Keramaian malam dengan hembusan angin dingin yang membuat kulit meringis. Di pasar malam ini merupakan tempat berbagai permainan dan makanan dalam gelapnya langit di atas sana. Kegelapan yang dibalut oleh pencahayaan terang dari seluruh penjuru lapangan kota.
Dia,seorang gadis kecil duduk dalam kesendirian di kursi kayu yang tampak rapuh itu. Sebuah lolipop berada di genggaman tangan mungilnya. Menjilat dan menyesap manisnya rasa gula bulat itu.
Lili sang putri yang mengapakkan sayap putih dengan gaun senada yang berhembus menggembung diterpa angin.
“Diamlah disini. Ibu akan membawa permainan peri untukmu.” Ucap sang wanita bersurai hitam kecoklatan itu.
“Janjikan dulu jika Lili tak akan pergi di tempat ini." Lanjutnya memastikan.
Lili mengangguk setuju dengan pipi yang berubah kemerahan. Lolipop itu telah basah oleh saliva dan lengket di tangannya. Dia melihat ibunya menjauh dengan dompet yang diapit diantara ketiaknya itu. Wanita yang terlihat kurus dengan warna kulitnya yang kekuningan.Cahaya lampu stand menyinari jalannya hingga menghilang dibalik keramaian.
“Kakiku sangat pegal.”keluh gadis berumur 7 tahun itu.
Ambilkan bulan, bu
Ambilkan bulan, bu
Yang selalu bersinar di langit
Sekeping lagu dinyanyikan dengan suara pelan miliknya sembari menatap langit hitam dengan bulan sabit yang menghiasinya. Lili mengecap bibirnya berulang kali karena rasa manis yang berubah menjadi kecut di lidahnya. Dia membutuhkan air mineral. Bahunya terasa pegal karena sayap putih yang ia pakai. Gaunnya terasa tak halus lagi karena usapan tangannya yang dipenuhi sari lolipop.
Seorang pemuda mendekat kearahnya dengan baju yang serba hitam. Kulitnya seputih tisu dan rambut hitam sedikit menutupi kedua netranya terhempas oleh belaian angin. Dia membawa sekantong plastik yang entah apa isinya.
“Berapa umurmu gadis kecil?” Pemuda itu duduk di sebelahnya,menoleh dan menatap dengan raut ramahnya.
“Umurku 7 tahun. Tahun depan Lili berusia 8 tahun.”
“Lili punya mata yang indah. Dengan siapa kemari?”
“Bersama ibu. Ibu akan membelikanku permainan peri." Jawab Lili pelan.
Tanpa diminta pemuda itu mengeluarkan air mineral botol mini dan mengarahkannya pada Lili yang tengah menunduk dengan lolipop di genggamannya.
”Ambillah, kau harus memakai pakaian yang tebal gadis kecil.”
“Terima kasih,Kakak.”
Pemuda itu tersenyum menatap gadis gembul di sampingnya. Tak lama seorang wanita paruh baya mendatangi mereka dengan raut khawatir. Tanganya telah penuh dengan kantong plastik, dadanya kembang kempis menandakan dia telah berjalan tergesa-gesa.
“Lili! Ayo kita pulang.” Ajak wanita itu.
“Selamat malam,Bibi Maria.” Pemuda itu menyapa diantara mereka.
Wanita yang dipanggil Maria itu langsung menoleh dengan cepat. Keningnya berkerut dnegan mata yang menyelidik. Meneliti dari ujung kaki hingga terkejut melihat wajah putih pucat itu.
Ryan! Pemuda yang telah lama tak ia lihat setelah kehamilannya.
“Ya tuhan! Putraku sudah besar, Kebetulan macam apa ini.” Mary memeluk pemuda itu dengan penuh kasih sayang. Mengelus surai hitam pekatnya seraya mencium gemas pipi putih tirus itu.
“Kenapa kemari?Jauh sekali.”
“Saya sedang kursus bahasa inggris kemari untuk naik ke kelas 10 nanti. Kebetulan bertemu gadis cantik ini.”
“Ah, ini anakku. Lili, baru kelas 1 SD.” Sahut Mary
Pemuda itu tersenyum manis seraya berjongkok. Menatap mata bulat teduh milik gadis yang sedang mengemut lolipopnya yang semakin menipis. Lili mengerjapkan matanya cepat disaat merasakan benda kenyal mengecup di pipinya yang beirisi. Terasa rambut yang dielus pelan dengan tangan pemuda berjakung itu.
“Lili jadi anak yang pintar, ya. Nanti suatu saat nanti kamu bisa bertemu dengan Kak Ryan.” Bisik pemuda itu, Ryan. Tersenyum dengan gigi putih miliknya.
Hari berubah menjadi minggu. Bulan telah menjadi tahun. Tahun terus berganti dengan berbagai kenangan yang menghampiri. Banyaknya kejadian yang menimpa diri yang terus silih berganti. Hidup bersama sang ibu menjadikan gadis berusia 19 tahun itu bekerja keras menggait mimpinya untuk sekolah lebih tinggi.
“Berhati-berhati selalu, Nak. Ibu akan menunggumu di kota bengawan ini.”
Bertahun tahun menempati kota kelahiran ibunya membuat Lili menjadi kental dengan kebiasaan orang sekitar. Tersenyum dan bersikap ramah. Diusianya saat ini membuat Lili harus pergi merantau, pergi menempuh pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Impian menjadi Sarjana Bahasa Inggris adalah salah satu alasan berkuliah di Kota Pelajar ini.
Tahun terus berganti hingga dia memasuki semester ke-7. Lili, calon sarjana akan menggapai impian bagaimanapun caranya. Di detik-detik penugasan terakhir dia harus magang menjadi penerjemah di sebuah perusahaan penerjemah buku. Tugas akhir telah di depan mata dan semua harus Lili taklukan.
“Lili sudah berapa kali saya katakan, judul ini tidak sesuai dengan penelitianmu. Perhatikan tata grammarmu lebih mendalam.” Ucap dosen pembimbing itu.
Setiap kali bertatap muka, dan berbicara selama berbulan-bulan kedua insan ini seperti tak pernah mengnal sebelumnya.
Ryan, sang dosen pembimbing.
Lili menatap kaku dosen muda di depannya. Kulit pucat itu,sangat kontras dengan kulit kuning langsatnya.
“Maaf, Pak." Ucap Lili ditengah keheningan.
Ryan menatap kepergian Lili dengan raut tak tertebak. Menghembuskan napas dengan perhatian pada senja kelabu di depan sana. Kini dia menyadari sesuatu penting,dia adalah gadis kecil saat itu.
“Sejak kapan aku terlalu bodoh tak menyadari itu.”
Ryan,pemuda dengan segala kerahasiaan yang tersimpan dalam kenangan kalbu. Menunggu waktu untuk awal kisah sejati diantara mereka. Merenungkan memori dengan perasaan hati yang sendu.
Aku,Ryan akan menunggumu selalu.