Ayu sri Lestari tersenyum lebar dia berdiri di depan cermin melihat dirinya yang terpahat indah bak sebuah karya seni, kebaya pengantin tanpa tapi yang dikenakannya menonjolkan tulang selangkanya, memeluk tubuhnya dengan sempurna, dan ruffles panjangnya menambahkan sentuhan feminim yang angun.
Suasana pesta yang meriah menyelimuti hari ini Jantungnya berdebar-debar setelah menunggu tujuh tahun lamanya, akhirnya aditya akan jadi miliknya seutuhnya.
Meskipun malam tadi dirinya sempat dicekoki alkohol hingga mabuk. pagi ini Ayu tetap bangun, menyegarkan diri. Hari sudah mulai siang, dan matahari perlahan terbit dari timur, menandai awal yang baru.
Ibu Sri masuk kamar
“Yu, Gih beruang siap-siap sekarang."
Ayu mengangguk.
"Makan dulu” ujar Ibu Nah yang berada disampin bu Sri, meletakkan makanan di atas meja dengan penuh perhatian.
“Njih Buk” jawab Ayu, menatap lingkaran hitam di bawah matanya di cermin. Meskipun sedikit lelah, rasa bahagia mengalir dalam dirinya. Ini adalah hari yang sudah lama ia tunggu, hari di mana ia akan mengikat janji suci dengan Aditya.
Ayu segera memakan sup di mangkuk itu. Setelah suapan terakhir, ia merasa kenyang dan sedikit mengantuk. Matanya terasa berat.
"Hoaaaam." Ayu menguap
Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dan dalam hitungan detik, ia pun tertidur lelap.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar didorong terbuka perlahan. Seseorang masuk diam-diam, langkahnya nyaris tak terdengar.
Ibu Sri mendekat dengan hati-hati. Wajahnya tampak penuh pertimbangan, seakan ada sesuatu yang ingin disampaikan namun tertahan. Ia duduk di sisi tempat tidur Ayu, melihat mangkuk kosong kemudian menoleh menatap Ayu yang terlelap.
“Maafkan Ibu Ayu,” gumamnya pelan, suaranya hampir tak terdengar. “Ibu tidak suka Aditya. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik darinya, Ayu”
"Pria itu tak punya apa² selain cinta.."
Dia mengusap kepala Ayu dengan lembut, seolah ingin menghapus kekhawatiran yang tersimpan di hatinya. “Kau masih muda, perjalananmu masih panjang,” lanjutnya dengan suara bergetar. Sambil menatap wajah Ayu yang tenang dalam tidur.
Ibu Sri teringat masa-masa ketika Ayu masih kecil, harapan dan impiannya untuk Ayu yang kini terasa bertabrakan dengan kenyataan. Dia menghela napas panjang, memandang ke luar jendela, kemudian dia melihat jam dinding.
Setelah beberapa saat, dia berdiri dan meninggalkan kamar dengan langkah perlahan, menutup pintu dengan lembut.
Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menelepon. "Apakah kau sudah menyiapkan semuanya? Ayu sudah tertidur. Suruh mereka segera datang ke sini sekarang," ujarnya dengan tegas.
...
Ayu terbangun dengan kepala yang berdenyut, merasa bingung. Pandangannya kabur, dan sejenak dia tidak tahu di mana dia berada. Perasaan aneh dan tidak nyaman menyelimuti seluruh tubuhnya.
Ketika kesadarannya mulai pulih, Ayu menyadari bahwa dia berdiri tanpa pakaian. tubuhnya telanjang bulat. Seluruh tubuhnya terasa sakit, terutama bagian bawah tubuhnya yang terasa nyeri luar biasa. Ada noda darah di tempat tidur dan rasa sakit yang tajam membuatnya terhuyung-huyung.
Ketika dia menoleh ke samping, hatinya mencelos melihat seorang pria asing terbaring di sampingnya. Wajahnya tidak dikenali, dan rasa takut serta ngeri mulai menjalar di seluruh tubuh Ayu. Ia mengusap matanya berkali-kali berharap apa yang dipikiranya saat ini tidak nyata.
Tapi apa daya kini Air mata mulai mengalir deras di pipinya saat kenyataan mengerikan itu menghantamnya seperti gelombang pasang. Tangisnya pecah tanpa bisa ditahan lagi, perasaan malu, takut, dan marah bercampur menjadi satu.
"Apa yang sudah terjadi? ini dimana?" pikirnya dalam hati, mencoba memahami situasi yang tidak masuk akal ini. Ayu mencoba mengingat apa yang terjadi, tidak ada petunjuk bagaimana dia bisa berada di tempat ini bersama pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Ayu merasakan kehancuran yang mendalam. Mahkotanya, yang selama ini dijaga dengan hati-hati untuk aditya, kini telah direnggut oleh pria lain yang sama sekali tidak dikenalnya. Perasaan pengkhianatan dan kehilangan membuatnya semakin hancur. Dia ingin berteriak, melampiaskan rasa sakit dan kemarahannya, tetapi hanya suara tangisan yang keluar.
"Pria Baj*gan!" Ayu memaki pria itu dengan suara bergetar, meskipun dia tahu itu tidak akan mengubah apapun. Tangisnya semakin kencang, merasa tak berdaya dan hancur. Dia mencoba mengingat kembali kejadian semalam, berharap ada petunjuk yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun nihil, hanya meninggalkan rasa sakit dan kehancuran.
Ayu tiba-tiba terdiam, jika disini lalu bagaimana dengan pernikahannya dengan aditya.
Dengan tangan gemetar, Ayu meraih pakaiannya yang tercecer di lantai, berusaha menutupi tubuhnya yang terlanjur telanjang. Dia merasa kotor dan hina, meskipun ini bukan kesalahannya. Air matanya terus mengalir. Saat ini yang terpenting baginya adalah pernikahannya, entah sudah berapa lama dirinya menghilang dia harus segera kembali semoga saja semuanya belum terlambat.