Bruuaaakk
"Aduh.... ". ringis seorang gadis yang bernama Eliana Hira Adipura atau sering di sapa El.
"Kamu gak papa nak? ". tanya seorang ibu paruh baya dengan sigap menolong El yang terjatuh.
"Maaf ya nak, karena menghindari ibu kamu jadi jatuh dan terluka begini ". ucap ibu itu dengan nada tak enak hati.
"Gak apa-apa bu, hanya luka ringan saja kok, nih lihat masih bisa loncat-loncat kan? ". ucap Eliana dengan melompat-lompat kecil membuktikan bahwa dia baik-baik saja.
"Sudah nak sudah, ibu percaya, ini uang buat kamu berobat ya nak, maafkan ibu sekali lagi". ujar ibu itu dengan sendu.
"Tidak usah bu, lagian.... saya kan juga tidak kenapa-kenapa". jawab Eliana.
"Ya sudah bu kalau begitu saya pamit dulu, udah di tunggu sama orang-orang rumah". pamit El dengan sedikit membungkuk sopan.
"Hati-hati ya nak.... ". teriak Ibu itu karena El sudah mulai menaiki sepedanya menjauh.
Tak berapa lama El sampai di teras rumah dan menaruh sepedanya.
Ceklek.
"Kamu itu dari mana saja ha? dasar anak setan, gak tau diri". ucapnya dengan memukul El dengan keras.
"Aku baru selesai membuat tugas sama temen dan harus di kumpulkan besok". ucap Eliana dengan wajah datarnya.
Tak ada sedikitpun rasa sakit yang ia rasakan ketika sang ibu memukul dia dengan gagang sapu yang keras, tak ada suara tangis yang menggema ketika gagang sapu itu mendarat di tubuhnya yang luka.
Dia sudah terbiasa dengan luka fisik maupun luka batin yang seringkali di lakukan oleh sang Ibu. Sebenarnya sang Ibu adalah Ibu kandungnya bukanlah Ibu tiri yang sering menyandang gelar Ibu yang jahat. Tapi semenjak sang adik lahir, sang Ibu pun berubah, ia lebih sayang ke adiknya di banding Eliana entah dengan alasan apa.
"Masuk sana, setelah ini masak untuk makan malam". teriak sang mama.
tak tak tak
Ceklek.
"Selalu seperti ini, apa matanya buta tidak melihat ada banyak luka di badan aku? terkadang aku heran, sebenarnya aku itu siapa sih? apa aku benar anaknya? kenapa dia begitu tega sama aku? ". gumamnya dengan terduduk di balik pintu, air matanya tiba-tiba saja menetes dengan sendirinya.
"hish! apaan dah, gak usah cengeng jadi orang, dah ayo mandi". ucapnya mencoba menghibur diri dan beranjak ke kamar mandi.
Di depan cermin wastafel ia bisa lihat badannya yang terluka karena jatuh dan luka karena pukulan sang Mama.
"Banyak juga lukanya, hmm".
Tanpa ia coba rasakan betapa perih luka yang baru saja tergores dia terus melanjutkan ritual mandinya meski kadang ia harus sesekali meringis.
Ceklek.
"Haaaah, rasanya ingin tidur saja, tapi pasti Mama akan mengamuk lagi".
"Huuuft, badanku rasanya remuk semua setelah terjatuh tadi, rasanya seperti di banting ke jalanan".
"Jangan banyak mengeluh El.... ayo masak sebelum pintu kamarmu tidak di tempatnya". ocehnya sendiri.
Ceklek.
tak tak tak
"Hmm masak apa ya ?". gumamnya sembari melihat isi kulkas.
"Tumis kangkung goreng ikan tepung sama tempe saja laah".
"Terserah kalau mau protes, bodo amat".
Sreng......
Tak tak tak
Suara tempe yang sedang masuk penggorengan, dan sayur yang sedang di potong-potong.
Semerbak harum masakan sudah tercium di segala penjuru rumah.
"Masak apa mbak? ". tanya sang adik yang bernama Dikta Adipura.
"Punya mata kan? bisa lihat kan? ". ketus El tanpa melihat adiknya dan masih sibuk dengan masakannya yang siap angkat.
"Mbak kok gitu sih, Dikta kan nanya baik-baik ". ucap Dikta dengan muka melasnya.
"Ada apa ini? ". sang Mama datang dan melihat anak kesayangannya memasang wajah melas.
"Aku kan cuma nanya sama mbak ma, tapi mbak malah marah". adunya pada sang Mama.
"Apa kamu gak bisa bicara baik-baik sama adik kamu? ". geram sang Mama dengan muka merah karena marah.
"Terserah!". ucapnya lantas mengambil nasi,sayur dan lauknya ke atas piring lalu membawanya ke kamarnya.
"Heh anak setan!! mau kemana kamu hah? dasar anak monyet gak bisa di bilangin". teriak sang mama.
"Ma..... sudah, jangan marahi mbak terus ma, kasian". bela Dikta.
Ia bisa gak selera makan kalau harus terus mendengarkan mamanya marah-marah hanya karena hal sepele.
"Mau sampai kapan akan seperti ini? ". ucapnya.
"Sabar ya Allah.... sabar.... ".
Setelah selesai ia malas keluar kamar walau hanya sekedar menaruh piring dan gelasnya ke dapur.
Dia lebih milih mengeluarkan bukunya dan belajar untuk besok.
drrt drrt drrt
"Ya hallo.... ". El mengangkat telepon dari nomer yang tak di kenal.
".........".
"Apa? dimana? ". dengan wajah yang sudah berkaca-kaca.
"........".
"Baiklah, kami akan segera ke sana, tolong di bantu dulu Pak". ucapnya dengan panik dan menutup teleponnya.
Lanjut tak.....?😬