Olland membuka matanya perlahan. Kicauan burung terdengar nyaring, dan udara di sekitarnya terasa lebih segar daripada biasanya. Ia bangkit dari tanah yang basah, mengucek mata, dan langsung menyadari bahwa tempat ini... bukan rumahnya.
“Mana kamar tidurku?” gumam Olland seraya memutar tubuh, mengamati sekeliling. Hanya pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, semak-semak liar, dan langit biru terbentang di atasnya.
“Oke… mungkin ini hanya mimpi,” katanya sambil mengelus dada, mencoba menenangkan diri. Tetapi seiring langkah kakinya, ia mendengar suara geraman rendah dari arah belakang. Penasaran, Olland menoleh, dan apa yang dilihatnya membuat napasnya tertahan.
Sekelompok manusia dengan tubuh kokoh, wajah lebar, dan mata tajam sedang menatapnya. Mereka tidak mengenakan pakaian seperti manusia modern. Kulit mereka berlapis lumpur dan dedaunan yang hanya menutupi sebagian kecil tubuh. Satu-satunya aksesori adalah kalung batu dan tulang yang menggantung di leher mereka. Sosok terbesar dari kelompok itu maju, menatap Olland dengan ekspresi curiga.
“Grrh... ooh-ha?” kata sosok itu.
Olland bingung, tetapi mencoba meniru suara tersebut. “Ehm… Grrh... ooh-ha juga?”
Tiba-tiba, mereka semua tertawa keras dengan suara aneh yang bergema di hutan, “Ha-ho-ha!”
Olland hanya bisa mengangkat alis, merasa konyol karena tak tahu apakah ia baru saja menyapa mereka atau malah membuat kesalahan.
-------------
Setelah perkenalan yang cukup aneh, Olland diajak oleh kelompok Meganthropus untuk berburu. Ia sebenarnya ingin menolak, tetapi tatapan mata mereka tak memberi pilihan lain.
Mereka menuju ke tepi sungai. Para Meganthropus mulai berjongkok di pinggir air, memperhatikan ikan-ikan yang berenang cepat. Salah satu dari mereka mengeluarkan suara pendek, tampak memberi isyarat kepada Olland untuk menangkap ikan.
“Baiklah, menangkap ikan. Sepertinya gampang,” batinnya. Ia mencoba meniru gaya mereka, mengarahkan kedua tangannya ke dalam air. Namun, ketika ia mencoba meraih seekor ikan besar, tangan dan kakinya justru tergelincir, membuatnya tercebur ke dalam sungai.
"Glub-glub!" Olland terbatuk-batuk saat muncul kembali ke permukaan. Para Meganthropus di pinggir sungai hanya tertawa melihatnya, tampak menganggap kejadian itu sebagai lelucon yang sangat menghibur.
Tak mau kalah, Olland mengambil batu yang menurutnya cocok untuk memukul ikan. Ia mencoba melempar batu ke arah ikan yang berenang, tapi ukuran batunya terlalu besar, dan malah membuatnya jatuh terjengkang ke belakang.
"Ah, sial..." gumam Olland, merasa malu.
-----------------
Olland mulai menyadari bahwa berkomunikasi dengan kelompok Meganthropus ini membutuhkan kemampuan di luar bahasa yang biasa ia pakai. Setiap percakapan mereka hanya terdiri dari suara geraman, bahasa tubuh, dan isyarat sederhana. Namun, Olland mulai merasa cukup percaya diri untuk mencoba mengikuti mereka, meskipun sering kali menimbulkan salah paham yang konyol.
Suatu pagi, salah satu dari mereka, yang paling pendek tapi paling lincah, mendekati Olland dan memberi isyarat agar dia mengikuti.
“Ug-hh… mo-hha,” kata pria itu sambil menunjuk ke arah perbukitan yang tampak jauh di utara.
Olland mencoba mengulang, “Uh… mo-hha…?”
Pria itu tertawa, lalu mengangguk penuh semangat. Mereka mulai berjalan bersama, dan sepanjang perjalanan, Olland menggumamkan kata-kata yang diucapkan kelompoknya, mencoba menghafal beberapa kata dasar agar bisa lebih “nyambung”.
Mereka tiba di sebuah gua besar yang penuh dengan gambar-gambar di dinding. Gambar tersebut terlihat seperti seseorang yang sedang mengejar bison, atau memegang api. Olland mengamati gambar-gambar itu dengan mata berbinar.
“Soo… kita ini di… sejarah prasejarah, ya?” tanyanya kepada diri sendiri, lalu meniru gaya mereka, “Hhrg… Ooh-ha?”
Mereka menoleh ke arahnya dan tersenyum sambil menggeram pendek, seolah mengiyakan. Olland pun meniru ekspresi mereka, mengangguk-angguk sambil berkata, “Hrr... Hrr!”
---------------
Di malam hari, Olland mendapati dirinya duduk di sekitar api unggun bersama dua orang Meganthropus lainnya yang telah ia beri nama sesuai suaranya: “Hrrk” dan “Gruhk”. Mereka tampak berkomunikasi dengan suara dalam dan gestur tangan yang sederhana. Sesekali, mereka menepuk-nepuk dada atau menunjuk Olland dengan mata menyipit, seakan menilai seberapa “hebat” teman baru mereka ini.
Olland, yang mulai mengerti sedikit pola komunikasi mereka, berusaha terlibat dalam obrolan.
“Hrr… oll… aaand?” ia bertanya sambil menepuk dadanya.
“Hrrk” mengangguk, lalu menunjuk dadanya sambil berkata, “Hrr-k!”
Merasa berhasil, Olland menunjuk ke orang yang duduk di sebelah “Hrrk” sambil berkata, “Gruhk?”
“Gruhh… kk!” jawab si Meganthropus kedua, tampak senang karena namanya diucapkan.
Mereka mulai tertawa bersama, namun tiba-tiba terdengar suara menggeram dari dalam hutan. Olland langsung terdiam, wajahnya berubah serius. Ia mengamati sekeliling, memastikan bahwa suara tadi tidak berarti bahaya.
Namun, “Gruhk” dan “Hrrk” hanya saling memandang dengan ekspresi nakal, dan dengan suara berat, mereka berkata, “Ngorr… Mmakkk!”
Olland mencoba meniru, “Ngorr… Mmakkk?” Entah kenapa, dua Meganthropus ini tertawa lebih keras, seakan dia baru saja mengatakan sesuatu yang sangat konyol.
Rasa ingin tahu Olland muncul kembali, ia merasa bahwa bahasa ini seperti teka-teki. Ia pun mulai menggabungkan berbagai geraman, seperti “Hrrk-ngk”, “Mmak-ngorr” yang berhasil membuat teman-teman barunya tertawa terbahak-bahak sambil memukul tanah.
Keesokan harinya, Olland mengetahui bahwa “Mmak” ternyata sebutan bagi harimau gigi pedang yang sering kali muncul di sekitar perkemahan mereka. Ketika ia mengetahui hal ini, Olland terperanjat. Rupanya tadi malam ia telah mengundang harimau secara tidak langsung dengan mengulangi kata-kata mereka. Merasa konyol dan sedikit takut, ia berjanji pada dirinya untuk lebih berhati-hati menggunakan kata-kata aneh yang ia tidak pahami.
Namun, ketika ia sedang memetik buah bersama “Hrrk” dan “Gruhk”, mereka mendengar suara gemerisik di semak-semak. Dengan wajah serius, “Gruhk” menunjuk ke arah suara sambil berbisik, “Mmak… Mmak…”
Tanpa berpikir, Olland mengeluarkan teriakan lirih, “Mmak-ngorr!”
“Mmak-ngorr!” balas “Hrrk” dengan suara lirih sambil menyeringai. Mereka bertiga langsung berlari sambil menunduk, berusaha melarikan diri secepat mungkin. Olland berlari sambil menggerutu, “Kenapa aku selalu salah bicara… Hrrgh!”
--------
Setelah berhasil lolos dari dugaan keberadaan “Mmak”, Olland diajak oleh “Hrrk” dan “Gruhk” untuk memetik buah-buahan di hutan. Buahnya merah ranum dan sangat menggiurkan, sehingga tanpa pikir panjang Olland langsung meraih satu dan memasukkannya ke mulut.
“Oo-mmh…” Olland memejamkan mata, menikmati rasanya. Namun, beberapa detik kemudian, wajahnya langsung berubah. Rasanya pedas seperti cabai, lalu manis, lalu asam, dan akhirnya pahit dengan sensasi terbakar di tenggorokannya.
Olland terbatuk-batuk, air matanya mengalir deras sambil berkata, “Ghh… um… puaaaah! Apa ini?!”
“Hrr-ha! Hrr-ha!” Ternyata, “Gruhk” dan “Hrrk” hanya tertawa terbahak-bahak. Mereka justru menganggap kejadian ini sangat lucu, melihat Olland mengibas-ibaskan tangan di sekitar mulutnya yang kepedasan.
Sambil terbatuk, Olland melihat “Hrrk” mengambil buah yang berbeda dari semak lain. Dengan senyuman penuh harap, Olland mengikuti “Hrrk”, memetik buah yang sama, dan menggigitnya. Tapi, kali ini buahnya masam seperti lemon yang busuk. Wajahnya langsung berkerut.
“Kalian pasti bercanda…” Olland berkata sambil meludah, wajahnya tampak kacau.
“Gruhk” tertawa makin keras hingga jatuh terduduk, lalu menunjuk ke pohon yang ada di belakang mereka, penuh dengan buah-buah yang tampak lezat dan aman untuk dimakan. Ternyata dari tadi, kedua Meganthropus itu hanya bermain-main dengan Olland, mengujinya dengan buah-buahan teraneh di hutan.
Dengan wajah jengkel, Olland akhirnya memetik buah dari pohon itu dan memakannya, sambil sesekali melirik “Gruhk” dan “Hrrk” yang masih terpingkal-pingkal menahan tawa.
Setelah makan buah, mereka berjalan-jalan di tepi sungai, menikmati suasana yang tenang. “Hrrk” tiba-tiba mengisyaratkan untuk memancing ikan dengan tangan, dan mengajak Olland mencobanya.
“Aku pasti bisa kali ini,” gumam Olland penuh percaya diri.
Mereka berjongkok di tepi sungai, dan “Hrrk” menangkap ikan dengan gerakan cepat, seperti seorang ahli. Giliran Olland yang mencoba, tapi begitu ikan mendekat, ia terlalu antusias dan malah terpeleset, jatuh langsung ke sungai.
“Glub-glub… hrhr!” Olland muncul lagi ke permukaan, rambutnya basah kuyup dan wajahnya penuh ganggang sungai.
“Gruhk” dan “Hrrk” memandangnya dengan ekspresi heran, lalu… tertawa makin keras. Mereka berdua menepuk-nepuk tanah, tak kuat menahan tawa.
Olland mencoba keluar dari sungai, tetapi malah terpeleset lagi dan kembali tercebur. Kali ini, ia basah dari kepala hingga kaki, wajahnya memerah karena malu sekaligus kesal.
“Hrrk-hrr… Oh-ha-ha!” suara tawa kedua Meganthropus menggelegar seperti suara guntur.
Sambil melangkah gontai, Olland akhirnya berhasil keluar dari sungai, menyeret dirinya ke tepi. “Aku… gak… ikutan… lagi,” katanya terengah-engah.
Saat mereka sedang tertawa-tawa, tiba-tiba dari arah hutan terdengar suara gemuruh. Dari balik semak-semak, muncul seekor babi hutan besar yang tampak tidak senang dengan kehadiran mereka. Babi itu langsung mengarahkan pandangannya pada Olland, dan mulai menggeram dengan suara berat.
“Ughh… ini… yang disebut… Prrk?” Olland menunjuk babi itu dengan ragu.
“Hrr-ha!” “Gruhk” dan “Hrrk” langsung lari terbirit-birit sambil berteriak, meninggalkan Olland yang masih kebingungan.
Tanpa berpikir panjang, Olland berlari sekencang mungkin, melompat dari satu batu ke batu lain sambil dikejar babi itu. Sesekali ia menoleh ke belakang, melihat si babi makin dekat, dan berteriak, “Prrk-ngorr! Jauh! Jauh sana!”
Tapi si babi tampaknya semakin bersemangat mengejar. Olland melompat ke atas batang pohon yang melintang di sungai, berharap bisa melarikan diri. Namun, batang pohonnya licin, dan Olland terpeleset lagi, membuat dirinya terjebur ke air untuk kesekian kalinya.
“Gruhk” dan “Hrrk” hanya bisa tertawa di kejauhan, sementara si babi, merasa puas, akhirnya meninggalkan Olland yang berendam di sungai dengan wajah lesu.
Di malam hari, “Gruhk” dan “Hrrk” mencoba mengajari Olland cara membuat api. Mereka menunjukkan cara memutar kayu dengan cepat, dan dalam waktu singkat, percikan api pun muncul, menghasilkan kobaran kecil yang hangat.
“Ooh…” Olland terpana, lalu mencoba meniru gerakan mereka. Ia mengambil kayu dan memutar-mutar dengan cepat, berharap bisa membuat api juga. Namun, setelah beberapa menit mencoba, ia hanya berhasil membuat asap tebal.
Asap itu semakin pekat dan tak lama kemudian Olland batuk-batuk, wajahnya memerah karena frustrasi.
“Hrr-ha… Hrr-ha!” “Gruhk” dan “Hrrk” tertawa makin keras, lalu dengan santainya menyodorkan ranting yang sudah menyala kepada Olland.
Olland mendengus, menerima api itu dengan sedikit kesal. Namun, saat ia hendak memasukkan ranting itu ke tumpukan ranting kecil untuk membuat api unggun, tangannya malah gemetar, dan api tersebut padam begitu saja.
Keduanya, “Gruhk” dan “Hrrk”, kembali tertawa terbahak-bahak. Mereka bahkan berguling di tanah karena tak bisa berhenti menertawakan Olland yang tampak semakin frustrasi.
Di malam yang dingin, Olland mencoba menyusun dedaunan dan dahan-dahan untuk membuat tempat tidur. “Gruhk” dan “Hrrk” mengamatinya sambil berbisik-bisik, dan setiap kali Olland menoleh, mereka berpura-pura sibuk dengan kegiatan mereka sendiri.
Akhirnya, ketika Olland selesai, ia merebahkan diri dengan penuh rasa puas. Tetapi begitu ia berbaring, tempat tidurnya ambruk, dan tubuhnya langsung jatuh ke tanah.
“Oww!” Olland mengaduh sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dan lagi-lagi, “Gruhk” dan “Hrrk” tak bisa menahan tawa.
“Besok aku harus belajar lebih banyak,” gumam Olland sambil menutup matanya, mendengar suara tawa kecil yang masih terdengar di sekelilingnya.
-----------------------
Saat hari baru dimulai, Olland bangun dengan perasaan segar meskipun badannya masih kotor dan berantakan. Ia meraba-raba rambutnya yang panjang dan tidak terawat, merasa seperti makhluk aneh yang baru saja keluar dari hutan.
“Oh… Olland seperti… hutan yang hilang!” Olland berbicara pada dirinya sendiri sambil menatap bayangan dirinya di permukaan sungai. Ciri-ciri fisiknya memang mengingatkan pada Meganthropus: tubuh kekar, tangan besar, dan wajah yang tampak tidak terurus. Ia meraba-raba daging pipinya yang tebal dan menggeliatkan telinga yang besar, merasa bahwa ia lebih mirip babi hutan ketimbang manusia.
“Grrrh… Hrrk! Hrrk!” tiba-tiba “Gruhk” dan “Hrrk” datang sambil tertawa melihat Olland. Mereka menunjuk ke arah Olland dan berteriak, “Olland! Olland! Mmak! Mmak!”
Olland tidak mengerti, tetapi melihat reaksi mereka, ia merasa sedikit tersinggung. “Apa yang lucu? Olland… kuat dan besar!” katanya sambil mengangkat ototnya yang tampak konyol.
“Gruhk” dan “Hrrk” hanya semakin terpingkal-pingkal, lalu “Hrrk” menunjuk kearah belakang Olland. Ia berbalik dan melihat sekelompok monyet kecil yang terbahak-bahak sambil menirukan gerakan Olland.
“Eh?! Hrrkk!” Olland terkejut melihat para monyet yang meniru gerakannya. Mereka melompat-lompat dan berusaha meniru setiap gerakan, membuat Olland merasa lebih mirip binatang daripada manusia.
“Hey! Stop it!” Olland berteriak, tetapi semakin dia berteriak, semakin mereka menirukan suaranya.
Setelah peristiwa itu, “Gruhk” dan “Hrrk” mengusulkan perlombaan mengangkat batu. Olland berpikir bahwa ini adalah kesempatan sempurna untuk menunjukkan kekuatannya. Ia melihat batu besar yang mengesankan, kira-kira seukuran tubuhnya, dan berusaha mengangkatnya.
“Lihat, Olland kuat!” teriaknya sambil mengerahkan seluruh tenaga.
“Grrrgh!” Ia berhasil mengangkat batu itu setengah badan. Namun, karena beratnya, Olland tidak bisa menahan keseimbangannya dan… “KRAAAK!” batu itu terlepas dan jatuh ke tanah, tepat di kaki Olland, menyebabkan dia melompat dengan gerakan yang konyol, terhuyung-huyung seperti robot rusak.
“Guggh! Hrrrkk!” Olland merasakan sakit yang menyengat, tetapi melihat “Gruhk” dan “Hrrk” yang sudah terjatuh sambil tertawa, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut tertawa meskipun merasa kesakitan.
“Batu, batu! Olland pemenang! Hahaha!” Olland berteriak, sambil menepuk-nepuk pahanya yang besar.
Menyadari betapa konyolnya ia terlihat, Olland memutuskan untuk mendaki bukit yang ada di dekatnya untuk menunjukkan kemampuannya. “Hrrk” dan “Gruhk” mengikuti di belakang, tampak penasaran.
Saat mendaki, Olland mulai merasa kesulitan. Tanah di bukit itu licin dan penuh bebatuan. Ia berusaha menjaga keseimbangan dengan mengayunkan tangannya, tetapi malah mengakibatkan dirinya tergelincir dan meluncur turun, mirip seperti anak kecil bermain perosotan.
“Wuuuh!” jerit Olland saat ia meluncur. Ia terjatuh tepat di tumpukan dedaunan yang empuk. “Hrrrggg!” Ia mencoba berdiri, tetapi tidak bisa, justru membuat wajahnya tampak seperti makhluk aneh terperangkap di tumpukan daun.
“Gruhk! Hrrk! Hahaha!” “Hrrk” dan “Gruhk” berdiri di tepi bukit, menahan perut mereka sambil tertawa melihat Olland yang terjebak.
Olland menggerutu sambil berusaha keluar dari tumpukan daun, merasakan dedaunan yang menempel di wajahnya. Ia tak bisa mengelak, dia benar-benar terlihat seperti Meganthropus yang konyol.
Setelah semua kejadian lucu itu, Olland memutuskan untuk bergabung dalam berburu dengan “Hrrk” dan “Gruhk”. Mereka mencari makanan di hutan, dan Olland bersemangat untuk membuktikan kemampuannya.
Olland mengikuti “Gruhk” dan “Hrrk” yang bergerak sangat cepat, tetapi karena tubuhnya yang besar dan berat, ia sering terhalang oleh dahan-dahan pohon. Setiap kali dia mencoba menerobos, Olland akan terjebak, wajahnya terbenam dalam semak-semak.
“Hrrk! Hrrk! Ooh, Olland!” “Hrrk” tertawa melihat Olland yang terperangkap, berusaha untuk bebas.
“Panggil… siapa… bantuan!” Olland berteriak, suaranya lebih mirip teriakan babi daripada manusia.
Setelah akhirnya berhasil, Olland berlari lagi dengan semangat, tetapi tak lama kemudian, dia melihat sekelompok hewan kecil berlarian ke arahnya. Tanpa berpikir, ia mencoba menangkap salah satu dari mereka.
“Tangkap! Grrr!” Ia berteriak, berusaha menjulurkan tangan, tetapi hewan itu melompat ke samping, dan Olland malah terjatuh ke tanah lagi, terlempar oleh gerakan tubuhnya yang tidak terkontrol.
“Gughh!” Olland merasa seperti konyol, dan di sekelilingnya, “Hrrk” dan “Gruhk” kembali tertawa terbahak-bahak.
Saat mereka mengejar hewan, Olland tiba-tiba melihat sesuatu yang lebih besar dari biasanya. Seekor rusa raksasa berdiri di depan mereka, dan Olland langsung merasakan keinginannya untuk mengejarnya.
“Hrrk! Hrrk! Olland mau! Olland mau!” Ia berteriak, melompat ke depan dengan penuh semangat. Tetapi rusa itu justru berbalik dan melarikan diri.
“Gruhk” dan “Hrrk” terkejut dan mulai berlari mengikuti Olland. Tetapi karena tubuh Olland yang besar, ia tidak bisa berlari dengan cepat. Sebaliknya, ia melompat-lompat seperti ikan yang terlempar dari air.
“Waaah!” Olland berusaha mempercepat langkahnya, tetapi malah terjebak di semak-semak, terjerat ranting dan daun.
“Eh?! Gghh!” Ia berjuang keras untuk lepas, sementara rusa itu sudah menghilang jauh. “Hrrk! Tolong… Olland, nggak mau… terjebak!”
Kedua Meganthropus itu hanya bisa terbahak-bahak melihat Olland yang berusaha keras tapi gagal total.