Setiap malam Jumat, Raisha merasakan ketakutan yang aneh di kamar kosnya. Sudah sebulan terakhir, makanan yang ia simpan selalu menghilang entah ke mana. Awalnya, ia mengira mungkin ada teman kosnya yang nakal. Namun, seiring berjalannya waktu, kecurigaannya semakin mendalam.
Satu malam, Raisha memutuskan untuk mengatasi masalah ini. Ia menyimpan sepiring nasi goreng sisa dan menaruhnya di meja samping tempat tidurnya. Dengan hati-hati, ia menutup pintu kamar dan mengatur kamera ponselnya untuk merekam. Ia ingin menangkap pelaku yang mencuri makanannya.
Malam itu, setelah memastikan semua lampu dimatikan, Raisha berbaring di tempat tidur, menunggu dengan napas tertahan. Jam menunjukkan pukul dua dini hari ketika suara berisik membangunkannya. Ia membuka mata, menemukan suasana gelap di dalam kamarnya. Hanya cahaya dari layar ponselnya yang menerangi ruangan.
Ketika ia melihat rekaman video, jantungnya berdegup kencang. Di dalam video, ia melihat bayangan samar melintas di depan meja. Seseorang atau sesuatu sedang mendekati makanan itu. Raisha menegakkan badan, merasakan ketakutan merayap di seluruh tubuhnya. Ia menonton terus sampai akhirnya tampak jelas sosok hitam dengan wajah samar yang terbalut bayangan, mengulurkan tangan ke arah nasi gorengnya.
Ketika sosok itu menyentuh piring, semua lampu di kamar tiba-tiba menyala. Raisha terkejut dan terpaksa menutup matanya, tetapi ketika ia membuka mata lagi, sosok itu sudah menghilang, dan piringnya kosong.
Sejak malam itu, Raisha tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan sosok misterius yang mencuri makanannya. Makin lama, ketakutannya makin membesar, dan ia mulai merasakan kehadiran aneh di kamar kosnya. Suara berisik, suhu yang tiba-tiba dingin, dan perasaan diawasi.
Jumat berikutnya, Raisha tidak ingin menyerah. Ia memutuskan untuk menyiapkan makanan lebih banyak dan meninggalkan catatan di piring, “Siapa yang mencuri makananku?!” Dengan harapan, mungkin ini bisa menghentikan pencurian tersebut.
Malam itu, Raisha tidur dengan cemas, bertanya-tanya apakah catatannya akan memberikan dampak. Tengah malam, ia terbangun karena suara berisik lagi. Dengan ketakutan, ia membuka mata dan melihat sosok itu berdiri di sudut kamarnya, menatapnya dengan tatapan kosong.
“Kenapa kau mencuri makananku?” Raisha berteriak, suaranya serak karena ketakutan. Sosok itu tidak menjawab. Hanya berdiri diam, lalu mengulurkan tangannya menuju makanan yang tersisa.
Raisha mengerang dan berlari menuju pintu, tetapi sebelum ia sempat membuka pintu, sosok itu mendekat. Ia merasakan hawa dingin menyengat, dan sebelum bisa menghindar, sosok itu berbisik, “Aku kelaparan.”
Suara itu membuat Raisha membeku. Ia merasa sesuatu yang mengerikan menyusup ke dalam dirinya, dan ia pun bertanya, “Siapa kamu?”
“Aku adalah arwah yang terperangkap di sini. Setiap malam Jumat, aku mencari makanan. Jika tidak, aku akan semakin lemah,” jawab sosok itu, suaranya parau.
Raisha merasa berbelas kasihan. “Jadi, kau tidak berniat mencelakaiku?” tanyanya pelan.
Sosok itu menggeleng. “Tidak. Aku hanya ingin bertahan hidup.”
Mendengar penjelasan itu, Raisha merasa ada ikatan empati antara mereka. “Jika kau mau, aku akan menyiapkan makanan untukmu setiap malam Jumat,” katanya, berusaha mengulurkan tangan ke arah sosok itu.
Dengan pelan, sosok itu mengangguk, wajahnya kini tampak lebih jelas. Raisha melihat kesedihan mendalam di matanya, seolah ada beban yang sangat berat.
Sejak malam itu, Raisha tidak lagi merasa ketakutan. Setiap Jumat, ia menyiapkan makanan tambahan dan meletakkannya di sudut kamar. Sosok itu akan muncul dan menikmati makanan yang disiapkannya. Meski ia tak pernah berbicara lagi, Raisha merasa seolah ada komunikasi yang tak terucap antara mereka.
Hingga suatu malam, ketika Raisha terbangun dan tidak menemukan sosok itu di kamarnya. Ia melihat piring kosong di meja dan menyadari bahwa sosok itu tidak lagi datang. Dalam hatinya, ia merasa kehilangan.
Raisha tidak pernah mengetahui ke mana sosok itu pergi. Namun, ia merasa bahwa mereka telah menjalin persahabatan aneh dan bahwa makanan yang hilang tiap malam Jumat kini bukan lagi sekadar kehilangan, melainkan sebuah pengertian bahwa setiap makhluk, baik hidup maupun yang terjebak dalam kegelapan, memiliki cerita dan perjuangan sendiri.