Senja di Pantai Selatan selalu membuat Maya jatuh cinta. Langit berwarna oranye keemasan, berpadu dengan deburan ombak yang menari seakan menyapa setiap jejak kakinya di pasir. Setiap langkahnya meninggalkan jejak kecil yang sebentar saja akan disapu oleh air, seakan mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah sementara.
Hari ini, Maya memilih untuk sendiri. Ia sengaja meluangkan waktu untuk merenung dan menjauh dari segala hiruk-pikuk kehidupan. Hatinya masih digelayuti oleh berbagai perasaan yang sulit ia pahami. Seminggu yang lalu, Reza, kekasih yang sangat ia cintai, memutuskan untuk pergi tanpa alasan yang jelas. Hanya sebuah pesan singkat yang ia tinggalkan, menyisakan ribuan tanya di hati Maya.
Maya duduk di tepi pantai, membiarkan ombak membasahi kakinya yang telanjang. Sesekali, angin laut meniup rambut panjangnya, membuat beberapa helai terselip di wajahnya yang pucat. Di dalam hatinya, ia mencoba berdamai. Ia tahu bahwa cinta tidak bisa dipaksa. Mungkin saja Reza memang bukan yang terbaik untuknya.
Tak lama, seorang anak kecil berlari menghampirinya. Bocah itu menatap Maya dengan mata bening yang polos. "Kakak, kenapa duduk sendirian? Ayo main pasir sama aku," ajak bocah itu sambil tersenyum lebar.
Maya tersenyum kecil, lalu mengangguk. "Oke, ayo kita buat istana pasir," sahutnya, mencoba menyembunyikan kesedihannya. Bersama bocah itu, Maya mulai menggali pasir dan membentuknya menjadi sebuah istana kecil. Sesekali, mereka tertawa ketika bangunan yang mereka buat roboh terkena ombak.
Namun di balik tawa dan senyuman, Maya merasakan sesuatu yang berbeda. Kehadiran bocah itu mengingatkannya akan keceriaan dan kesederhanaan hidup, bahwa terkadang kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal kecil, seperti membuat istana pasir di tepi pantai.
Saat matahari mulai tenggelam, bocah itu menatap Maya dan berkata, "Kakak, jangan sedih. Orang yang baik pasti akan ketemu sama orang yang baik juga."
Maya tertegun. Kata-kata bocah itu seperti angin lembut yang menyentuh hatinya. Ia pun mengelus kepala bocah itu sambil tersenyum. "Terima kasih, kamu benar," jawabnya lirih.
Ketika bocah itu berlari meninggalkannya, Maya memandangi istana pasir yang mereka buat. Meskipun tahu bahwa ombak akan segera meratakannya, ada kehangatan dalam hatinya. Maya pun bangkit dan meninggalkan pantai dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Ia sadar, hidup adalah tentang merelakan dan percaya bahwa suatu hari nanti, yang terbaik akan datang dengan sendirinya.