Kelly Dominique, gadis yang ramah, hangat dan ceria serta unik ini tak heran jika ia disukai oleh teman teman di sekolahnya. Kelly memiliki sahabat yakni Lydia dan Sasha, mereka selalu bersama hingga mendapat julukan ‘Kawan Sehidup Semati’ oleh teman yang lainnya.
Suatu Hari, di sekolahnya sedang melaksanakan pemilihan ketua OSIS. Kelly sangat ambisius untuk mengikuti pendaftaran calon ketua OSIS, ia ingin segera memberitahukan kepada kedua sahabatnya.
Pada jam istirahat, mereka bertiga sedang menikmati makanan di kantin sambil bercanda dan bergurau. Sambil menghabiskan makanannya, Kelly berujar, “Teman teman, aku ingin mendaftar sebagai ketua OSIS”.
Sasha dan Lydia tidak heran, mereka tahu bahwa Kelly tidak akan melewatkan kesempatan ini.
“Aku percaya kamu dapat melakukannya, Kelly, tetapi bukankah itu pilihan yang berat?” kata Sasha dengan cemas.
Kelly tersenyum, mencoba meyakinkan Sasha. “Percaya padaku Sha, aku akan berusaha yang terbaik.”
Setelah mendengar tekad Kelly untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS, Sasha dan Lydia saling berpandangan, kemudian tersenyum lebar. Tanpa berpikir panjang, mereka beranjak dari kursi dan mendekati Kelly.
“Aku yakin kamu dapat melakukannya!” seru Sasha, sambil memeluk Kelly erat-erat. Lydia pun ikut bergabung, merangkul Kelly dari sisi lainnya.
Dalam pelukan hangat tersebut, Kelly merasakan dukungan dan kasih sayang dari kedua sahabatnya. Ia menutup matanya sejenak, membiarkan perasaan bahagia memenuhi dirinya. “Terima kasih, teman-teman,” katanya dengan suara lembut. “Aku merasa lebih kuat dengan kehadiran kalian di sini.”
Pemilihan ketua OSIS serta wakil ketua OSIS akan berlangsung besok. Sebelumnya, Kelly telah mengikuti wawancara dan berhasil lolos ke tahap berikutnya. Kelly sangat gugup dan senang; ia tidak sabar menunggu hari-hari yang akan datang.
..
Esoknya, Kelly bertemu Sasha dan Lydia di gerbang sekolah. Ia langsung memberi tahu bahwa ia lolos dan menjadi kandidat ketiga, dengan pasangannya yaitu Gilang Aswangga sebagai wakilnya. Gilang adalah teman sekelas Kelly yang juga cukup cerdas di bidang akademik.
Sabil memeluk kedua sahabatnya. “Bagaimana? aku hebat, bukan?” tanya Kelly.
Sasha menatap Kelly dengan senyuman di wajahnya. “aku dan Lydia turut senang mendengarnya. Kamu memang hebat, Kelly,” jawabnya.
“Setelah aku terpilih secara resmi menjadi ketua OSIS, aku akan mentraktir kalian makan-makan enak!” seru Kelly.
Mereka tertawa bersama-sama hingga Lydia membuka suara.
“Aku lupa memberitahukan kalian, aku juga mencalonkan untuk menjadi Ketua OSIS. Dan aku juga lolos! aku menduduki kandidat kedua. Senangnya, aku bisa setara denganmu, Kelly,” ujarnya dengan wajah berseri-seri. Suasana yang tadinya ceria seketika menjadi hening.
Kelly melepas pelukannya, lalu menatap Lydia. “Mengapa sangat tiba-tiba? Mengapa kamu baru memberitahu sekarang?” tanyanya dengan lirih.
“Maaf, aku ingin ini menjadi kejutan,” ucap Lydia dengan senyumannya. Tanpa sepatah kata, Kelly meninggalkan mereka berdua di gerbang, sementara mereka menatap kepergiannya.
..
Waktu istirahat telah tiba. Kali ini, Kelly tidak bersama kedua sahabatnya. Ia masih merasa kecewa dengan Lydia. Meskipun kecewa terhadap Lydia, bukan berarti ia tidak ingin bertemu dengan Sasha; ia hanya ingin menikmati kesendirian di bawah pohon besar, merenung menatap kolam ikan di depannya. Kelly merasakan bahwa persahabatan bisa menjadi rumit ketika harus menghadapi kompetisi, dan sangat manusiawi untuk merasa sakit hati ketika sahabatnya mengambil langkah yang mungkin terasa seperti pengkhianatan.
Sambil menyandarkan tubuhnya di pohon besar, Kelly berujar, “Aku senang jika Lydia juga dapat berprestasi, tetapi aku merasa dikhianati dengan kalimat pujian yang ia lontarkan untuk ku, dan sekarang kami malah berkompetisi.”
Kelly tidak mampu menahan air matanya dan berkata lirih, “Bukankah kesannya aku terlalu egois?”
Tak henti-hentinya, Kelly berbicara sendiri, melepaskan kekecewaannya.
Saat Kelly sedang melamun, terdapat seseorang yang menghampirinya lalu duduk disebelahnya.
“Aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kamu lalui. Tapi ingat, rasa kecewa dan sakit hati adalah bagian dari proses yang akan membuat hatimu lebih kuat,” ujar seseorang di sebelah Kelly.
Kelly menoleh ragu. “Karel? Sedang apa kamu di sini?” tanyanya.
“Sebenarnya, aku ingin mengantarkan jaket milik Gilang yang tertinggal di rumahku kemarin,” ujar Karel. “Tetapi, saat melihatmu di sini, sepertinya kamu sedang kacau,” godanya.
Karel adalah kakak kelas Kelly di sekolah. Sejujurnya, Kelly tidaklah dekat dengan Karel, namun mungkin kali ini akan berbeda.
“Kelly, kamu punya hak untuk merasa seperti ini. Itu bukan berarti kamu lemah atau kurang baik. Justru, dari sini kamu belajar untuk lebih memahami arti persahabatan dan perasaanmu sendiri,” ucap Karel sambil tersenyum.
Kelly menoleh heran. “Kamu mendengarnya?” tanyanya.
Karel mengangguk, mencoba menahan tawanya. “Aku mendengar semuanya.”
Menyadari hal itu, Kelly merasa tindakannya sangat memalukan. Ia berharap waktu bisa berputar, kembali sebelum ia menghindari sahabatnya.
..
Hari ini adalah debat antara kandidat 1, 2, dan 3, yang berarti Kelly akan berdebat dengan Lydia, sahabatnya. Kelly masih merasa canggung karena kejadian di gerbang sekolah sebelumnya.
Debat antara calon wakil ketua OSIS dan calon ketua OSIS dimulai, semuanya berjalan lancar tanpa kendala. Setelah debat para calon ketua dan wakil ketua OSIS berakhir, Sasha menghampiri Kelly yang sedang hendak kembali ke kelasnya.
Menahan tangan Kelly, Sasha berkata, “Kelly, saat istirahat nanti mari kita bicara, ada yang ingin aku bicarakan.” Kelly mengangguk sebagai jawaban.
Di taman belakang sekolah, Kelly dan Sasha duduk berdampingan sambil memandang taman bunga di seberang. Suasana hening di antara mereka cukup lama, hingga akhirnya Sasha mulai berbicara.
Sambil memeluk pundak Kelly, Sasha berkata, “Kelly, aku tahu persis perasaanmu saat ini, dan aku juga tahu kemarin kamu menghindari aku dan Lydia.” Sasha melanjutkan, “Tidak apa-apa merasa kecewa, karena itu menunjukkan betapa berartinya persahabatan ini bagimu. Namun, jangan biarkan rasa kecewa itu membuatmu lupa bahwa kita pernah saling mendukung dan menguatkan.”
Kelly merenungi perkataan Sasha. Sasha memang teman yang luar biasa; ia tahu bagaimana menempatkan dirinya dengan baik. Di situasi seperti ini, ia tidak akan memihak siapa pun, melainkan menjadi penengah.
Kelly tersenyum lirih dan menoleh dengan ragu. “Kamu benar, Sha. Sejujurnya, aku merasa kecewa dengan Lydia, tetapi aku bingung karena Lydia adalah orang yang aku sayangi, sama sepertimu,” ucap Kelly.
“Aku mengerti, Kelly. Ini pasti situasi yang sulit untukmu, dan ini adalah pengalaman pertamamu menghadapi sahabat
,sebagai lawan di kompetisi ini,” ujar Sasha sambil menatap Kelly dalam-dalam.
..
Esoknya..
Menghampiri Kelly, Sasha bertanya, “Kelly, apa kamu sudah memberikan suara untuk kandidat?”
Kelly menoleh dan mendapati Sasha di sebelahnya. “Memangnya boleh? Aku kan salah satu kandidatnya,” ujar Kelly.
“Aku sudah bertanya kepada kakak OSIS yang menjaga kotak suara di sana,” balas Sasha sambil tersenyum.
“Kalau begitu, kamu pilih siapa, Sha? Aku atau Lydia?” tanya Kelly.
Sasha tersenyum. “Itu rahasia! Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu ataupun Lydia, jadi biarlah ini menjadi rahasiaku dengan Tuhan.”
Kelly mengangguk pelan. “Kamu memang yang terbaik, Sha,” ujarnya lembut.
Siang hingga menjelang sore, seluruh panitia pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS disibukkan dengan menghitung jumlah suara yang telah diberikan oleh seluruh siswa, siswi, dan para guru di sekolah. Mereka telah sepakat untuk mengumumkan hasilnya keesokan hari.
..
Waktunya pengumuman hasil suara terbanyak untuk pemilihan calon ketua dan wakil ketua OSIS tahun ini. Seluruh siswa dan siswi dikumpulkan di lapangan untuk mendengarkan secara bersama siapa pemilik suara terbanyak.
“Untuk kandidat 1 mendapatkan suara sebanyak... 180 suara!” seru MC. “Lalu kandidat 3 mendapatkan 206 suara! Dan terakhir, untuk kandidat 2 mendapatkan suara terbanyak, yakni 459 suara! Berikan tepuk tangan yang meriah!”
Sorakan meriah dan gembira terdengar sangat keras, mengisi keseruan di pagi hari ini. Namun, tidak demikian dengan Kelly yang tampak murung. Untuk saat ini, Kelly merasa sedih, tetapi di dalam hatinya yang terdalam, ia merasa senang sahabatnya telah terpilih menjadi ketua OSIS.
Saat istirahat, Kelly duduk di tempat pertama kali ia berbincang dengan Karel, di bawah pohon besar yang terdapat kolam ikan di sana. Kelly duduk sendiri, merasa kesepian karena tidak ada kedua sahabatnya. Ia ingin sekali mengajak Lydia dan Sasha untuk makan bersama di tempat ini, tetapi egonya cukup tinggi. Namun setelah itu, Lydia dan Sasha menghampiri Kelly yang merenung sendiri.
Lydia dan Sasha duduk menghimpit Kelly. “Kelly... aku Lydia, aku ingin bicara,” ujar Lydia lembut. “Aku baru mengetahui perasaanmu dari Sasha. Aku minta maaf jika keputusanku untuk ikut mencalonkan diri tanpa memberitahumu terlebih dahulu membuatmu kecewa atau merasa aku kurang mendukung. Bukan maksudku untuk menyakiti, hanya saja aku juga punya keinginan besar untuk memberikan kontribusi yang baik di OSIS. Maafkan aku, Kelly, jika cara pengambilan keputusanku ini membuatmu merasa tidak nyaman,” ujar Lydia sambil memeluk lembut Kelly.
Kelly menoleh. “Kamu benar, awalnya aku kecewa denganmu, Lydia. Namun, aku mengerti bahwa kesempatan ini tidak hanya diperuntukkan untukku. Kamu pantas menjadi ketua OSIS. Selamat ya,” ucap Kelly dengan senyuman lembut.
Disusul oleh Sasha yang ikut memeluk Kelly. Mereka bertiga terdiam sejenak, merasakan ketenangan yang muncul setelah hujan emosi. Kelly merasakan hangatnya pelukan mereka, seolah semua masalah dan ketegangan yang ada menjadi sirna. “Maafkan aku,” lirih Kelly mengucapkan, tetapi kali ini tanpa beban. “Aku juga minta maaf,” jawab Lydia, suaranya penuh keikhlasan.
“Persahabatan kita lebih penting daripada semua ini,” kata Sasha, meremas tangan Kelly seolah menyampaikan janji untuk selalu saling mendukung. Dalam pelukan itu, mereka merasakan ikatan yang lebih kuat, seolah-olah semua kesalahan telah terhapus, dan persahabatan mereka kembali bersinar dengan cerah.
Selesai berpelukan dalam waktu yang cukup lama, mereka melepaskan pelukan itu.
“Sekarang kamu tidak boleh makan sendirian lagi, Kelly. Jangan menghindari kami,” ujar Lydia, yang disambut oleh tawa hangat dari ketiganya.