belum menemukan jasad ayahnya.
Aluna mencoba untuk menelpon bibi nya dan memberitahu kan yang terjadi padanya rupa nya bibi nya sudah tahu dan sekarang sedang diperjalanan menuju bandara untuk menjemput mereka.
sekitar 15 menit bibi Alya datang dan segera memeluk Aluna dan Ara, "bibi ayah pasti kembali kan bi?" ucap ara yang sedari mencoba menahan tangisannya.
"Pasti ara sayang, doakan saja ya." bibi nya mengusap kepala mereka berdua.
Bibinya membawa mereka untuk pulang kerumah dan menunggu kabar dari pihak bandara.
Ara duduk di kasurnya dan mengambil foto keluarga nya, dia mengusap bingkai itu.
"Ibu jangan bawa ayah dulu bu, ara baru sebentar bisa dapat kasih sayang dari ayah, tuhan jangan ambil ayah Ara." ara memeluk bingkai itu sambil tertidur.
***
Satu bulan berlalu ayah mereka masih belum ditemukan dan jika lebih dari 2 bulan belum ditemukan maka pencarian ditutup.
Ara membawa bibinya dan Aluna untuk kepantai, ara duduk ditepi pantai dia membuat pesawat kertas lalu menerbangkan pesawat itu diatas permukaan laut dan pesawat kertas nya terjatuh ke dalam laut.
Ara melihat bagaimana pesawat kertas yang dibuat nya terjatuh dan seketika dia menangis kembali mengingat ayahnya, "Laut kembalikan ayah ku."
Sudah cukup dia menahan tangisnya selama ini kali ini biarkan dia meluapkan rasa sedih yang sudah memenuhi hatinya.
Ara berjalan untuk menyusul kakak nya dan bibi nya, langkah nya terhenti ketika melihat seseorang yang mirip dengan ayahnya baru saja dia akan berjalan menghampiri orang itu namun pikiran nya salah orang itu bukan ayahnya hanya dari belakang dan postur tubuh saja yang mirip.
Ara kembali menyusul kakak nya yang sedari tadi sudah menunggu untuk pulang.
Beberapa bulan berlalu dengan cepat mereka berusaha bangkit kembali walau sekarang tanpa ayah.
Hari ini hari kelulusan Aluna dia akan masuk ke universitas yang sudah ayahnya pilihkan untuk nya, ada bibi alya yang selalu menemani mereka dan bibi alya lah yang datang kehari kelulusannya.
"Selamat aluna, teruskan mimpi ayah kalian ya jangan kecewakan dia." ara menyerahkan buket bunga untuk kakaknya dan memeluk aluna.
"Makasih bibi udah ngerawat kami." Alya mengusap bahu aluna.
Malam harinya ara tengah duduk diruang tamu dia menyalakan tv nya hanya menyalakan bukan menonton nya, Aluna? dia sedang istirahat dikamarnya sehabis pulang tadi dia langsung masuk kekamar nya.
Ara memainkan hp nya sebentar lalu fokus pada tv yang sedari tadi dia hiraukan, sebuah notifikasi muncul pada layar hp nya, kening nya berkerut bingung menatap nomor tak dikenal untuk menyuruhnya keluar namun dengan cepat dia mematikan hp nya dan tv lalu masuk kekamar nya untuk tidur saja.
Sebenarnya dia takut tapi mana mungkin dia tega membangunkan kakaknya yang sudah terlelap.
Pagi nya Ara kembali mendapatkan notifikasi yang terus menganggu nya dan memintanya untuk keluar rumah, sebelum dia pergi keluar dia akan memastikan dibalik jendela kamarnya terlebih dahulu namun dia tidak mendapati siapapun disana dia hanya melihat sebuah mobil terparkir di halaman.
"sejak kapan mobil itu disana?" gumamnya.
Sebaiknya dia melihat nya saja langsung, ara berjalan keluar rumah nya dia keluar dengan berhati-hati dan rasa takut yang coba dia tepiskan.
Dia melihat sekitar nya tidak ada siapapun dia kembali melangkah lebih jauh lagi untuk memastikan tapi tetap saja tak ada orang disini.
Ara berbalik dan berjalan menuju pintu namun sebuah suara mengalihkan perhatian nya, suara yang sangat dia kenali, suara yang dia tangisi selama ini, dia membalikkan badannya melihat ayahnya yang tersenyum padanya dan berjalan pelan ke arah nya, Ara mematung pikiran nya tak bisa dikendalikan lagi, sebenarnya apa dia sedang dipermainkan tuhan sekarang? apa itu ayahnya? apa ini bukan mimpi? semua pertanyaan menyerang penuh isi kepalanya.
Ayah nya memeluk nya kini dia dapat kembali memeluk ayahnya lebih lama, ini bukan mimpinya karena ini benar-benar nyata ayahnya.
"Ayah kembali tuan putri." ayahnya sungguh mengatakan itu dan itu berarti ini bukan mimpi.
"beneran ayah kan? ara ga mimpi lagi kan?" semua pertanyaan dia ajukan pada nya yang menatap nya penuh rindu.
Ayah berkata ini bukan mimpi dan itu mampu meyakinkan ara bahwa yang sedang berdiri dihadapannya benar-benar ayahnya.
Ara membawa ayahnya masuk kedalam rumah dan tepat sekali aluna tengah duduk diruang tamu, sama seperti Ara Aluna pun sama terkejutnya dia menghampiri dua orang itu dan memeluk ayahnya dengan cepat.
"Ayah aluna ga akan biarin ayah pergi lagi.." sungguh rasanya dia tidak mau melepaskan pelukan itu, dia takut jika ayahnya akan pergi lagi seperti mimpi-mimpi nya itu.
"sama Ara ga akan biarin ayah pergi lagi." ucap ara yang ikut memeluk ayahnya lagi, Aditiya tersenyum mendengar ucapan kedua putrinya dia mengusap surai kedua nya lembut.
Dia tidak benar-benar meninggalkan kedua putrinya sendirian buktinya dia kembali dan menepati janji nya pada istrinya untuk selalu menjaga dan tetap berada disisi kedua putri mereka, dia berjanji tidak akan meninggalkan mereka lagi.
.
.
.
Lihatlah akhir yang menyedihkan ternyata belum tentu benar-benar menjadi akhirnya.
Terlepas dari apa yang terjadi diantara mereka ternyata masih ada sisa kebahagiaan yang tuhan berikan pada keluarga itu.
Arabella Algasra lihatlah ketika kamu kehilangan kedua sepatu mu kamu masih harus menapaki jalan itu walau membuat kaki mu terluka.
Aluna Algasra, kamu terlalu tangguh dan terlalu banyak menyimpan luka mu sendiri tanpa mau mencari bantuan.
Untuk Aditiya Permana Algasra, cintai putrimu tanpa membedakan keduanya lagi berikan kasih sayang yang setara antara keduanya.
Ada beberapa manusia yang bisa dengan lihai menyimpan semua kesedihan nya dan sebagian dengan blak-blakan menceritakannya, itu normal mungkin karena sudah tak kuat menampung semua yang memenuhi kepalanya hanya saja terlalu sering bercerita tidak menjamin seseorang yang mendengar akan menyimpan nya dengan baik maka carilah seseorang yang setara dan dapat dipercaya, lalu bercerita lah sebanyak mungkin sampai kau lega.
~TAMAT~