Oke saya menceritakan tentang kisah urban legend. Di tengah hutan belantara yang sunyi dan gelap, berdirilah sebuah rumah tua yang terbengkalai. Rumah itu sudah lama kosong, jendela-jendela berdebu, pintu-pintu berderit, dan udara di sekitarnya terasa dingin menusuk tulang. Konon, rumah itu menyimpan sebuah rahasia gelap, sebuah kisah tragis yang menyelimuti setiap sudutnya.
Seorang pemuda bernama Edo, penasaran dengan cerita-cerita yang beredar tentang rumah itu, memutuskan untuk menyelidiki. Ia datang pada suatu malam yang gelap dan berkabut, membawa senter kecil sebagai penerangan. Rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya.
Saat Edo menginjakkan kaki di halaman rumah, udara terasa lebih dingin. Angin berdesir kencang, menggoyang ranting-ranting pohon di sekitarnya, dan daun-daun berguguran seperti tetesan air mata. Edo merasakan hawa aneh, seperti ada yang mengawasi setiap gerakannya.
Ia perlahan membuka pintu kayu besar yang berderit nyaring. Bau apek dan lembap langsung menerjang hidungnya. Debu berterbangan di udara, berputar-putar seperti hantu yang sedang menari. Edo masuk ke dalam, senternya menerangi ruangan-ruangan yang gelap dan sunyi.
Di ruang tamu, ia melihat sebuah foto keluarga yang tergantung di dinding. Wajah-wajah dalam foto itu tampak pucat dan penuh duka. Edo memperhatikan lebih dekat. Di sudut foto, ia melihat sebuah bayangan samar, seperti siluet seorang wanita yang berdiri di belakang keluarga itu.
Edo bergidik ngeri. Ia terus menjelajahi rumah itu, memasuki setiap ruangan, mencari tahu rahasia yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya. Di ruang makan, ia menemukan meja yang dipenuhi piring-piring kosong dan sisa makanan yang sudah basi. Di ruang tidur utama, ia menemukan sebuah buku harian yang tergeletak di atas meja.
Edo membuka buku harian itu dan mulai membaca. Kata-kata yang ditulis dengan tinta yang sudah memudar menceritakan tentang sebuah keluarga yang hidup bahagia di rumah itu. Namun, kebahagiaan itu sirna ketika sang ibu meninggal dunia karena sakit keras. Sang ayah, yang dilanda duka, menjadi depresi dan mulai menyiksa anak-anaknya.
Edo membaca lebih lanjut. Kisah itu semakin mengerikan. Sang ayah ternyata membunuh anak-anaknya satu per satu, lalu menyembunyikan jasad mereka di dalam rumah. Setelah membunuh semua anaknya, ia bunuh diri dengan cara gantung diri di langit-langit kamar tidur.
Saat Edo membaca kalimat terakhir dalam buku harian itu, ia merasakan sebuah sentuhan dingin di bahunya. Ia menoleh dengan cepat, tetapi tidak ada siapa-siapa. Edo merasa bulu kuduknya berdiri, jantungnya berdebar kencang.
Ia berusaha untuk tenang dan beranjak meninggalkan rumah itu. Namun, saat ia berbalik, ia melihat bayangan seorang wanita berdiri di ambang pintu. Wanita itu mengenakan gaun putih yang compang-camping, rambutnya panjang dan hitam, matanya kosong dan tajam.
Edo menjerit ketakutan, tetapi wanita itu hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, seperti ada sesuatu yang ingin memasuki dirinya. Edo berusaha untuk berlari, tetapi kakinya terasa lemas, tidak dapat digerakkan.
Wanita itu perlahan mendekat, tangannya terulur ke arah Edo, seperti ingin menariknya ke dalam kegelapan. Edo menutup matanya, merasakan kepanikan yang melanda dirinya.
Saat wanita itu hampir menyentuh Edo, ia merasakan tubuhnya diangkat dan diputar. Ia membuka matanya dan melihat seorang anak kecil, laki-laki, berdiri di depannya. Anak itu mengenakan baju tidur putih dan wajahnya pucat, matanya merah dan bengkak.
Anak itu menatap Edo dengan tatapan penuh kebencian, lalu berkata dengan suara yang serak, "Kau mengganggu kami! Pergilah dari sini!"
Edo terhuyung mundur, kakinya akhirnya dapat digerakkan. Ia berlari secepat mungkin keluar dari rumah itu, meninggalkan bayangan wanita dan anak laki-laki yang berdiri di ambang pintu.
Edo tidak pernah kembali ke rumah itu. Ia tidak pernah menceritakan pengalaman mengerikan itu kepada siapa pun. Ia hanya bisa berharap bahwa hantu-hantu yang tinggal di rumah tua itu akan tetap terkurung di dalam kegelapan, selamanya.