Sudah lama sekali pulpen itu teronggok di sudut meja, berselimut debu dan kelam. Dulu, ia adalah teman setia dalam setiap petualangan kata. Tinta hitam pekatnya mengalir deras, menghidupkan imajinasi liar yang bergelayut di pikiran. Namun, kini ia hanya menjadi saksi bisu dari kehampaan yang menggerogoti jiwa.
Dulu, menulis adalah nafasnya. Setiap coretan adalah benih harapan yang siap tumbuh menjadi pohon rindang. Namun, seiring berjalannya waktu, benih-benih itu layu dan mati. Rutinitas yang membelenggu, tuntutan hidup yang mendesak, perlahan-lahan mematikan api semangatnya.
Suatu hari, ketika membersihkan meja, jari-jarinya tak sengaja menyentuh pulpen itu. Seketika, ingatan masa lalu menyeruak. Ia teringat betapa bahagianya saat berhasil menyelesaikan sebuah cerita, betapa bangganya saat karyanya dibaca dan diapresiasi orang lain.
"Mungkin sudah waktunya," gumamnya dalam hati.
Dengan hati yang ragu, ia mengambil pulpen itu dan mulai menulis. Awalnya, kata-kata terasa asing dan kaku. Pikirannya kosong, seolah-olah telah lupa cara merangkai kalimat. Namun, ia terus mencoba, terus berjuang.
Seiring berjalannya waktu, kata-kata mulai mengalir deras kembali. Imajinasinya kembali hidup, mengembara ke berbagai penjuru dunia. Tinta hitam pekat itu kembali menari-nari di atas kertas putih, menciptakan sebuah karya yang penuh makna.
Pulpen itu mengajarkannya bahwa inspirasi bisa datang kapan saja, di mana saja. Yang terpenting adalah kemauan untuk terus mencoba, untuk tidak pernah menyerah. Menulis bukan hanya sekedar menuangkan kata-kata, tetapi juga sebuah perjalanan untuk menemukan jati diri.
🍁Cerpen Motivasi🍁