peperangan terus berlanjut, raka putra mahkota raja selalu diminta menjadi panglimanya, suatu ketika raka putra mahkota kehilangan pedangnya untuk berperang, putra mahkota pun segera melapor kepada pengawalnya dan menyuruhnya untuk mencarinya segera,
sang pengawal dengan yakinnya menolak perintah sang putra mahkota, karena waktu sudah tinggal menghitung jam untuk peperangan selanjutnya, maka si pengawal memintakan pedang baru dari pandai besi yang handal,
peperangannya itu perlu waktu yang cukup lama untuk sampai ke medannya, maka sang raja dan putra mahkota akan berpamitan kepadanya keluarganya,
dan mereka berdua menuju ke kamar putri fetilda yang indah,
putra mahkota merasa tidak semangat menemui saudarinya, karena mereka saling membenci.
di sana putri fetilda sedang menangis,
raja dan putranya pun duduk di depan kelambu besar milik putri fetilda
sanga raja berusaha menenangkan putrinya dan berpamitan denganya,
setelah berpamitan mereka mulai bergegas menuju peperangan.
dengan bekal yang telah disiapkan.
di awal perjalanan raka putra mahkota teringat bahwa surat yang disimpan saudarinya lupa diminta, putra mahkota pun memerintahkan pengawalnya untuk mengambilnya.
sang pengawal pun segera mengambilnya dengan kudanya yang kencang,
sampailah pengawal itu di depan pintu kamar putri fetilda,
"shwing" "shwing"
terdengar suara pedang dari kamar putri fetilda,
terkejutlah si pengawal sehingga mendobrak pintu kamarnya putri fetilda,
"brakkkk" "tuan putriiii"
sang putri yang sedang memainkan pedang pun mulai bermuka masam dengan perlakuan
si pengawal,
"heh sebenarnya ada apa denganmu?"
si pengawal yang salah paham pun meminta maaf dan menjelaskan alasan dari perbuatanya.
si pengawal melirik pedang yang di tangan sang putri dan mengatakan apakah kamu yang mengambilnya?,
"ohh tentu tidak! aku hanya meminjamnya dari kakek dan bahkan yang mengambil pedangnya adalah putra mahkota"
"ini suratnya dan simpan baik-baik"
"cepat lakukan tugasmu dan pergi"
"baiklah" jawab si pengawal tanpa menatapnya