Di sebuah desa kecil yang terletak jauh di dalam hutan, terdapat sebuah legenda tentang seorang gadis bernama Sadako. Konon, Sadako adalah anak yang baik hati, namun kehidupannya berakhir tragis setelah terjatuh ke dalam sumur tua di dekat rumahnya. Sejak saat itu, desas-desus menyebar bahwa arwahnya gentayangan, dan siapa pun yang mendengar suaranya akan mengalami nasib buruk.
Di desa itu, seorang remaja bernama Dira sering mendengar cerita tentang Sadako dari teman-temannya. Meski dia merasa takut, rasa penasaran Dira lebih besar. Suatu malam, Dira bersama dua temannya, Riko dan Fira, memutuskan untuk pergi ke sumur tua tempat Sadako terjatuh.
“Dira, kamu yakin kita harus pergi ke sana?” tanya Riko dengan nada cemas.
“Aku hanya ingin melihat tempat itu. Tidak ada salahnya mencoba, kan?” Dira menjawab, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Fira menggigit bibirnya. “Tapi, kalau ada apa-apa, kita harus siap, ya?”
Mereka bertiga berjalan menyusuri jalan setapak yang gelap, hingga tiba di depan sumur tua yang terletak di tengah hutan. Suasana di sekelilingnya terasa aneh; udara dingin menyelimuti mereka, dan suara jangkrik seolah menghilang.
“Lihat, sumurnya sangat dalam,” kata Dira sambil melongok ke dalam. “Mungkin kita tidak akan menemukan apa pun.”
“Seharusnya kita tidak berada di sini,” Fira berkata, suaranya bergetar. “Ayo kita pulang saja.”
Dira merasa ditantang. “Tunggu, aku ingin mencoba sesuatu. Bagaimana kalau kita memanggil Sadako?”
“Jangan, Dira! Itu berbahaya!” Riko memperingatkan.
“Kenapa? Apa yang paling buruk yang bisa terjadi?” Dira menjawab, merasa berani.
Dengan hati yang berdebar, Dira mulai memanggil, “Sadako! Jika kau ada di sini, tunjukkan dirimu!”
Semua terasa hening sejenak. Namun, tiba-tiba, dari dalam sumur, mereka mendengar suara lemah seperti tangisan, membuat bulu kuduk mereka merinding.
“Dira, kita harus pergi!” Fira berteriak, menarik tangan Dira.
“Tidak! Kita harus tetap di sini!” Dira menolak, berusaha mendengar lebih jelas.
Tiba-tiba, cahaya bulan menyinari sumur, dan mereka melihat sosok perempuan dengan rambut panjang menutupi wajahnya, muncul di tepi sumur. Sadako! Suara tangisannya semakin keras, membuat ketiganya terdiam ketakutan.
“Kenapa kalian datang?” suara Sadako terdengar lirih, membuat jantung mereka berdebar.
“Maafkan kami, Sadako! Kami tidak bermaksud mengganggu!” Dira berteriak, berusaha menenangkan suasana.
Sadako melangkah maju, wajahnya masih tertutup rambut panjang. “Hampir semua orang melupakan aku. Mereka hanya mengingatku sebagai arwah yang terkutuk.”
“Tidak, kami tidak akan melupakanmu!” Riko menambahkan, merasakan kepedihan yang mendalam.
“Aku hanya ingin dimainkan. Tapi, mereka semua takut padaku,” Sadako berkata, suaranya penuh kesedihan.
Dira merasa ada sesuatu yang berbeda. “Sadako, kami bisa menjadi temanmu. Ayo, keluar dari tempat ini!”
Sadako terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan tawaran itu. “Kau berani?” tanyanya.
Dira mengangguk. “Ya, kita bisa bermain bersama. Kami tidak takut.”
Senyum samar muncul di wajah Sadako. Namun, di tengah senyumnya, ada kesedihan yang mendalam. “Bermain…? Baiklah, jika itu yang kau mau.”
Tiba-tiba, suasana berubah. Dira, Riko, dan Fira merasa tubuh mereka semakin berat, seolah ada yang menarik mereka ke dalam kegelapan. Dira berusaha berteriak, tetapi suaranya seolah terjebak di tenggorokannya.
“Jangan pergi! Kami akan bersama!” Dira berusaha meraih tangan Sadako, tetapi bayangannya mulai memudar.
“Jika kalian berani menghadapi kegelapan, maka datanglah!” suara Sadako bergema, semakin jauh.
Dengan sekuat tenaga, Dira berlari menuju sumur, tetapi semuanya terasa sia-sia. Riko dan Fira tampak hilang di balik bayangan gelap, dan suara tangisan Sadako menghilang bersama mereka.
Di desa, berita tentang hilangnya Dira, Riko, dan Fira menyebar. Penduduk desa menggelar pencarian, tetapi tidak menemukan jejak mereka. Akhirnya, semua kembali normal, tetapi cerita tentang Sadako menjadi lebih menyeramkan.
Beberapa bulan kemudian, seorang gadis baru pindah ke desa itu. Ia mendengar cerita tentang Sadako dan penasaran untuk menemukan sumur tua. Namun, ketika ia sampai di sana, suara tangisan lemah terdengar, mengingatkan semua orang bahwa bayangan Sadako masih ada, menunggu teman baru untuk bermain.
Suara itu terulang kembali, menandakan bahwa legenda Sadako akan terus hidup, menanti mereka yang berani mendekat dan merasakan kegelapan yang tidak bisa mereka tinggalkan.